Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

Leon baru saja datang ke area balapan liar menggunakan mobil kesayangannya Zenvo ST1 berwarna hitam pekat dengan volet merah dan lampu berwarna putih menyala mampu menembus jalanan.

Banyak orang sudah berkumpul di sana. Malam ini Leon datang sendirian karena Datan sibuk dengan teman kencannya. Ia menuruni mobil itu dengan hanya memakai kaos putihnya. Beberapa wanita menghampirinya dan berusaha untuk menyapa dan mengajak ngobrol Leon. Tetapi sang Ice King itu hanya melengos begitu saja membuat para wanita mencibir kesal. Leon memang sulit di gapai

Leon berjalan menghampiri Doni, orang yang mengatur acara ini. Ia berbincang-bincang dengannya untuk melakukan balapan seperti biasanya.

Doni mengatakan kalau ada seorang pengemudi MOGE yang ingin balapan dengannya. Leon menyetujuinnya dengan bayaran motor dan mobil.

Start...

Leon menginjak gas mobilnya menyusuri jalanan kosong itu dengan seseorang menggunakan motor. Mereka saling susul menyusul untuk mencapai finish karena rutenya tak terlalu jauh.

Leon mulai menekan perselingnya dan menginjak gas mobilnya hingga hembusan angin kencang itu mampu meluruhkan gigi orang di pinggir jalan.

Pertandingan itu cukup ketat, dan sulit. Mereka saling susul menyusul, hingga Leon mampu menyalip motor itu. Dan tidak di sangka-sangka motor itu menyalip dari kiri Leon.

Pertandingan yang begitu ketat sekali, hingga mencapai finish....

Sial! Maki Leon. Hampir saja dirinya yang menang, tetapi si pengendara motor itu tidak lelah untuk menyusulnya hingga di garis finish ia melewati Leon dan hanya berbeda beberapa cm saja, lebih unggul si pengendara motor itu.

Semuanya bersorak dan kaget, karena sang raja jalanan dapat di kalahkan oleh seorang

Perempuan?

Leon mematung di tempatnya saat perempuan itu membuka helmnya. Rambut panjangnya terurai indah membuat Leon membeku di tempatnya. Wanita itu memiliki bola mata yang indah dan berwarna coklat, pipinya sedikit chubby.

Ia tersenyum kecil seraya mengibaskan rambut panjangnya dan berjalan mendekati Leon yang membeku di tempatnya.

"Selamat malam Tuan," ucapnya membuat Leon mengernyitkan dahinya. "Suatu kebanggaan bagi saya bisa mengalahkan raja jalanan di sini."

Leon tersenyum kecil tanpa ingin banyak bicara, ia mengeluarkan kunci mobilnya dari saku jaketnya dan menyimpannya di telapak tangan wanita itu dan berlalu pergi.

"Tunggu Tuan." Leon menghentikan gerakannya dan menoleh padanya.

"Ada apa?"

"Saya tidak butuh mobil Anda, saya tidak bisa menyetir," ucapnya dengan jujur seraya menyerahkan kunci mobil itu kembali ke telapak tangannya.

Leon menaikkan sebelah alisnya. "Berikan saja aku uang senilai 50 juta, dan mobil ini tetap menjadi milikmu."

"Kau berniat memerasku?" tanya Leon.

"Tidak sama sekali, aku hanya sedang membutuhkan uang," ucapnya sangat jujur sekali membuat Leon tersenyum kecil.

"Datanglah ke alamat ini." Leon menyerahkan kartu namanya ke wanita itu. "Aku akan memberikan apa yang kamu inginkan."

Setelah mengatakan itu Leon berlalu pergi meninggalkan wanita cantik itu dengan senyumannya.

Di dalam mobil Leon tersenyum kecil karena ini pertama kalinya ia kalah. Dan sialnya oleh seorang wanita.

"Siapa wanita itu sebenarnya?"

***

Leon baru pulang tepat pukul 11 malam. Dhika tengah duduk di ruang televisi sendirian. "Malam pa," sapa Leon dan beranjak menuju kamarnya.

"Leon, kemarilah." panggil Dhika membuat Leon menghentikan langkahnya yang hendak menaiki undakan tangga. 'Apa jangan jangan Papa mau negur masalah balapan?' batinnya.

Leon berjalan mendekati Dhika. Dhika terlihat mematikan televisi saat Leon sudah duduk di sofa single. Dhika yang memakai tranning coklat dan kaos polo putihnya terlihat santai duduk dengan tumpang kaki.

Dhika masih terdiam, tetapi Leon sudah merasakan aura tak bersahabat dari papanya. Leon tau dirinya salah di sini, apalagi kalau Papanya tau Leon pernah bertaruh sebuah mobil sport untuk permainan balapannya seperti malam ini.

"Leon, Papa dengar dari Daddy kalau kamu dan Datan tergabung dalam kegiatan balapan liar. Apa itu benar?" Tanya Dhika to the point menatap Leon tajam.

"Itu-" Leon terdiam sesaat, bingung harus menjawab apa.

Dhika memang tak pernah marah pada anaknya, ini pertama kalinya Leon melihat aura yang tak bersahabat dalam diri Dhika.

"Katakan Leon!" tegas Dhika menyentakkan Leon. "Papa ingin kamu yang mengatakannya dengan jujur."

"Iya Pa, maafkan Leon," ujar Leon menunduk. Dhika terlihat menghebuskan nafasnya berat.

"Leon, kamu tau kan itu sangat berbahaya. Kalian juga berjudi di dalam permainan itu," ujar Dhika.

"Iya Pa, Leon tau," cicit Leon.

"Kalau kamu tau kenapa kamu tetap melakukannya, Leon?" Tanya Dhika.

"Maaf Pa."

"Berapa kali kamu bermain judi? Dan apa yang kamu dapat?" Tanya Dhika membuat Leon mengusap tengkuknya.

Benar kata sang Mama tersayangnya, jangan membuat Papamu marah.

Papa selama ini selalu sabar menghadapi tingkah kalian bertiga, kalau Papa sudah marah. Kamu akan langsung berkeringat dingin. Dan itu di akui Leon sekarang ini, Leon orang yang tak pernah takut apapun dan tak pernah di intimidasi oleh siapapun. Dia lelaki yang cuek dan tak memperdulikan sekitarnya. Tapi hanya di tatap penuh intimidasi oleh Papanya, Leon merasa mulai tak nyaman.

"Leon, Papa tanya kamu punya mulut untuk menjawab kan?" ujar Dhika tajam.

"Sudah sering Pa, Leon dapat mobil sport. Di sana jarang bertaruh uang, tapi langsung mobil."

"Berapa mobil yang kamu dapat?" Tanya Dhika.

"3 mobil Pa, mobil Jaguar putih, SUV hijau dan Lamborghini merah yang kemarin ada di showroom," cicitnya.

"Dan sekarang dimana ke tiga mobil itu?" Tanya Dhika.

"Ada di bengkel," jawab Leon.

"Kembalikan ke tiga mobil itu pada pemiliknya atau kamu bakar saja," ujar Dhika membuat Leon mengernyitkan dahinya.

"Tapi Pa-"

"Kenapa? Kamu mau menjualnya, atau mau terus kamu simpan? Leon judi itu perbuatan dosa besar, Papa tak pernah mengajarkan kamu untuk berbuat judi, Leon!" ujar Dhika yang sudah kesal.

"Papa kira ucapan Daddy kamu itu bohong, tapi ternyata benar. Papa kecewa sama kamu Leon!" tegasnya.

"Maafin Leon, Pa."

"Sudahlah, pokoknya setelah ini Papa tidak mau dengar lagi kalau kamu ikut balapan liar, dan kamu tidak boleh ikutan kegiatan apapun di kampus selama satu bulan ini," ujar Dhika.

"Tapi Pa," ujar Leon tak terima. "sebentar lagi Leon ada turnamen basket antar kampus."

"Papa tidak mau tau, itu hukuman kamu. Kamu harus sudah ada di rumah setelah jam kuliah berakhir, dan jangan coba-coba bohong sama Papa. Sekarang kamu kembali kan kunci mobil kamu sama Papa," ujar Dhika menengadahkan tangannya.

"Lalu Leon ke kampus bagaimana Pa?"

"Kamu berangkat dan pulang bareng Leonna, cepat kasih ke Papa kunci mobilnya?" dengan berat hati Leonpun menyerahkan kunci mobilnya ke Papanya.

"Syukur tidak Papa tutup semua fasilitasmu, sekarang kembali ke kamar dan istirahat. Ingat hukumanmu berlaku dari mulai besok," ujar Dhika dan berlalu pergi meninggalkan Leon yang merengut.

"Arrghh sialan! Ini gara-gara si kunyuk Datan yang gak hati-hati," gumam Leon kesal dan langsung menyambar tasnya menuju kamarnya.

Dhika masuk ke dalam kamar dan menyimpan kunci mobil Leon ke laci nakas di sana. Lita terlihat masih sibuk membaca buku di atas ranjang.

"Kamu gak keras kan mendidik Leon," tanya Lita membuat Dhika merebahkan dirinya di atas ranjang dengan kepalanya yang di sandarkan ke paha Thalita.

"Tidak, aku hanya memberi dia sedikit hukuman. Aku kecewa padanya, harusnya Leon kita masukan ke pesantren dulu," ujar Dhika.

"Namanya juga anak muda, Sayang. Dia pasti terpengaruh pergaulan di kampusnya. Kamu kayak yang gak pernah muda saja," ujar Lita.

"Iya tapi aku gak sampai senakal Leon, aku pikir yang harus selalu ku perhatikan hanya Leonna dan Adrian. Aku pikir Leon sudah cukup dewasa untuk mengatur hidupnya sendiri, tetapi aku salah," ujar Dhika.

"Bagaimanapun usia Leon masih 20 tahun, dia masih butuh bimbingan kita. Pria biasanya mulai dewasa di usia 25 tahun. Dan lagi kamu juga waktu berumur 21 tahun, kamu juga sama kan belum bersikap dewasa," sindir Lita.

"Kenapa sekarang kamu malah membahas aku?" ujar Dhika tak terima.

"Karena kita mendidik anak harus lihat dari pengalaman kita juga saat kita masih muda, anak tidak bisa harus terus di kerasin dan di manja. Bagaimanapun caranya kita harus bisa memahami hati sang anak, jadi tidak sulit untuk menegur dan mengingatkannya saat mereka salah," ujar Lita panjang lebar.

"Kamu memang Ibu yang baik, aku tak salah pilih," ujar Dhika tersenyum seraya membelai pipi Thalita dengan sayang.

"Aku juga banyak belajar dari pengalaman kita di masa lalu, Dhika. Aku ingin dekat dengan anak-anakku. Aku ingin mereka tak menyembunyikan apapun dariku," ujar Lita.

"Iya dan kamu malah menyembunyikan kelakuan Leon dariku," sindir Dhika.

"Maaf Sayang, aku pikir Leon telat pulang karena diem di bengkel," ujar Lita.

"Jangan menyembunyikan apapun dariku lagi, Sayang. Terutama masalah anak-anak kita."

"baiklah suamiku Sayang," ujar Lita tersenyum. Dhika mengambil sebelah tangan Lita dan menyimpannya di depan dada.

"Kita harus bekerjasama untuk membuat anak-anak kita bahagia, itu tugas kita sekarang, Sayang," ujar Dhika dan Lita menganggukkan kepalanya setuju.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel