Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Kejutan

Bab 7 Kejutan

"Nay," panggil pemuda yang tidak lain adalah Aga. Dia tengah menunggu Naya di samping mobilnya dengan sebuket bunga lili putih kesukaan Kanaya. Aga tersenyum sambil melambaikan tangannya.

Naya yang sedikit terkejut dengan panggilan Aga karena tengah melamun hanya membalas lambaian itu dengan senyuman.

Aga kemudian segera mendekat. "Bagaimana dengan hari ini?" tanya Aga sambil menyodorkan bunga itu pada Naya.

"Masih seperti biasa," jawab Naya agak malas, ia menerima buket itu dan menghirupnya perlahan, hatinya berangsur-angsur menjadi lebih baik. Aroma lili putih kesukaannya akan selalu menjadi penenang di kala hatinya gundah dan gelisah.

"Kenapa datang ke sini, Ga?" tanya Naya masih memejamkan matanya, merasakan wanginya lili yang mendamaikan.

"Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, apakah ada waktu?"

"Aku sangat lelah hari ini Ga, bisakah lain kali?" Naya menoleh, menatap Aga dengan perasaan bersalah. Sorot matanya seakan memohon pada Aga agar mengiyakan penolakan itu.

Aga melihat wajah Naya dengan seksama, ia ingin tahu apa alasan dia menolaknya. Dilihatnya wajah cantik yang selalu terpancar kesedihan itu, wajahnya memang terlihat sayu meskipun terbalut make up tipis yang selalu Naya kenakan. Dia benar-benar kelelahan hari ini.

"Baiklah, lain kali juga tidak masalah," jawab Aga dengan sedikit kecewa.

"Maaf, tapi terima kasih telah mengerti diriku." Naya tersenyum kecut.

Saat mereka tengah terdiam, Kania mendatangi mereka, mengajak Naya untuk pulang karena acara sudah selesai dan urusan pun sudah beres.

"Mau pulang sekarang?" tanya Kania pada Naya.

"Ayo, aku sungguh sangat lelah," jawab Naya lesu. Dia kemudian berpamitan pada Aga.

Tanpa menunggu lama, mobil Naya segera melaju meninggalkan parkiran. Meninggalkan Aga dengan kekecewaan. Di dalam mobil Naya terus saja melamun, pikirannya kalut. Entah apa yang terjadi pada dirinya saat ini, dia sendiri tidak mengerti. Hanya saja saat melihat sosok pemuda yang mirip sekali dengan Zio di tempat parkir tadi, ditambah dengan pertemuannya dengan salah satu penggemarnya yang bernama Saira, yang juga mempunyai kakak bernama Ezio cukup membuat pikirannya tidak menentu.

Sudah sejauh ini Naya masih tetap tidak bisa melupakan Zio. Tidak hanya itu, dia bahkan tidak bisa menghapus kenangan demi kenangan yang dia alami bersama Zio. Naya terisak, mengeluarkan rasa sesak lewat air matanya yang tidak bisa dibendung lagi. Kania yang melihat Naya dari kaca depan hanya bisa terdiam.

Begitulah Kanaya, dia akan serapuh ini setelah menghadiri acara seminar atau bedah buku. Apapun yang menyangkut tentang anak singa akan selalu membuat hatinya teriris.

Beberapa kali juga Kania mengingatkan agar tidak menerima undangan apapun mengenai buku itu. Namun, Naya selalu menolak usulan Kania dengan alasan yang sama.

"Jika aku tidak menerima undangan ini, apa aku bisa menemukan anak singa? Juga, dengan begini setidaknya anak singa akan tahu kalau aku selalu merindukannya dan berharap bisa bertemu dengannya kembali," kata Naya suatu hari saat Kania memberi usulan itu.

"Tapi aku tidak tega melihatmu begitu menderita. Jangan terlalu memaksakan diri Nay, keadaanmu selalu seperti ini setelah kamu selesai mengungkit tentangnya," kata Kania prihatin.

"Aku tidak apa-apa, air mataku ini justru yang membuatku semakin merasa bahwa dia ada di dekatku, ini air mata kebanggaanku Kania," puji Naya pada dirinya sendiri dengan konyol.

Kania selalu tidak bisa menjawab jika Naya sudah berkata seperti itu. Dia hanya berharap semoga semua segera membaik. Dia merasa tidak tega melihat keadaan Naya yang sangat menderita. Sama seperti saat ini, Naya selalu menangis dalam diam di jok belakang mobil sepulang menghadiri acara.

Kali ini Kania tidak menegur, dia membiarkan Naya menumpahkan segala perasaannya dalam tangisan itu. Berharap setelah menangis akan lebih membuatnya merasa tenang.

Suara ponsel Naya membuyarkan Naya yang masih terisak dalam kenangan.

Pesan dari nomor yang tidak dia kenal. Keningnya berkerut, kemudian segera menghapus sisa air mata yang sedari tadi ia diamkan.

"Halo," sapa Naya masih dengan suara serak.

"Halo, apa ini benar dengan nona Kanaya?" tanya suara di seberang.

Jantung Kanaya seakan berhenti berdetak, suara yang sangat familiar di telinganya terdengar menggema dengan jelas. Suara yang selalu Naya rindukan, suara yang tidak akan pernah bisa Naya lupakan. Pemilik suara itu tidak lain adalah Zio.

Namun, apa benar yang menelponnya saat ini Zio? apakah ini hanya ilusinya saja? atau hanya sekedar imajinasi?

Pertanyaan demi pertanyaan menari-nari di dalam otak kecilnya, mencoba menebak-nebak sugestinya yang mungkin saja bisa keliru.

"Halo, apakah anda masih di sana?" tanya suara itu membuyarkan lamunan dan angan-angan Naya.

"Oh, iya, maaf! Dengan saya sendiri, anda siapa ya?" tanya Kanaya ragu, berharap bahwa memang pemilik suara itu adalah Zio.

"Maafkan saya jika saya lancang, tapi apakah saya bisa menemui Nona saat ini?"

Tanpa memperkenalkan diri, pemuda itu meminta Naya untuk bertemu.

"Oh, tentu saja bisa, di mana kita akan bertemu?" tanya Naya antusias. Kesedihan di hatinya tiba-tiba menghilang, berganti dengan perasaan antara gelisah dan senang.

Senang karena akan bertemu dengan pemilik suara yang sangat mirip dengan suara Zio, meskipun dia sendiri tahu kalau suara bisa saja sama. Namun, entah kenapa hatinya merasa yakin kalau itu adalah Zio.

Gelisah jika ternyata si penelepon bukanlah Zio seperti harapannya. Tapi Naya sungguh merasa percaya diri akan menemui pemuda yang tidak dia kenal hanya karena memiliki suara yang sama dengan Zio.

"Nay, kamu yakin mau menemui penelpon itu? kenapa aku merasa khawatir, dia terlihat mencurigakan," kata Kania sambil melirik Naya lewat kaca tanpa mengurangi konsentrasinya mengemudi.

"Yakin Nia, tidak apa-apa, kita ke Resto Naga Sakti sekarang, dia bilang akan bertemu denganku di sana," kata Naya meyakinkan keraguan Kania.

"Apa kamu sudah siap dengan segala resikonya? jika ternyata nanti tidak sesuai seperti yang kamu harapkan?"

Kania mengingatkan sekali lagi.

"Tenang saja Nia, aku akan baik-baik saja," kata Naya sambil tersenyum.

Dia tidak sabar ingin segera sampai ke tempat yang sudah dijanjikan. Meskipun ada sedikit rasa takut, tapi hati kecilnya merasa sangat penasaran dengan sosok pemuda itu.

Kania yang menyadari perubahan pada raut wajah Naya mendadak merasa hatinya sedikit lega sekaligus khawatir, takut jika pertemuan ini akan menjadikan Naya lebih terpuruk lagi jika tidak sesuai dengan harapan Naya.

Setelah melewati beberapa menit akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Naya segera bergegas membuka pintu mobilnya dan berlari kecil memasuki restoran yang terbilang elit.

Naya memandang sekeliling, menengok ke kanan kiri, mencari sosok Zio di antara banyaknya pelanggan. Namun, tanda-tanda kemunculan Zio tidak terlihat sedikit pun, bahkan bayangannya pun tidak terasa. Dengan perasaan kecewa, Naya mendesah, mengeluarkan kekecewaan yang tiba-tiba dia rasakan. Naya duduk di kursi paling sudut, di mana letak kursi itu menghadap jalan raya yang ramai.

"Nona Kanaya, kan?" suara di belakang Naya cukup mengejutkan dirinya, membuat Naya dengan reflek menengok dan segera berdiri.

Mereka saling menatap, tidak ada yang berbicara walau sepatah kata.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel