Bab 4 - Lantai 49
Pak satpam yang merasa telah berjasa besar, membawa Hyunwoo ke gedung A.Crop.
Tangannya digari ringan. Plastik transparan berisi pecahan vas dibawa dengan penuh kebanggaan oleh si bapak. Langkahnya mantap memasuki lobi mewah, seolah dia detektif veteran yang baru saja menangkap kriminal kelas kakap.
Hidungnya sedikit terangkat, senyumannya tipis penuh percaya diri.
Lobi utama gedung itu megah dan sejuk. Lantai mamer mengilap, lampu gantung kristal bergalantung dari langit-langit tinggi. Aroma mewah tercium dari parfum ruangan.
Tapi semua kemegahan itu tak membuat Hyunwoo bergeming. Matanya hanya memandangi sekeliling, tenang.
Seorang wanita baya, mengenakan seragam kebersihan, menghampiri mereka. Di belakangnya ada dua rekan cleaner wanita yang ikut kepo.
'' Eh pak, ini malingnya? ''
Suaranya ramah ala ibu-ibu korea.
Si satpam mengangguk penuh gaya.
'' Ya iyalah! Lihat nih! Tua-tua begini, masih bisa tangkap maling! ''
Dia mendongak bangga. Plastik serpihan kaca vas itu langsung ditunjukkan seperti trofi kemenangan.
Si ibu melirik Hyunwoo dari atas ke bawah.
'' Ih.. Masa ganteng tinggi kayak gini maling? Kayaknya bukan ini deh yang aku lihat tadi.. ''
Si satpam langsung gelagapan sedikit.
'' E-ehem! nggak.. ini kok malingnya. Nih buktinya.. ''
Ia menggoyangkan plastik pecahan kaca.
Si ibu memutar bola matanya, tapi mengangguk kagum.
'' Keren, pak... ih, jadi salting deh.. ''
'' Ehehe.. iyakan.. ''
Wajah si satpam sedikit memerah, bukan kerana marah, tapi bangga digoda ibu-ibu.
Hyunwoo hanya melihat drama itu dengan wajah datar. Tangannya yang digari gatal, tapi dia menahan diri.
Pandangan matanya melirik ke jam dinding antik besar di atas resepsi. Pukul 8:51 malam.
Tiba-tiba...
Tak. Tak. Tak.
Suara langkah kaki dengan sepatu kulit mahal terdengar makin dekat.
Seketika suasana berubah kaku.
Pak Satpam langsung berdiri tegak. Para ibu cleaner bubar jalan dengan cepat, berpura-pura sibuk membersihkan sesuatu.
Seorang pria berusia 30-an datang. Wajahnya dingin, tegas, bersetelan jas hitam rapi. Dua pengawal berjalan satu langkah di belakangnya.
Matanya tajam, mengunci pandang pada Hyunwoo.
'' Jadi ini malingnya? ''
Pak Satpam menelan ludah.
'' I-iya, Chief. Ini malingnya. ''
Pria itu melirik dari bawah ke atas. Pandangan lama tertahan di mata merah Hyunwoo.
'' Bawa dia ''
Tanpa banyak bicara, kedua pengawal langsung menggiring Hyunwoo ke lift utama. Lantai 40.
Pak Satpam melihat punggung Hyunwoo yang menghilang di dalam lift. Ada rasa bangga, tapi juga.. sedikit rasa bersalah.
'' Waduh... Moga semua baik-baik aja.. ''
TING.
Pintu lift terbuka di lantai 40.
Ruangannya lapang, modern, dinding kaca memperlihatkan pemandangan Seoul malam hari.
Hyunwoo didudukan di sofa.
Dua pengawal berjaga di kanan-kiri.
Sementara pria itu, Chief, duduk di hadapannya, dipisahkan meja kopi kayu gelap yang elegan.
'' Melihat wajah kamu.. tidak ada penyesalan sama sekali.''
Nada suaranya tenang, tapi menyimpannya api kecil.
'' Kamu tahu tidak, vas yang kamu curi itu sangat penting dan sangat mahal? ''
Diam. Hyunwoo hanya melihatnya.
'' Ah... pasti kamu tahu itu mahal, kerana itu kamu curi. Tapi, semahal apa kamu tahu vas itu? ''
Hyunwoo hanya mengangkat bahu pelan. Ringan. Nyaris angkuh.
Bikin kening Sangwo berkerut dalam.
'' Vas itu benilai 380 juta Won. Hampir $300,000 USD ( Kira-kira 4,95 miliar rupiah ). Itu barang lelang dari kolektor Shanghai. Sudah diasunransikan, tapi tetap, nilainya tak tergantikan. ''
'' Kamu tahu kan, kamu harus bayar ganti rugi? ''
Seketika kening Hyunwoo sedikit terangkat. Dalam pikirannya, wajar saja orang mencuri. Lagian kenapa juga vas mahal begitu cuma dipajang di lobi, tanpa pelindung. Cita rasa orang kaya memang aneh.
Tapi ia hanya tersenyum tipis.
'' Baiklah. Saya faham.''
Sangwoo membuang napas keras. Ia mulai jengkel. Bukan kerana jawaban Hyunwoo.. tapi kerana ketenangan yang menusuk.
'' Dasar. Kamu terlihat sangat yakin ya bisa bayar ganti rugi.''
Nada biacaranya kini mulai melepas kesopanan.
'' Kalau begitu, tandatangani kontrak ini. Kontrak untuk membayar ganti rugi sepenuhnya! ''
Sangwo mengeluarkan satu dokumen tipis, lengkap dengan stempel perusahaan.
'' jika kamu menolak.. aku akan blacklist namamu dari seluruh data pekerjaan dan sistem penduduk negara ini. Bahkan kamu tak bisa buka rekening bank.''
Ancaman resmi.
Tanpa bicara, Hyunwoo langsung mengambil pulpen, menandatangi kontrak itu. Tangan masih dalam gari. Gerakannya tenang.
Sangwo mendengus.
Dia berdiri, menatap Hyunwoo sekali lagi dengan pandangan penuh amarah dan bingung. Kemudian meninggalkan ruangan bersama para pengawalnya.
Hyunwoo hanya duduk diam. Matanya melirik ke arah meja kerja besar itu.
Membaca nama yang terpampang jelas...
'' Sangwoo Han - COO of A.Crop Holding World ''
***
Tik... Tik...
Bunyi Jam dinding berdetak pelan, menusuk keheningan ruang. Suasanannya hampa. Tak ada suara, tak ada gerakan, kecuali jarum detik yang terus melaju.
Hyunwoo duduk diam, wajahnya tenang seperti biasa. Tapi matanya... matanya tajam seperti binatang liar yang mencium kehadiran sesuatu yang tidak terlihat. Jantungnya mulai berdebar. Perlahan, sensasi itu datang, gelombang energi yang tak asing baginya. Pemilik energi itu.. ada di gedung ini.
Dia menarik napas, mencoba tetap tenang. Tapi dua orang pengawal yang menjaganya tak memberinya ruang untuk bergerak.
Dia berdiri.
'' Hei! Mau kemana kamu? Duduk!'' Tegur salah satu dari mereka.
Hyunwoo menoleh. '' Maaf, saya kebelet pipis.''
'' Tak bisa. Tahan aja!'' balas satunya, nadanya datar, tak menggubris.
Hyunwoo mengangkat kening. '' Ga bisa? '' Matanya tetap tenang, tapi ada bahaya tersembunyi di balik tatapan itu.
'' Tahan, bajingan! Duduk! '' bentak mereka.
Terlambat.
Dengan satu dorongan cepat menggunakan kaki, dia menendang sisi sofa tempat dia duduk, membuat salah satu pengawal terdorong mundur, terbentur dinding dengan suara tumpul.
'' BAJINGAN! MAU NGAPAIN KAMU! ''
Suara itu menggema bersamaan dengan kilatan logam, salah satu dari mereka mencoba menarik stun gun. Tapi sebelum sempat mengarahkannya, kaki panjang Hyunwoo bergerak. Sekali tendang, senjata itu terlempar ke sisi ruangan.
Yang satu lagi mencoba hal sama, tangan ke pinggang, ingin menarik senjata. Tapi sofa itu kembali jadi senjata. Sekali lagi, Hyunwoo mendorongnya dengan seluruh kekuatan kakinya. Pengawal itu tehuyung, perutnya terjepit sudut kayu sofa.
'' Si.. Sialan! '' erang mereka.
Hyunwoo tak menunggu. Satu tendangan lagi. Kali ini kuat dan tepat sasaran, memaksa mereka bertekuk lutut.
Dia maju dengan langkah tenang. Menunduk mengambil stun gun yang tadi terlempar. Tangan kanannya masih bergari, tapi gerakannya tetap mantap.
'' Kalian tidur dulu,'' Ucapnya dingin, nyaris berbisik.
ZTTT.
Satu tembakan, lalu satu lagi. Aru listrik menghantam tubuh mereka, membuat keduanya mengerang sebentar sebelum tubuh mereka ambruk, Tak sadarkan diri.
Hyunwoo berdiri sejenak. Dengusan pendek keluar dari hidungnya.
Lalu dia berjalan keluar. Tangannya masih terbogol, tapi langkahnya tak tergesa. Seperti seseorang yang tahu betul apa yang dia lakukan. Seorang pekerja sempat menoleh padanya, menatap curiga. Tapi Hyunwoo membalas dengan hanya dengan anggukan sopan.
Tak ada yang menghentikkannya.
Stun gun dia selipkan di balik pinggangnya, tersembunyi di antara celana dan perutnya yang berotot.
Langkahnya menuju lift. Matanya menyipit, merasakan arah sumber energi itu, semakin jelas.
