bab 5
Kenzo kembali ke mansion pada dini hari. Meski matanya terlihat lelah dan redup, ia tidak langsung masuk ke dalam mansionnya. Sebaliknya, ia memilih untuk pergi ke belakang mansion. Namun walau matanya terlihat lelah, wajah marahnya masih tergambar dengan jelas.
Pagi yang gelap dan senyap mengiringi langkah Kenzo yang terburu-buru menuju bagian belakang mansion yang tersembunyi oleh kegelapan. Cahaya bulan pun tampak enggan menerangi area tersebut, seolah tahu bahwa tempat itu menyimpan rahasia gelap yang tak boleh terungkap. Kenzo, dengan langkah yang mantap dan pandangan tajam, melintasi kandang kuda yang sunyi dan terus berjalan menuju sebuah gudang terpencil.
Gudang itu tampak tidak terawat dan ditumbuhi oleh semak belukar yang lebat, membuatnya semakin terlihat terlarang dan misterius. Kenzo mengeluarkan kunci dari saku jasnya yang tebal, membuka gembok besi yang kokoh pada pintu gudang, dan mendorong pintu tersebut dengan sebuah desahan berat.
Di dalam, lampu-lampu redup menyala, memperlihatkan beberapa pekerja yang sibuk mengolah bahan kimia dan mesin-mesin yang beroperasi tanpa henti. Bau kimia yang menyengat langsung menyapa hidung Kenzo, namun ia sudah terlalu terbiasa dengan bau tersebut hingga tak lagi terganggu. "Selesaikan semuanya secepatnya! Aku tidak mau membuat pelanganku menunggu!" teriak Kenzo dengan suara yang berat dan penuh otoritas.
Para pekerja yang tampak lelah seketika menjawab serentak, "Baik Bos," sambil kembali fokus pada tugas mereka masing-masing. Mesin-mesin terus berputar, tabung-tabung reaksi mengeluarkan asap, dan tumpukan bahan kimia yang belum diolah terlihat menumpuk di sudut ruangan.
Kenzo mengawasi semua itu dengan tatapan yang dingin dan tajam, memastikan tidak ada satu gram pun yang terbuang sia-sia. Di ruang rahasia ini, setiap detik dan setiap gerakan berharga, semuanya demi mempertahankan kekayaan dan kekuasaan yang telah ia bangun.
Saat mengingat barang-barang miliknya tertangkap oleh polisi, hal itu langsung membuat Kenzo kembali mengepalkan kedu tanganya dengan marah, "beraninya mereka mengambil milikku!" Kesalnya dengan sorot mata yang sudah berubah menyeramkan.
Kringg!
Kringg!
Tidur nyenyak Arneta sedikit terusik saat jam weker berbunyi nyaring, "aahh aku masih mengantuk," gumamnya dengan tangan meraba kearas nakas untuk mematikan alarm, matanya masih terpejam namun ia sadar jika terlambat bangun mungkin dia akan mendapat masalah.
Mata Arneta langsung terbuka lebar, ia duduk dengan malas sambil meregangkan otot-otot tubuhnya, badanya benar-benar masih terasa pegal, mencabut rumput membuat tanganya terasa ingin patah.
"Hah!" Arneta menghela nafasnya rasanya tak sangup jika harus menyelesaikan mencabut rumput, dengan malas ia bangun dan berjalan kearah jendela, ia membuka jendela kecil agar udara mulai berganti.
Arneta tersenyum saat menatap ke langit, dimana matahari masih malu-malu untuk menampakan dirinya, namun fokus Arneta terpecah saat melihat Kenzo berjalan melewati kamarnya, namun tak sedikitpun lelaki itu menoleh kearah Arneta.
"Darimana dia? Apa dia berolahraga? Namun pakaiannya masih sama dengan yang dia pakai semalam," gumam Arneta dengan menoleh kebelakang mansion. 'ada apa memangnya disana?' batinya.
~~∆∆~~
Hari ini genap satu bulan Arneta menjadi istri Kenzo, namun selama itu tak sedikitpun Arneta di perlakukan selayaknya seorang istri. Sebaliknya Arneta selalu di angap layaknya seorang pelayan mansion.
Tok!
Tok!
Ketukan pintu derdengar begitu keras, Arneta yang sedang beristirahat setelah membersihkan kolam renang, langsung berlari kearah pintu. Dan ketika pintu terbuka dilihatnya Kenzo yang berdiri dengan wajah datarnya di depan Arneta.
"Bersihkan kandang dan mandikan kuda-kuda ku! Aku akan membawanya ketempat pacuan sore ini!" Perintahnya dengan nada tegas seakan ia tak menerima bantahan.
Arneta menoleh kearah kandang kuda yang memang letaknya tak jauh dari tempatnya, ia kembali menatap Kenzo, dengan lirih Arneta berkata. "Aku barusaja selesai membersihkan kolam renang, tak bisakah aku istirahat sebentar saja?"
"Kau pikir aku akan perduli dengan itu! Jika kau tak lakukan sekarang aku akan mengurung mu bersama Mex,"
Arneta langsung menggeleng dengan cepat, ia masih takut jika berdekatan dengan anjing Doberman itu, "jika begitu lakukan sekarang," ucapnya dengan lembut namun penuh penekanan.
Arneta masih menatap Kenzo dengan rasa kecewa, kedua matanya memanas, namun Arneta harus bisa menahan diri agar tidak menangis di depan Kenzo. Dengan langkah gontai Arneta berjalan kearah kandang kuda, melihat kepergian Arneta. Kenzo langsung tersenyum licik.
Arneta mengambil ember dan sapu, namun ketika hendak mendekati kuda-kuda itu tubuhnya mengigil ketakutan. Kuda berjenis Miler itu terlihat begitu besar dan gagah, warnanya yang putih bersih menambahkan kesan mahal pada kuda tersebut.
Didalam kandang besar itu terdapat 8 ekor kuda dengan berbagai jenis, namun kuda yang paling Kenzo sukai kuda putih yang ia berinama Shen.
"Kenapa dia terus menatapku, bagaimana jika dia menendangku," gumam Arneta dengan takut. Selama beberapa saat arneta hanya berdiri di dekat pintu tak berani mendekati kuda putih itu.
Hingga suara Kenzo kembali mengagetkannya, "apa yang kau lakukan! Kenapa kau hanya diam saja!" Seru Kenzo.
Arneta menoleh, namun kini tangisnya benar-benar pecah, "aku terlalu takut mendekati kuda itu, dia terus menatapku seakan-akan dia ingin menendangku," lirih Arneta.
Kenzo menghela nafasnya dengan kesal, Kenzo menatap jam tanganya dan sebentar lagi ia harus membawa Shen ketempat pacuan. "Mandikan dia sekarang! Kau membuang-buang waktu!" Ucap Kenzo dengan datar.
"Tapi, aku takut,"
"Lakukan sekarang juga Arneta!" Seru Kenzo yang membuat Arneta semakin terdesak dan tak memiliki pilihan lain.
Arneta berusaha memberanikan diri dan mulai memandikan kuda putih itu, Arneta berdiri dengan kaki gemetar di hadapan kuda putih Shen, yang tampak tenang mengunyah jerami di kandangnya.
Desahan panjang terdengar dari bibir Kenzo yang tidak sabar, menambah tekanan pada bahu Arneta yang sudah terasa berat. "Mandikan dia sekarang! Aku harus segera membawanya!" perintah Kenzo, suaranya menggema tegas di dinding kandang yang terbuat dari kayu.
"Tapi, bagaimana jika dia melukaiku," suara Arneta terdengar lirih, hampir tidak terdengar di antara deru angin yang sesekali meniup.
"Lakukan sekarang juga Arneta! Aku tak oerduli dengan itu!" Kenzo mendekati Arneta, matanya menatap tajam. Suara itu membuat Arneta tidak memiliki pilihan lain. Ia mengambil napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian yang terasa melayang bersama angin pagi itu.
Dengan tangan yang masih bergetar, Arneta mengambil selang air dan perlahan mendekati Shen. Kuda itu mengangkat kepalanya, menatap Arneta dengan mata besar yang membuat jantungnya semakin berdebar. Arneta memejamkan matanya sejenak, berusaha menghilangkan rasa takut yang menghantui pikirannya.
Air mulai mengalir dari selang, menyentuh bulu Shen yang putih. Arneta perlahan mengusapkan tangan dengan sabun khusus untuk kuda, membuat busa yang menyebar di seluruh tubuh Shen. Setiap sentuhan Arneta menjadi lebih pasti, kepercayaan dirinya perlahan tumbuh seiring dengan Shen yang tampak menikmati proses mandi ini.
Kenzo masih mengawasi Arneta, ia tau betul jika kudanya benar-benar jinak dan tak mungkin melukai Arneta. Kenzo terus memperhatikan bagimana Arneta memandikan Shen, bahkan untuk pemula Kenzo mengakui keahlian itu.
Sekitar 45 menit akhirnya Arneta selesai memandikan kuda itu, ia menghela nafas saat letih dan kelegaan menjadi satu.
"Bersiaplah dan ikut denganku ketempat pacuan!" Ucap Kenzo dengan berlalu pergi darisana.
