Bab 3 - Niat tersembunyi
Langkah kaki Hyunwoo tidak lagi digerakkan oleh kehendaknya sendiri.
Tubuhnya seperti ditarik, mengikuti aliran energi yang tak terlihat oleh manusia biasa, tapi begitu terang matanya yang unik. Aura dari orang-orang sekelilingnya seolah menghilang. Lenyap. Ditelan oleh satu kekuatan dominan yang membela ruang dan waktu.
Hitam keunguan.
Aura itu seperti kabut pekat yang melingkar, bergerak perlahan, namun pasti. Setiap langkah yang diambil Hyunwoo, dia bukan hanya mendekati, dia seperti menghirup, atau lebih tepatnya, menyerap. Aliran itu masuk ke tubuhnya, mengisi jiwa, menyalakan bara yang selama ini tidur.
Tubuhnya terasa hangat, tapi bukan kerana suhu. Ia seperti darahnya sendiri menyambut energi itu, seperti bertemu dengan asal usulnya...
Matanya, tajam dan dalam, mengikuti jejak aliran itu. Ia memandu langkahnya ke sebuah lift berteknologi tinggi. Modern. Kaca berkilau. Tombol sentuh berwarna biru menyala di antara dinding aluminium sejuk.
50 lantai.
Namun hanya satu lantai yang seolah diselubungi kabut ungu itu,
Lantai 49.
Jari Hyunwoo menyentuhnya. Pintu lift menutup perlahan. Mesin bergerak. Senyap.
Deg.. Deg.. Deg..
Denyut di dadanya makin kuat. Makin dia naik, makin energi itu menekan, seperti udara yang menebal, seperti gravitasi yang menolak keberadaannya.
TING.
Pintu lift terbuka.
Matanya langsung menangkap pemandangan yang berbeza. Ruang luas itu sunyi. Berdinding kaca hitam kelam, membingkai malam kota Seoul yang penuh cahaya, namun entah kenapa terasa jauh dari sini.
Lantai berkarpet hitam, tebal, dingin.
Lampu-lampu temaram menciptakan bayangan seperti dunia mimpi yang tak nyata.
Di hadapannya, hanya ada satu lorong. Dan lorong itu... energi itu mengalir deras. Pusatnya di ujung sana.
Hyunwoo melangkah.
Langkahnya tak berbunyi, namun tekanan makin terasa.
Tak. Tak. Tak.
Jantungnya masih hangat, tubuhnya mulai terasa berat. Bukan kerana takut... tapi kerana beban energi yang menyeruak keluar dari ujung lorong itu.
Di hujung lorong itu, hanya satu pintu. Pintu mewah, tinggi, ukiran seperti pahatan zaman lama. Anggun dan menyeramkan dalam waktu yang sama.
Dan dari balik pintu itu...
Energi itu berteriak.
Berontak.
Seperti ada sesuatu di sana yang ingin Hyunwoo masuk.
Untuk pertama kalinya... bulu kuduknya berdiri. Gravitasi seperti menggandakan berat tubuhnya. Tapi dalam tekanan itu... Ada satu perasaan yang tumbuh,
Keturajaan ( Or in english, I say Excited )
Tidak sabar.
Seolah di balik pintu itu, ada jawaban.
Tangannya perlahan terangkat. Ototnya mengencang. Jari-jarinya menyentuh pintu..
'' Hoi! ''
Suara itu membelah suasana.
Refleks, mata Hyunwoo membesar. Kesadarannya seperti ditarik balik ke dunia nyata. Dia menoleh.
Seorang lelaki tua, satpam gedung.
Berpakaian seragam lengkap, wajah letih, namun penuh curiga. Dia berjalan cepat mendekat.
'' Jadi kamu ya yang dilaporin orang? Masuk sembarangan? ''
Suaranya keras, sedikit keras.
Hyunwoo diam sejenak, lalu mengangguk kecil.
'' Ngapain kemu ke sini, hah? ''
Hyunwoo tak menunjukkan rasa panik. Wajahnya tenang, bahkan terlalu tenang. Dia menatap satpam itu dan berkata perlahan,
'' Maaf, pak. Saya.. tersesat. ''
Nada suaranya jujur, namun tidak sepenuhnya benar.
Satpam mengerutkan dahi.
'' Haduh. Lain kali tanya dulu di kaunter! Emang kamu mau ke mana? ''
'' Tandas.''
Hyunwoo menjawab sambil menyunggingkan senyum tipis.
Pria tua itu menghela napas panjang, geleng kepala, lalu membalikkan badan.
'' Ayo, saya tunjukkin. Bisa-bisa saya yang dipecat kalau kamu kedapatan di sini lagi! ''
Langkah satpam itu menjauh.
Hyunwoo masih berdiri.
Wajahnya datar, senyum kecilnya memudar.
Dia menoleh ke belakang..
Menatap pintu sekali lagi.
Matanya menghitam sedikit, pupil merahnya memantulkan cahaya kota.
Energi itu masih bergelojak... menunggu.
Sedikit lagi...
Tapi dia harus mundur.
Belum waktunya.
Hyunwoo akhirnya berjalan perlahan, menyusul pria tua itu menuju lift.
Namun dalam hatinya...
Entah kenapa.
Ada kemarahan kecil yang tumbuh.
Kerana dia ditarik keluar saat sudah begitu dekat.
***
Pagi itu, seperti biasa, Hyunwoo sudah berada di konbini kecil tempat dia bekerja, menyusun barang, menyapu lantai dan menjaga kaunter sambil sesekali menunduk jika ada pelanggan yang menatap matanya terlalu lama. Mata merahnya selalu jadi bahan bisik-bisik.
'' Aneh ya matanya.. ''
'' Kayak di drama-drama itu loh.. ''
'' Serem banget.. ''
Tapi Hyunwoo tidak peduli. Dia terbiasa.
Di balik wajah tenangnya, pikirannya jauh dari tempat itu.
Energi semalam masih menghantui kepalanya. Aura hitam keunguan itu seolah menyelusup ke dalam fikirannya, menyatu dengan darahnya. Ia seperti panggilan yang belum selesai dijawab.
Jam di kaunter menunjukkan pukul 8:08 malam. Hyunwoo monoleh ke arah rekan kerjanya.
'' Ji Hwan, aku mau pulang awal. Ada urusan. ''
Ucapnya sambil berjalan menuju ruang istirahat staf.
'' Ok,''
Balas Ji Hwan tanpa banyak tanya. Sambil terus melayani pelanggan.
Hyunwoo membuka lokernya. Mengganti seragam konbini berwarna biru hijau ala korea dengan pakaian biasa. Kaos putih bersih, jaket tipis. dan celana hitam panjang.
Padahal tak ada urusan. Tapi entah kenapa, instingnya mendesak untuk kembali ke sana. Tempat semalam. Gedung itu.
Lorong itu. Dia di sana.
Dia menarik napas panjang. Mengunci loker, dan melangkah keluar.
Namun ia tahu... mana mungkin dia bisa masuk semudah itu lagi,
Perutnya kosong. Dengan sisa uang lebihan di sakunya, ia berjalan menyusuri jalanan kota Seoul yang dingin, mencari gerai.
Akhirnya dia membeli odeng, fish cake hangat yang ditusuk lidi, direbus dalam kuah panas. Tidak menyenyangkan, tapi murah.
Cukup untuk mengisi perut.
Sambil berdiri makan di pinggir trotoar, matanya memandangi lampu-lampu kota yang berkilau. Angin malam menghembus, menusuk kulit, tapi ia tak mengubris. Suasana hampir damai...
Sampai seseorang berlari tergesa-gesa dari kejauhan.
Seorang lelaki berbaju hoodie hitam, wajah pucat, berlari sambil memeluk sebuah vas antik berukiran khas, tampak seperti barang dari Dinasti Shanghai. Wajahnya penuh panik. Ketakutan. Aura hitam pekat mengelilinginya.
Hyunwoo tidak tertarik pada vas itu, tapi pada energi busuk yang menyelebungi lelaki itu. Bau niat jahat. Kegelapan. Rasa tamak.
'' Hoi! Be.. bentar.. Uhuk! Uhuk! ''
Satu suara suara familiar terdengar.
Pak satpam.
Yang semalam mengusirnya dari gedung A.Crop itu. Tercungap-cungap. Setengah mati mengejar.
Hyunwoo sudah mengerti situasinya.
Pencurian.
Lelaki berhoodie itu pasti melarikan diri setelah mencuri vas dari gedung itu.
Langkah si pencuri mendekat. Panik. Napasnya berat. Saat melewati Hyunwoo, tangan Hyunwoo langsung menarik hoodie-nya dari belakang. Langkah lelaki itu terhenti, terguncang ke belakang.
'' SIALAN! LEPAS! ''
Teriaknya keras, masih memeluk vas erat. Topi hoodienya terlepas. Wajahnya hanyalah lelaki paruh baya.
Mata merah dan kantung mata gelap. Seperti orang terdesak.
'' LEPAS!! ''
Dia mengangkat satu tangan, berniat memukul Hyunwoo. Hyunwoo dengan mudah mengelak, namun, Vas itu terlepas dari pelakunya.
PASH!
Pecah. Berkeping-keping di atas Aspal.
'' AHH! ANJING!! ''
Teriaknya histeris, sebelum ia langsung kabur, tanpa melihat ke belakang.
Orang-orang sekitar mulai berkerumunan, tetapi tidak terlalu ikut campur. Hyunwoo hanya menatp punggung lelaki itu dengan datar, sebelum menoleh ke arah yang sudah dikenalnya.
Pak satpam, yang kini merangkak pelan, napas ngos-ngosan.
Tongkat pemukul yang dibawanya dijadikan tongkat berjalan.
Dengan tubuh yang goyah, dia mendekat.
'' Ke.. kenapa kamu.. melepaskan.. bajingan itu.. huf.. huf.. ''
Hyunwoo menyambutnya dengan senyum tipis.
'' Pak, kasihan. Saya lihat bapak udah tua. Tapi masih kerja keras ya. ''
Si satpam menatapnya. Pandangan itu mengenalinya.
'' Oh. Ternyata kamu... Penyusup semalam.. ''
Dia menghela napas berat. Memegangi pinggang tuanya.
'' Hadeh.. Udah deh. Emang kerjaan saya begini. Mau gimana lagi.. ''
Dia melihat serpihan vas yang berserakan.
'' Tapi gara-gara bajingan itu, saya udah tau.. saya bakal dipecat, sialan. ''
Katanya.
Hyunwoo memandangi pecahan kaca yang berkilau di bawah lampu jalan. Kemudian ia menoleh kembali si bapak.
'' Gimana kalau saya aja.. yang jadi malingnya, pak? ''
Satpam itu monoleh, kaget.
'' Kamu? Serius? ''
Dari wajah tuanya, terlihat jelas, ia mempertimbangkannya. Bahkan matanya sedikit berbinar. Dia benar-benar takut dipecat.
'' Iya. Saya serius. ''
Hyunwoo mengangguk pelan, senyumnya tipis. Satpam itu langsung bersinar seperti anak kecil dapat hadiah.
'' Kamu baik juga ya, terima kasih anak muda. ''
Tapi, Hyunwoo bukan berniat menyelamatkan si bapak. Wajahnya tetap tenang, tapi dalam hati...
Dia punya tujuan lain.
