Pustaka
Bahasa Indonesia

Dendam Di Antara Cinta

86.0K · Tamat
Romansa Universe
80
Bab
5.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Kisah seorang pemuda liar, yang selama hidupnya tumbuh di hutan. Dia tidak di asuh oleh manusia, melainkan hewan-hewan di hutan yang menjadi ibu sekaligus ayah baginya. Dia tidak bisa berbicara bahasa manusia, dia juga tidak mempunyai nama. Namun, dia paham apa yang di katakan manusia.Hingga suatu hari dia bertemu seorang gadis yang berhati lembut, darinya lah dia mulai mempunyai kehidupan yang normal. Ezio, yang bermakna burung Elang dalam bahasa Yunani, nama indah yang di berikan oleh Kanaya. Dia memperlakukan Zio layaknya manusia biasa, dia juga berjanji akan mencari keluarga Zio yang sesungguhnya. Agar ia tak lagi hidup di tengah hutan. Namun, ketika masa lalu Zio hampir terungkap, dia di kejutkan oleh penghianatan Kanaya sehingga kebencian mulai memasuki hatinya, Siapa yang tahu jika ternyata masa lalu Zio berkaitan dengan gadis itu? Lalu apakah penghianatan itu nyata? apakah Zio benar-benar akan membalas dendam sementara cinta mulai memenuhi celah di hatinya?

RomansaMetropolitan

Bab 1 Kerinduan

Bab 1 Kerinduan

Suasana di lobi itu terasa hening, gemericik hujan turun kini semakin terasa menggema, Pertemuan tak terduga antara Ezio dan Kanaya setelah 3 tahun tak bersua.

Naya sedang menghadiri acara bedah buku miliknya yang di adakan di Cafe Bintang.

Ezio menatap Kanaya dengan tatapan dingin. Kebencian, kekecewaan dan kerinduan bercampur menjadi satu, membuat luka itu kian menganga, rasa perih mulai menjalar menggerogoti hatinya. Tak ada kata yang terucap, hanya keheningan yang menyelimuti keduanya.

Mata Kanaya berkaca-kaca, tak percaya dengan apa yang ia lihat di depannya. Ezio, sosok pemuda yang selama 3 tahun ini selalu ia cari. Pemuda yang selalu ia rindukan.

Kini pemuda itu ada di hadapannya tanpa sengaja, wajahnya tak berubah, hanya penampilan dan gaya hidupnya yang membuat Naya merasa tak percaya. Satu sisi yang membuat hati Naya begitu teriris, tatapan matanya kini tak lagi hangat.

'Apa yang sebenarnya terjadi padanya selama 3 tahun ini? Apakah dia merasakan hidup yang sulit sehingga membuatnya menjadi sedingin ini? lalu di mana dia selama ini?'

Pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya, namun tak satupun dari mereka mampu ia lontarkan.

"Benarkah itu kamu? kemana saja selama ini? aku mencarimu hingga tak tahu harus kemana," kata Naya dengan air mata yang menggenang. Perasaannya kini semakin tak menentu, antara bahagia telah menemukan orang yang selama ini ia cari, dan terluka ketika melihat sorot mata dan sikapnya yang tak sehangat dulu.

"Jangan menangis, aku tak suka melihat air mata itu, karena kebanyakan air mata selalu palsu," kata Ezio dingin.

"Apa maksudmu? Tidak kah kau juga merindukanku selama 3 tahun ini?" tanya Naya dengan air mata yang telah mengalir, ia tak ingin mempercayai perkataan Zio yang begitu menusuk.

"Merindukanmu? bahkan memikirkanmu pun aku tak pernah," jawab Zio mengalihkan pandangannya ke arah hujan yang semakin deras.

"Kamu bohong!" rengek Naya dengan senyum yang di paksakan seolah-olah kejadian hari ini akan sama seperti 3 tahun yang lalu, di mana Zio akan selalu membuat hatinya tenang dengan sikapnya yang kadang liar.

"Untuk apa aku berbohong? bukankah kamu yang ahli dalam bidang itu?" Perkataan Zio semakin menyakitkan.

"Sebenarnya ada apa denganmu? kenapa begitu kasar? apa salahku?" Kali ini Naya berkata sambil terisak. Tak percaya dengan apa yang Zio katakan tentangnya.

"Apa salahmu? tidakkah kau menyadarinya? memang, manusia selalu paling pandai dalam hal menghianati, bahkan mengelaknya pun sudah menjadi hobi," kata Zio ketus.

"Mengkhianati? aku tak mengerti apa yang kamu bicarakan… sungguh!" kata Naya meyakinkan, ia memang tak mengerti apa maksud dari setiap perkataan Zio.

"Sudahlah, aku paling malas menjelaskan sesuatu dengan orang yang suka berpura-pura, bukankah hanya percuma?" Zio memasukkan kedua tangannya ke saku jas bermerk miliknya dengan angkuh.

"Zio, tolong jelaskan padaku, aku benar-benar tak mengerti!” Naya masih merengek, tapi Zio tak bergeming. Hatinya sudah terlanjur hancur. Kepercayaan yang ia bangun bersama gadis itu lenyap seketika. Zio teringat saat Naya mengatakan tentang kepercayaan padanya dulu. Namun kini dia sendiri lah yang merusak kepercayaan itu. Zio merasa sangat kecewa, tersakiti, dan di hianati.

Ketika ketegangan merambat di antara mereka, tiba-tiba terdengar suara lembut dari seorang wanita paruh baya, dia seusia ibu Naya.

"Zio, apa yang kamu lakukan di sini Nak?" tanya Sania, ibu angkat Zio. Menyadari bahwa putranya tak sendiri di tempat itu. Ada seorang gadis cantik yang sedang dia ajak bicara.

Naya segera berpaling untuk menghapus sisa air mata yang telah jatuh, ia tak ingin terlihat begitu rapuh di hadapan orang yang tak ia kenal.

"Kamu temannya Zio?" tanya Sania lembut.

"Bukan Bun, hanya kebetulan lewat." Baru saja Naya ingin menjawab dengan tersenyum ramah, tapi perkataan Zio sudah lebih dulu menohok hatinya. Kening Sania berkerut, merasa tak yakin dengan ucapan Zio.

"Maaf tante, saya baru saja dari toilet, sepertinya saya nyasar," kata Naya berbohong, mencoba menyembunyikan luka yang tiba-tiba terasa perih.

Kini ia tau bahwa dirinya tak lagi berarti di mata Zio, dan sepertinya dia juga sudah tak ingin lagi berhubungan dengannya walau hanya sebatas teman. Entah apa kesalahannya, Naya sendiri masih terus berpikir.

"Oh begitu, kamu lurus saja ke situ, nanti langsung ketemu sama Cafe, dan setelah itu ada pintu keluar," kata Sania menjelaskan.

"Terima kasih tante," timpal Naya sambil tersenyum yang di paksakan.

Sania mengangguk.

"Sayang, Bunda mau pulang dahulu dengan Ayahmu, kami ada acara dadakan di kantor cabang jadi nanti kamu pulang sendiri ya? Biar bunda kirim supir untuk menjemputmu," tutur Sania menjelaskan kedatangannya.

"Tidak perlu Bun, nanti Zio pulang naik taksi saja, mau ke rumah teman dulu sebentar," jawab Zio sambil memegang pundak ibunya dengan lembut.

Sebelum Naya pergi, ia sempat melihat pemandangan di depannya, percakapan antara Zio dengan ibunya. Ia merasa hatinya lebih baik, setidaknya selama ini Zio hidup dengan baik, dia bisa melihat kasih sayang tulus yang terpancar di wajah teduh itu. Meskipun Zio tak lagi menganggap dirinya ada tapi ia merasa lega setelah mengetahui bahwa Zio baik-baik saja. Perasaannya tak lagi penting, kehidupan Zio yang normal dan bahkan sangat baik sudah cukup membuat hatinya terasa tenang.

Meskipun Sania hanya ibu angkat Naya tak peduli, yang terpenting kasih sayang mereka tidak palsu untuk Zio. Karena dulu Naya sendiri sempat memberikan janji dan harapan bagi Zio untuk menemukan keluarga kandungnya, agar ia bisa hidup dengan normal dan bahagia.

Naya segera pergi meninggalkan Zio dan ibunya yang masih bercengkerama, ia tak ingin merusak mood Zio dengan kehadirannya. Toh ia sudah tak lagi ada bagi Zio, lalu untuk apa ia berlama-lama di sini?.

"Bun, Ayah pasti sudah menunggumu terlalu lama," usir Zio pada ibunya dengan lembut setelah melirik Naya yang tiba-tiba pergi meninggalkannya.

"Bunda tau kamu mengusir Bunda kan?" Sania pura-pura kesal.

"Bukan begitu, tapi apa tidak kasihan sama Ayah kalau ia sendiri?" kekeh Zio merasa kebenarannya terbongkar. Karena ia memang ingin segera menyusul Naya.

Hatinya merasa rindu oleh gadis itu, tapi egonya terlalu besar ketika teringat kejadian 3 tahun yang lalu, di mana Naya menghianatinya dan pergi tanpa sepatah kata meninggalkannya.

Di parkiran cafe baru saja Zio ingin memanggil Naya, dia di kejutkan dengan kedatangan Aga. Laki-laki yang telah hampir membunuhnya. Dia mendekati Naya yang sedang menangis bersandar di salah satu tiang dekat dengan mobilnya. Aga memeluk Naya, membuat kebencian Zio semakin mengakar pada pemuda dan gadis itu.

'Pantas dulu kamu mengkhianatiku, ternyata memang karena pemuda itu, melihat kalian sedekat itu membuatku benar-benar ingin segera melupakanmu, bahkan aku juga mampu untuk membalas dendam padamu suatu hari, karena statusku sekarang bukanlah sebagai pemuda liar yang berteman dengan binatang. Aku mempunyai segalanya sekarang,' bisik Zio dalam hati.

Zio segera pergi meninggalkan tempat itu, kemarahan dan kebencian semakin meresap di hatinya.