bab 4
"Apa begini caramu bekerja! dengan bermalas-malasan!" ucap Kenzo yang tiba-tiba berdiri di belakang Arneta.
Arneta tersentak kaget, ia menoleh kebelakang dan melihat Kenzo yang berdiri tepat di belakang nya. 'kapan dia datang?' batinya dengan wajah gugup.
"Apa yang kau lakukan! bukanya bekerja kau malah bermalas-malasan!!" tuduh Kenzo dengan suara yang penuh penekanan.
"Tidak! aku tidak bermalas-malasan," jawab Arneta dengan sedikit kesal. 'hanya karena melihatku berdiri, bisa-bisanya dia menuduhku bermalas-malasan!' kesal Arneta lagi.
"Lalu apa yang kau lakukan!" tanya Kenzo dengan datar.
"Aku sedang mencabut rumput!" jawab Arneta dengan kembali berjongkok namun ia menjauh dari ulat yang masih menempel dibawah daun.
"kau harus mencabut semua rumput liar tanpa ada yang tersisa, dan selesaikan hari ini juga!!" tegas Kenzo.
Tangan Arneta yang sedang mencabut rumput terhenti, lalu ia membawa pandangannya kearah Kenzo, "Mana mungkin menyelesaikan semua ini sekarang, hari juga hampir gelap," ucap Arneta yang menyelipkan nada sedikit protes atas ucapan Kenzo.
"Aku tidak perduli! jika kau tak menyelesaikan semuanya kau tidak akan dapat jatah makan sampai seminggu kedepan!!" ucapnya dan langsung pergi begitusaja tanpa memperdulikan tatapan kesal Arneta padanya.
Arneta menghela nafas kasar, Kenzo benar-benar ingin mempermainkannya.
Dengan raut muka penuh frustrasi, Arneta berusaha melanjutkan pekerjaannya. Suara Kenzo yang keras dan tanpa empati masih terngiang di telinganya, "hah..."
Arneta berdiri di tengah halaman, menatap langit yang mulai gelap, mencari jawaban atas perlakuan Kenzo. "Benarkah lelaki sepertinya baik padamu?" gumamnya, berharap Rea menjawab ucapanya itu. Namun, tidak ada jawaban yang mengudara, hanya hening yang semakin menggigit.
Dengan langkah yang berat, dia kembali ke tugasnya, mencabut rumput dan menggali tanah dengan cangkul yang sudah mulai berkarat. Setiap angkat cangkul terasa semakin berat, mirip dengan beban di hatinya.
Arneta berusaha keras menahan air matanya, dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya, terutama tidak kepada Kenzo. Tetapi, dalam kesendirian itu, Arneta merasa semakin terpuruk. Perlakuan Kenzo yang lebih mirip dengan tuntutan tanpa keadilan itu bukan hanya tentang pekerjaan, tapi juga tentang mengontrol aspek paling dasar dari kehidupannya—makan.
Pikiran tentang makanan, yang seharusnya menjadi hak dasar setiap manusia, sekarang menjadi alat pemaksaan dalam tangan Kenzo. Arneta merasakan kekesalan yang mendalam, sebuah campuran antara kemarahan dan keputusasaan.
Namun, dia bertekad untuk tidak membiarkan Kenzo menghancurkan semangatnya. Dia akan menyelesaikan pekerjaannya, tidak untuk Kenzo, tetapi untuk membuktikan bahwa dia bisa bertahan, meski dalam cobaan yang paling berat sekalipun.
.
.
.
Sementara itu Kenzo terlihat sedang duduk di ruang kerjanya, matanya yang berbalut kacamata bening terlihat menatap layar monitor dengan jeli, wajahnya datar seperti memendam amarah yang entah apa sebabnya.
"Alan!!" pangilnya dengan suara keras.
Alan yang berdiri di luar langsung masuk setelah mendengar panggilan dari tuannya. "ya tuan?"
"siapkan mobil! Kita memiliki masalah di markas," perintahnya dengan tegas.
"baik tuan, akan saya siapkan mobil segera,"
Kenzo menatap jam rolex yang melingkar di tangannya, waktu menunjukan jam 10 malam 'tak mungkin wanita itu masih bekerja kan?' batinya.
Kenzo kemudian berdiri, berganti pakaian dan turun kebawah, beberapa pengawalnya sudah menunggunya di depan mansion, saat ingin masuk kedalam mobilnya Kenzo menoleh kesamping, ia menatap Arneta yang juga tengah menatapnya.
Arneta masih berada ditangan, bahkan penampilannya benar-benar terlihat berantakan, wajah lelahnya jugaa tergambar jelas. Namum Kenzo hanya menatap Arneta sesaat, ia langsung masuk kedalam mobilnya tanpa berkata apapun.
"mau kemana dia malam-malam begini," gumam Arneta, "apa dia ingin menemui kekasihnya? tapi apapun itu bukankah dia harusnya menyuruhku berhenti! aku tak mungkin bisa menyelesaikan ini sekarang, taman ini terlalu luas," ucapnya dengan lirih.
kruk!
kruk!
Arneta memegang perutnya saat perutnya berbunyi. Wajah Arneta yang pucat dan rambutnya yang kusut menambah gambaran kelelahannya. Dia masih berdiri di pinggir taman yang luas, dengan mata yang sembab menatap mobil Kenzo yang sudah mulai menjauh.
Tangan kanannya meremas erat saputangan, sementara tangan kirinya menahan sakit di perut yang terasa semakin menusuk. Di tengah keheningan malam yang hanya ditemani suara jangkrik, pikirannya melayang mempertanyakan ke mana perginya Kenzo di waktu yang begitu larut. Namum ia juga tak mau tau bukankah lebih bagus jika dia pergi dan tak kembali.
Arneta mencoba mengambil langkah, namun kaki gemetarannya tak kuasa menopang tubuh lelahnya. Dia terduduk di salah satu bangku taman, mencoba mengendalikan dirinya.
"nona, anda boleh istirahat jika anda lelah," ucap kepala pelayan yang mendekati Arneta.
"benarkah? namun bagaimana jika Kenzo marah, aku bahkan belum menyelesaikan semuanya,"
"tuan Kenzo yang menyuruh Anda untuk beristirahat," ujarnya dengan tersenyum.
"baiklah, aku juga sudah tak mampu melakukan ini lagi," dengan langkah gemetarnya Arneta kembali kekamarnya, tubuhnya benar-benar terasa ingin patah menjadi 10 bagian.
Arneta membuka pintu, lalu kedua matanya berbinar saat melihat makanan di atas meja makan, tanpa mencuci tangannya Arneta mengambil piring dan mulai melahap makanan itu dengan rakus. Ia tak perduli jika tangannya kotor, yang di pikirannya sekarang hanyalah mengisi perut sebelum pingsan.
"aahh, begini ternyata rasanya kenyang!" ucapnya setelah menghabiskan semua makanannya. setelah makan Arneta segera membersihkan diri, dan mulai beristirahat. ia berharap jika esok akan lebih baik lagi dari ini.
****
"kau tak percaya bekerja!!" teriak Kenzo pada anak buahnya.
"maafkan kami tuan,"
"kau pikir kata maaf mampu mengembalikan uangku yang hilang!" Kenzo terlihat begitu marah ketika anak buahnya memberi tau jika penyelundupan narkoba yang dilakukan anak buahnya terendus oleh polisi dan semua barang disita oleh polisi.
"bereskan semuanya!! jangan sampai polisi tau markas kita, dan jangan sampai mereka tau jika aku pemilik barang haram itu, mengerti!" ucapnya dengan mencengkram kerah anak buahnya.
"mengerti tuan, saya akan membereskan semuanya, akan saya pastikan jika polisi itu tak lagi mengusut kasus ini,"
Kenzo mendorong lelaki itu jadinya dia terjatuh di lantai, "sebaiknya kau lakukan dengan baik atau aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!"
"sial! beraninya mereka mengambil barangku!" kesal Kenzo, Kenzo beranjak pergi dengan di ikuti Alan, Kenzo masuk kedalam gudang, Kenzo mulai mengecek beberapa obat-obatan yang sudah ia produksi sendiri.
"kereta kehilangan banyak tuan," ucap Alan.
"pastikan mereka membuat lagi, kita harus segera mengirim barang ke Tiongkok dengan jumlah yang cukup banyak," Kenzo menatap Alan. "aku tak mau kehilangan pelanggan, kau mengerti!" nada suara Kenzo terdengar tenang namun mengandung sebuah arti hingga Alan sedikit merinding mendengarnya.
"ba-baik tuan,"
Kenzo kembali berjalan keluar, duduk di ruangannya selama beberapa saat, Kenzo menghabiskan beberapa batang rokok sebelum ia kembali ke mansion.
