Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 03: Penemuan yang menyentuh Hati!

Gerald tiba di Rumah Sakit Utama Vortez, la langsung buru-buru pergi ke lantai delapan. Ia melewati resepsionis yang segera membungkuk hormat saat melihatnya-sekarang semua staf sudah mengenali wajahnya sebagai "Tuan Muda" yang membayar $50.000 Aurum.

Ketika melewati depan Kamar bangsal biasa yang dulu, dimana disitu ada sebuah sofa, ia melihat Nadia sedang tertidur di sofa tunggu, rasa lelah yang jelas terlukis diwajah adiknya itu. Gerald tersenyum kecil, lalu melanjutkan naik lift ke kamar 808. Disana, Gerald melihat Bu Rina sudah tenang di ranjang canggih, terpasang monitor yang menunjukkan vital sign stabil.

Seorang perawat berjaga di sudut ruangan. Begitu melihat Gerald, perawat itu langsung menghampirinya dengan sopan.

"Tuan Muda, operasinya berjalan lancar. Dokter Elara melakukan yang terbaik. Nyonya Rina hanya perlu istirahat. Dia sempat menanyakan kau sebelum tidur," lapor perawat itu.

"Terima kasih. Lanjutkan tugasmu," kata Gerald. Ia mendekati ranjang ibunya, mencium kening wanita yang sangat ia cintai itu. "Ibu, aku akan buat kau sembuh total. Semua kesulitan kita akan berakhir," bisiknya.

Ia merasa sedikit bersalah. Dalam beberapa tahun ini, ia tidak pernah membahagiakan orang-orang disekitarnya, yang ia sayangi.

Gerald kemudian memutuskan untuk mencari makan. Ia keluar dari kamar bangsal dan turun ke lantai bawah, lalu membangunkan Nadia.

"Kau harus makan. Aku akan carikan makanan enak untukmu. Jangan khawatir, Ibu aman," ujar Gerald.

Nadia mengucek mata. Ketika ia sadar, ia memeluk Gerald dengan erat. "Kak, terima kasih. Kau menyelamatkan Ibu. Kau adalah yang terbaik. Tapi... bagaimana kau mendapatkan uang sebanyak itu?"

Gerald mengelus kepala adiknya, dengan lembut. "Aku akan jelaskan nanti. Sekarang, kita makan terlebih dahulu."

"Em, baiklah, Kak!" Nadia mengangguk dan beranjak berdiri dari sofa tunggu.

Brak!

Saat Nadia berdiri, ia tiba-tiba terpeleset dan jatuh!

"Nadia! Kau tidak apa-apa, kan?" Gerald buru-buru menghampiri Nadia, memeriksa tubuhnya, lalu membantunya untuk bangkit.

"Apa sih, yang aku injak?" Nadia tidak membalas pertanyaan kakaknya, justru ia memusatkan perhatian pada barang yang ia injak.

"Sebuah kertas?" Nadia mengambil barang itu, yang ternyata adalah sebuah kertas.

"Ini... Bill transaksi belanja, lihat, Kak!" Nadia memperlihatkan kertas itu pada Gerald. Gerald kemudian melihat dan membacanya.

"Itu Bill belanjaan, milik Clarisa," kata Gerald, suaranya tiba-tiba menegang.

Di dalam kertas tertulis:

Nota pembelian Pasar Tradisional!

Nama pembeli: Clarisa Alvero

Nota 1: Pembelian obat pereda nyeri (tanggal tiga hari lalu).

Nota 2: Pembelian makanan diet khusus untuk pasien ginjal (tanggal tiga hari lalu).

Nota 3: Pembelian Biskuit Gandum (tanggal tiga hari lalu).

Gerald merasakan jantungnya mencelos. Nadia, yang ikut melihat, menatapnya dengan bingung.

"Clarisa... A-apakah, dia sering datang ke sini?" tanya Gerald, suaranya serak.

Nadia berpikir keras. "Tidak, Kak. Aku tidak pernah melihat Kak Clarisa datang. Lagipula, Bu Maya mungkin melarang dia untuk datang ke sini. Aku selalu ada di sini, dan tidak pernah melihat Kak Clarisa, tapi..."

Tiba-tiba, Nadia menunjuk ke arah biskuit yang sudah terbuka di atas sofa. "Tunggu! Biskuit ini! Tiga hari lalu, saat itu, aku tertidur karena lelah dan kelaparan. Ketika aku terbangun aku melihat ada bungkusan biskuit ini di sampingku. Aku pikir itu dari perawat dan dari pihak rumah sakit, tapi ketika aku bertanya, mereka bilang bukan. Sekarang setelah melihat nota ini, mungkin biskuit itu sengaja ditaruh di situ oleh Kak Clarisa."

Gerald mengambil biskuit itu. Itu adalah merek yang selalu dibeli Clarisa untuknya-merek paling murah yang hanya dijual di pasar tradisional, tempat yang Clarisa benci karena kotor.

Air matanya mulai menggenang. Clarisa tidak datang saat ada Nyonya Maya atau Nadia. Dia datang secara diam-diam, saat semua orang tidur atau tidak ada. Dia membeli makanan dan obat-obatan murah itu dengan uangnya sendiri, lalu meninggalkannya untuk adiknya, Nadia, dan ibunya. Clarisa melakukannya tanpa pernah mengklaim kredit atas kebaikannya.

Clarisa telah mengurus ibunya dan adiknya, dalam diam, dari balik layar.

Gerald mengingat kembali kata-kata Clarisa saat di apartemen: "Aku lelah, Gerald. Aku lelah dengan semua ini... Kau hanya... beban."

Dia menyadari, Clarisa mungkin lelah bukan karena Gerald adalah beban finansial, tetapi karena dia lelah menghadapi tekanan ibunya sendirian, lelah harus berakting kejam di depan umum, sementara di dalam hati ia masih peduli pada Gerald dan keluarga kecilnya. Clarisa mungkin waktu itu ragu memberi Gerald $20.000 KS karena ia tahu Nyonya Maya mengawasi dan ada saat itu, dan ia tidak ingin Gerald semakin mendapat hinaan dari ibunya.

Gerald mengepalkan tangannya. Rasa bersalah menghantamnya dengan keras.

"Aku adalah pria bodoh," gumam Gerald. "Aku bersembunyi di balik kekayaan istriku, dan membiarkan dia menanggung semua tekanan dari ibunya sendiri, dan para tetangganya, hanya untuk diriku. Seharusnya aku yang melindunginya."

Nadia menatapnya, tidak mengerti mengapa Gerald, yang baru saja terlihat bahagia, tiba-tiba menjadi terlihat rapuh, penuh penyesalan, rasa bersalah, dan seperti tertekan.

"Kak, kenapa kau?"

Gerald menarik napas dalam-dalam. "Clarisa. Dia mungkin tidak sejahat yang kita pikir. Dia hanya tertekan. Aku harus memenangkan dia kembali, Nadia."

"Aku akan pergi menemuinya, kau makan sendiri dulu! Ini pakai kartu milik Kakak." Tanpa menunggu jawaban Nadia, Gerald langsung berlari keluar rumah sakit.

--

Gerald meninggalkan Nadia di rumah sakit dan segera menghubungi Tuan Leo.

"Tuan Leo, hentikan terlebih dahulu semua investigasi terhadap Keluarga Sanjaya dan Aldo," perintah Gerald, suaranya tegas.

Tuan Leo terkejut. "Tuan Muda? Tapi beberapa jam lalu kau..."

"Lakukan saja," potong Gerald. "Dan kau segera kumpulkan semua detail tentang Keluarga Alvero, terutama aset pribadi Clarisa. Laporan lengkap harus ada di mejaku dalam satu jam."

"Baik, Tuan Muda. Segera disiapkan."

Dalam waktu kurang dari satu jam, sebuah tablet high-tech dikirimkan ke tangan Gerald. Di dalamnya, tertera laporan keuangan Clarisa.

Gerald membuka dan membaca laporan itu, Di Taman Kota!.

Aset Clarisa Alvero:

Saham Minoritas di Perusahaan Kecil Ayahnya, bidang kosmetik dan kecantikan yang berada di bawah naungan Alvero Group (nilainya fluktuatif).

Tabungan Pribadi: $5.000 KS (hampir kosong).

Aset Tetap: Tidak ada.

Gerald mengerutkan dahinya. $5.000 KS! Itu sangat kecil untuk seorang manajer marketing di perusahaan menengah. Clarisa selalu terlihat elegan, tetapi ia ternyata tidak punya apa-apa.

Ia membaca lebih lanjut, dan menemukan catatan kecil di akhir laporan:

'Dalam dua tahun terakhir, Nona Clarisa Alvero secara diam-diam telah melunasi semua utang medis lama Nyonya Rina (Ibu Gerald) yang mencapai $50.000 KS, menggunakan semua dana yang ia peroleh dari hasil kerjanya di perusahaan ayahnya, dan sebagai desainer lepas. Semua dilakukan tanpa sepengetahuan Nyonya Maya atau Gerald.'

Kebenaran itu memukul Gerald untuk kedua kalinya, lebih keras dari yang pertama. Clarisa tidak hanya mengurus ibunya saat sakit akut, tetapi dia sudah membayar utang pengobatan lama ibunya! Dia menghabiskan semua uangnya untuk keluarga Gerald, sementara suaminya? Hanya membebaninya dan hidup dari uang saku minim, dan itupun terkadang berasal dari Clarisa!

"Dia... dia mengorbankan tabungannya demi Ibuku. Dan aku? Dan...dan aku menceraikannya," Gerald merasakan kerongkongannya tercekat.

"Ternyata, semua utang biaya pengobatan ibuku dia yang bayar. Pantas saja, pihak rumah sakit tidak menagih. Aku awalnya mengira, yang membayar hutang-hutang itu adalah Keluarga Wilton."

Dia mengambil ponsel lama miliknya dan menelepon Tuan Leo lagi.

"Tuan Leo, aku punya tugas mendesak untukmu. Segera beli 51% saham Perusahaan Kosmetik Alvero, perusahaan ayah Clarisa. Beli dengan harga tiga kali lipat di atas harga pasar. Aku ingin perusahaan itu berada di bawah naungan Wilton Corporation dan segera pulihkan dari semua masalah utang. Jika perusahaan itu memiliki utang," perintah Gerald.

"Baik, Tuan Muda!" jawab Tuan Leo.

Setelah itu, telepon pun diputus!

Kemudian, Gerald kembali memutar sebuah nomor. Nama di atas nomor itu adalah 'Mantan Istri' yang tentu saja merujuk pada Clarisa.

Tinut... tinut... tinut...

Setelah berdering tiga kali, akhirnya telepon diangkat.

"Halo, Gerald. Ada apa?" tanya Clarisa dari ujung telepon.

"Emm, anu... Clar, bisakah kita bertemu?" jawab Gerald.

"Ada apa? Kapan?" jawab Clarisa sambil mengerutkan keningnya.

"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Nanti sore, ya! Di tempat makan barbeque pinggir jalan, yang dulu kita pernah makan berdua di sana."

"Hm, baiklah. Jika aku tidak sibuk, aku akan menemuimu nanti sore di sana!."

"Ya sudah itu saja, aku tutup teleponnya, ya!" Kemudian, sambungan telepon pun dimatikan oleh Gerald.

"Huh, semoga saja. Dia memaafkan ku." Gerald menarik napas dalam-dalam.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel