Bab 13
Leon baru saja selesai menemani Azzura mengantarkan pesanannya, karena begitu banyak pesanan membuat Azzura sedikit kewalahan.
"Aku antar kamu kemana?" Tanya Leon, Karena sampai sekarang Leon belum pernah pergi ke rumah Azzura.
"Apa kamu mau bertemu dengan adik-adikku?" Tanya Azzura.
"Boleh," ucap Leon.
"Tapi tidak bisa masuk mobil," tambah Azzura.
"Tidak masalah, kita bisa jalan kaki," ucap Leonn membuat Azzura tersenyum.
Leonard dan Azzura berjalan kaki menyusuri gang kecil. Banyak rumah dusun di sana dan jalannya terlihat becek dan kotor. "Jangan kaget yah, jalannya begini," ucap Azzura merasa tak enak pada Leonard.
"Tidak masalah, santai saja." ucap Leon dengan senyuman manisnya.
Setelah berjalan cukup jauh menyusuri jalanan sempit dan kotor juga penuh penduduk, mereka akhirnya sampai di rumah Azzura.
"Silahkan masuk, ini rumahku." Azzura membuka pagar rumahnya.
Leon terpekik kaget melihat kondisi rumah Azzura, ini bukanlah sebuah rumah. Lebih tepatnya gubuk. Ada 10 orang anak kecil yang bermain di halaman rumah, 4 orang laki-laki dan 7 orang perempuan. Mereka semua terlihat sekitar berumur 12 tahun ke bawah, dan ada yang sangat kecil di antara mereka sekitar 5 tahun.
Rumah yang mereka tempati hanya satu petak dan terlihat terbuka, dindingnya terbuat dari bilik yang terbuat dari kayu yang di rajin lagi. Bahkan beberapa ada sobekan, atap rumah mereka bahkan tidak semuanya ada genteng, Leon sangat miris melihat kondisi ini. Sedangkan dia tinggal di tempat yang sangat nyaman.
"Assalamu'alaikum semuanyaaaa," teriak Azzura dan berlari memeluk semua anak-anak yang bermain itu.
"Kakak!" teriak mereka.
Leon masih berdiri di tempatnya melihat interaksi mereka. "Lihat, dagangan Kakak laku semuanya.. Yeeaayy!" teriak Azzura.
'Bahkan mereka masih bisa tertawa puas dalam kondisi seperti ini,' batin Leon.
"Oh iya kenalin ini teman Kakak, namanya kak Leonard," ucap Azzura.
"Itu pacar Kakak yah," celetuk seorang anak membuat Azzura menutup mulutnya.
"Hush, kamu ini masih kecil kok ngomongnya pacar pacaran," tegur Azzura membuat Leon tersenyum kecil. "Ayo cepat sana, salam."
"Hai Kakak tampan, aku Nita."
"Aku Laila, Kak."
"Aku Nala."
Dan beruntunlah mereka memperkenalkan diri, membuat Leon merasa senang berkenalan dengan mereka semua.
Azzura mengajak Leon masuk ke dalam rumah panggung itu, yang alasnyapun masih kayu. Bahkan Leon sedikit takut lantainya jebol karena suaranya saat diinjak. "Maaf yah, rumahku sangat sederhana," kekeh Azzura segera mengambil air minum dan beberapa kue sisa jualan tadi untuk di suguhkan ke Leon.
Leon menatap sekeliling, satu petak ini di bagi tiga ruangan. Di ujung sana hanya ada toilet yang di batasi bilik, juga di sampingnya ada dapur yang hanya di batasi oleh lemari usang. Di ruangan samping toilet, Leon yakin itu adaah kamar tidur. Karena ada kasur lipat di lantainya. Dan ruangan yang ia tempati saat ini cukup luas dan terbuka untuk sebuah ruang tamu yang bergabung dengan ruang tengah.
Tak ada proferty apapun disini, hanya ada beberapa rak dan lemari usang berisi pakaian dan juga buku. Tetapi walaupun keadaan seperti ini, Leon salut karena kondisi di sini begitu bersih. Tak ada yang terlihat berantakan, Azzura pintar mengurusi rumahnya sendiri.
Leon melirik ke arah kirinya dekat pintu masuk, disana terdapat sebuah papan tulis dan lemari dari plastik dua buah, tak ada lagi peralatan lain. Selain kerajinan-kerajinan dari kertas dan gambar-gambar yang di tempel di dinding.
"Di minum," ucapan Azzura menyadarkan Leon.
"Ah, iya." Leon meneguk air di dalam gelas yang di suguhkan oleh Azzura.
"Kamu pasti merasa risih yah, tempat ini memang sangat kotor dan juga panas," ucap Azzura karena melihat Leon yang sejak tadi terdiam dan hanya menatap sekeliling.
"Sudah berapa lama kamu tinggal disini?" Tanya Leon tanpa menjawab pertanyaan Azzura.
"Sudah 5 tahun," ucap Azzura.
"Dan kalian tidur di sini? Apa tidak bahaya, ini cukup jauh dari perkampungan di depan," ucap Leon.
"Kami sudah terbiasa, Leon." ucap Azzura.
"Dan kesepuluh anak itu, semuanya adik kamu?" Tanya Leon semakin kepo pada kehidupan Azzura.
"Bukan, kami bahkan tak ada ikatan darah sama sekali," ucap Azzura dengan tenang membuat Leon mengernyitkan dahinya.
"Dulu kami tinggal di sebuah panti asuhan, sejak kecil aku sudah tinggal di sana, setelah kepergian orangtuaku." Ucapnya dan Leon mendengarkannya dengan antusias. "Saat itu terjadi sebuah banjir bandang dan kedua orangtuaku tewas, aku berhasil menyelamatkan adikku. Aku bersama adikku yang masih sangat kecil tidak tau apa-apa dan tak mengenal siapa-siapa. Kami di bawa oleh seorang pria baik hati, namanya Pak Sholeh. Ternyata dia mempunyai sebuah panti asuhan anak-anak yatim piatu. Aku banyak belajar di sana, termasuk ilmu bela diri. Pak Sholeh mengajarkan segalanya. Tetapi saat usiaku 13 tahun, panti asuhan kami kebakaran, kebakaran yang menewaskan banyak orang. Termasuk pak Sholeh dan saudaraku yang lainnya, yang tersisa hanya kami." Ucap Azzura dengan senyumannya.
"Dan adikmu?"
"Dia tidak menjadi korban kebakaran, adikku sudah meninggalkan panti asuhan saat usianya 6 tahun, karena dia di adopsi oleh pasangan suami istri." Jelasnya membuat Leon terdiam.
"Setelah kejadian itu, aku merantau kesini. Dan bekerja serabutan. Apapun aku lakukan untuk membiayai ke sepuluh adikku dan bisa membangun gubuk ini, walau masih tak layak huni. Tapi kami sangat bersyukur dengan rezeki yang telah tuhan berikan. Aku merasa rezeki tak pernah berhenti mengalir untuk kehidupan kami," ucap Azzura tak terlihat sedih, hanya senyuman yang terpancar dari wajahnya. Leon merasa begitu kagum pada Azzura.
"Kalian tidak meneruskan sekola?" Tanya Leon.
"Tidak, sekola sekarang ini sangat mahal. Hanya keempat anak laki-laki itu yang sekola, karena suatu saat nanti mereka akan menjadi kepala keluarga dan sudah seharusnya pendidikan mereka tinggi, tidak sepertiku yang hanya lulusan SD," ucap Azzura.
"Lalu ini?" Leon menunjuk papan tulis dan beberapa hasil kerajinan.
"Kami belajar bersama di sini, setiap hari aku pasti mencari buku bekas atau membeli buku bekas di tukang loak. Untuk bahan kami belajar." penjelasan Azzura membuat Leon terharu mendengarnya.
"Saat itu aku melakukan balapan dan mendapatkan uang darimu, itu untuk biaya pengobatan Lidya yang harus melakukan operasi usus buntunya. Aku tidak memiliki keahlian lain, selain balapan." Leon ingat sekali saat itu Azzura terlihat terburu-buru dan ngotot.
"Dan malam itu di club malam, sebenarnya aku bekerja hanya sebagai tukang cuci piring. Tapi Munir yang akan masuk ke SMP, dia membutuhkan biaya sekola yang cukup besar. Aku bingung harus bagaimana, aku menerima tawarannya untuk melayani pelanggan di sana. Tetapi aku malah bertemu kamu, dan ucapan kamu membuatku tersentuh dan sadar. Kalau tidak semua jalan keluar dengan cara menjual diri," ucap Azzura tersenyum kecil.
"Lalu bagaimana dengan sekola Munir?" Tanya Leon.
"Aku menjual motor kesayanganku," kekeh Azzura. "Dan sebagian uangnya aku pakai untuk modal berdagang kue." Leon semakin tertarik dengan sosok Azzura, gadis remaja yang rela mengorbankan masa remaja nya hanya untuk mengurusi adik-adiknya. Dia berjuang untuk anak-anak yatim piatu.
"Perbuatan kamu sangat mulia," puji Leon dengan senyumannya.
"Tidak juga, aku melakukannya karena mereka adik-adikku," ucap Azzura yang di angguki Leon.
"Sebentar."
Azzura beranjak dan seketika sesuatu dalam tasnya terjatuh, membuat Leon mengambilnya dan membukanya. Ada beberapa foto yang di tempel di sana, dan di bawahnya terdapat tulisan kapan dan dalam kegiatan apa foto itu.
"Ya tuhan, buku ku jatuh," ucap Azzura dan Leon memberikannya ke Azzura.
"Buku apa?" Tanya Leon.
"Ini buku harianku." Azzura terkekeh.
"Buku harian?" Tanya Leon, baru kali ini melihat buku harian yang isinya foto semua.
"Iya, aku selalu mengambil potret setiap kejadian yang menurutku menarik dan berkesan untuk simpananku," kekeh Azzura dan beranjak menuju ke adik-adiknya.
"Menarik," gumam Leon tersenyum kecil.
***
Azzura kaget saat Leon datang kesana pagi-pagi sekali. "Hai," sapa Leon dengan senyum menawannya membuat Azzura malu karena belum mandi.
"Ka-kamu kenapa gak kasih tau dulu?" ucap Azzura terlihat sedikit merapihkan rambut dan wajahnya membuat Leon gemas karena terlihat lucu.
"Aku ingin melamar pekerjaan di sini, apa masih bisa?" ucapan Leon membuat Azzura mengernyitkan dahinya bingung.
"Maksud kamu apa?" Tanya Azzura tak paham.
"Aku ingin bekerja sebagai guru bahasa Inggris dan pelajaran lainnya di sini. Apa masih menerima lowongan?" tanya Leon.
"Ta-tapi?" Azzura bingung.
"Aku membantu dengan ikhlas tanpa harus ada bayaran," tambah Leon masih dengan senyuman yang mampu membuat lutut Azzura meleleh.
"I-itu, baiklah." gumam Azzura dengan senyum malu-malunya.
***
Waktupun berjalan, Leon mengajarkan beberapa hal pada ke sepuluh anak itu termasuk Azzura. Leon terlihat handal dalam menyampaikan materinya sehingga semua muridnya mampu memahaminya. Bahkan Leon rela menggotong dua kardus berisi buku-buku pelajaran bekas dia, Leonna dan Adrian untuk bahan ajar para anak-anak.
Azzura sangat tersentuh dengan kebaikan Leon yang tak pernah lelah membantunya. Bahkan tak merasa risih berteman dengannya, Leon juga mau membantunya membuat kue pesanan. Dan mengantarkannya.
Saat sedang asyik belajar, tiba-tiba saja hujan deras. Dan bocor dimana-mana memenuhi rumah itu. Semua anak-anak sibuk membereskan buku-buku agar tak terkena air hujan. Sedangkan Leon dan Azzura sibuk menyimpan beberapa ember di tempat yang bocor. Tetapi bocornya semakin banyak dan besar. "Tunggu di sini," ucap Leon memakai jaketnya dan menutupi kepalanya dengan kupluk jaket.
Leon memberanikan diri keluar rumah saat hujan deras dan angin yang cukup kencang. Ia menaiki tangga dan membenarkan genteng agar mengurangi kebocoran. Azzura semakin tersentuh melihat kebaikan Leon.
'Tuhan, siapakan pria ini? Dia bagaikan malaikat tanpa sayap yang kau kirimkan untukku dan adik-adikku. Apa aku terlalu lancang kalau menyimpan perasaan padanya?' batin Azzura.
"Kenapa keluar? Ayo masuk," ucap Leon mengajak Azzura masuk ke dalam gubuk.
Leon melepas jaketnya yang basah di dekat pintu masuk. "Ini lebih baik," ucap Leon menatap ke atap rumah yang kebocorannya sedikit berkurang.
"Ini minumlah tehnya." Azzura menyodorkan teh hangat ke Leon dan dengan segera Leon meneguknya.
"Aku tak memiliki pakaian pria dewasa, kamu pasti masuk angin," ucap Azzura.
"Tidak apa-apa," ucap Leon tersenyum manis.
Azzura selalu speechless menatap senyuman Leon yang memukau.
***
