Delapan
Pagi ini Sean bergegas untuk pergi ke gereja, rutinitas setiap minggu pagi. Setelah selesai bersiap-siap, seperti manusia pada umumnya Sean membuka akun instagramnya.
Membuka snapgram teman-temannya yang berisi produk endorse, menscroll feed yang warnanya membuat mata Sean buta saking orangenya, dan mengecek direct message.
Setelah Esa mengunggah video klarifikasinya, semua berangsur-angsur reda. Tidak ada fans fanatik Eaa yang selalu menyampah di akun Sean. Namun ada satu pesan yang membuatnya bingung karena sang pengirim tidak hanya mengirimkan kepada Sean saja, Kania dan Esa pun mendapat kiriman tersebut.
Sean sudah menyiapkan kata-kata yang akan dia semprotkan jika lelaki ini mengusiknya.
Namun, alih-alih mengeluarkan kata-kata kasar, mata Sean malah berembun ketika membaca setiap kata yang tertulis. Sean memang lelaki brengsek, tapi bukan berarti Sean tidak punya hati dan perasaan. Ketika selesai membaca pesan tersebut hati Sean hancur, seperti diremas dengan kuat dan membuat dadanya sesak.
Orang yang mengirim pesan tersebut adalah Kakak laki-laki gadis yang sudah Esa nodai, itu adalah Kakak seorang Kalula. Gadis malang yang entah bagaimana nasibnya sekarang.
Tanpa sadar Sean menitikan airmata. Lelaki tampan itu bertanya-tanya apa yang terjadi dengan Kalula? Bagaimana keadaannya sekarang?
Sean kira, Kalula akan membuat statment untuk menyanggah semua ucapan Esa. Tapi pikirannya salah total, gadis itu bahkan tidak pernah menunjukkan batang hidungnya sedikit pun.
Kali ini Sean tidak bisa beribadah dengan fokus, pikirannya melayang dan terus mengingat kata-kata yang tertulis dari Kakak Lala.
Setelah selesai melaksanakan kewajibannya sebagai umat beragama, Sean langsung pergi ke tempat dimana manusia-manusia bengis yang menjadi temannya berkumpul.
Baru saja Sean membuka pintu, tapi suara perkelahian sudah menghiasi telinganya.
"Ya terus lo percaya? Pantes ya lo tuh digoblokin cowok mulu, orang asing ngirim pesan gitu aja lo langsung geger!" Esa menatap Kania nyalang, lelaki itu terlihat begitu marah.
Kania mendengus. "Lo tuh penganut iblis apa gimana? Gak punya hati banget. Terserah lo mau ngomong apa, pokoknya bakal gue cari itu Kalula sama abangnya. Gak peduli sama mulut sampah lo!"
Sean menghampiri kedua temannya yang sedang adu mulut tersebut. "Sa, Nia, kenapa sih ribut-ribut?"
"Temen lo nih kayak anjing!"
"Temen lo nih bangsat banget!"
Wow, jadi sekarang gue berteman dengan anjing dan bangsat. Batinnya.
"Napas dulu, bray. Omongin baik-baik, ada apa." katanya.
Kania menghela napas. "Lo juga dapat pesan dari Kakaknya Lala kan, Yan?" tanyanya.
Sean terdiam sesaat dan mengangguk.
Esa mendecih. "Coba lo pikir, ngapain dia ngedm lo berdua padahal masalahnya sama gue? Karena itu orang caper. Ngapain dipikirin sih?"
"Liat temen lo nih, Yan! Pagi-pagi gue kesini buat nanya kita mau gimana sama Lala, eh dia malah marah, ngata-ngatain gue segala macem. Emang sinting si anjing mah!" kata Kania kesel.
Esa menatap tidak terima. "Ya lo bayangin aja, ngapain pagi-pagi ngomongin gituan? Penting gak? Gue baru aja tidur nyenyak eh nih lonte malah gangguin!" timpalnya.
"Lo yang gak penting anjing!"
"Kalo gue gak penting lo apa? Sampah?!"
Sean memijat kepalanya mendengar ocehan yang keluar dari mulut kedua temannya tersebut. Seperti anak kecil.
"Woy! Udah napa, apaan sih berisik banget lo pada kayak artis bokep! Diem dulu napa, kan gue bilang santai dulu." kata Sean mencoba menengahi.
Esa menyalakan rokoknya dan dengan sengaja membuang asap ke depan wajah Kania. "Lo, cewek anjing yang gak tau diri, terserah hidup lo sama keluarga lo lah mau ngapain! Lo mau nyari itu cewek gak penting? Terserah! Mau sok jadi malaikat? Juga terserah, tapi pas lo tinggalin ini apart gue, jangan harap lo bisa kerja lagi sama gue. Biar sekalian lo jadi jab--"
Kania terkekeh."Lo pikir gue emang gak berguna banget, Sa? Gue sarjana, Sa. Saat gue berhenti jadi manager lo, gue yakin bisa dapet kerjaan yang lebih baik. Emang selama ini gue kerja sama lo hanya atas dasar uang? Lo salah. Kalo lo cari orang lain dan mereka tau sifat asli lo, gue yakin Esa Naraya not gonna be that famous again. Tapi kalo lo emang mau gitu, oke fine." Kania menarik napas sebelum melanjutkan ucapannya,"Gue akan cari Lala, Sa. Bukan karena apa-apa, tapi gue perempuan dan apa yang Lala alamin pasti berat. gue gak ngerti apa yang merubah lo sampe bisa sejahat ini, materi kah? Uang yang lo punya gak akan bisa membeli semua hal yang udah lo rusak dari cewek itu. Tapi yaudah, lo lanjutin aja apa yang lo lakuin. Cuman untuk gue, gue gak mau hidup dalam rasa bersalah selamanya."
Kedua lelaki tersebut hanya terdiam ketika mendengar ucapan yang Kania keluarkan barusan. Esa tidak mengatakan apa-apa lagi setelahnya.
"Kania bener, Sa. You changed a lot, gue bahkan memiliki pertanyaan yang sama dengan Kakaknya Kalula ke lo, apa sih yang Kalula lakuin ke lo sampai lo segininya ke dia? Lo keterlaluan."
Kania mendengus. "Terserah lo berdua mau ngapain disini, sodomi kek apa kek, gue mau cabut cari Lala."
Belum 10 langkah kaki Kania menjauh dari Esa dan Sean, suara Sean tiba-tiba mengintrupsinya.
"Apa lagi, nyet?" tanya Kania nyolot.
Sean menatap Esa sesaat sebelum akhirnya membalikan badan dan menyusul Kania.
"Gue ikut. Gue juga mau cari Lala."
***
Hal pertama yang Kania lakukan adalah menanyakan keberadaan Kalula lewat Kakak lelakinya, tetapi sudah berjam-jam tidak ada satupun jawaban untuknya.
"Belum dibales juga, Ni?" tanya Sean. Kania menggeleng lemas, "Belum, gimana dong?"
Sean menghela napas. "Yaudah modal nekat aja, gimana?" tanyanya.
"Hmm?"
"Gue udah pesen tiket ke Jogja, kita langsung kesana aja. Masalah dimana, nanti kita cari pelan-pelan."
"Lo yakin, Yan?"
"Lo yakin gak? Kalo lo yakin gue yakin." kata Sean.
Kania akhirnya tersenyum tipis. "Gue yakin. Let's fine her."
Selama di pesawat, baik Kania ataupun Sean tidak membuka ponsel mereka sama sekali. Kedua manusia itu tertidur dengan pulas, katanya untuk mengumpulkan energi ketika mencari Lala nanti.
Baru saja kaki Kania menapaki bandara Adi Sucipto, namun ponselnya bergetar tidak henti-henti. Entah notifikasi apa yang membuat ponselnya bergetar sebar-bar itu. Padahal itu adalah ponsel pribadi Kania, bukan ponselnya untuk bekerja.
200 missed call dari Esa Naraya hanya dalam waktu 2 jam. Lagi-lagi ponselnya bergetar dan nama yang sama pula penyebabnya.
"Apa hah?! Gue di Jogja sama Sean, serius lah goblok ngapain bercanda. Pulang? Gue baru sampe, Sa. Ngapain sih? Hah? N-nyokap sama adik lo kenapa?"
