Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Seminar

Bab 6 Seminar

Suasana di tempat seminar Kanaya masih belum juga sepi, banyak orang masih berjubelan sekedar untuk meminta tanda tangan dan foto bersama.

Di barisan paling belakang terlihat gadis remaja tengah menunggu gilirannya dengan tidak sabar.

"Siapa nama kamu?" tanya Naya setelah sampai pada orang di bagian paling akhir.

"Saira Kak," kata gadis yang ternyata adalah Saira. Dia tersenyum bahagia bisa bertemu dengan Naya.

"Nama yang bagus," puji Naya sambil menandatangani buku yang Saira bawa.

Tak lupa ia selipkan tulisan nama Saira-Kanaya di bawah tanda tangan Kanaya.

Naya menyodorkan buku itu pada Saira dengan tersenyum.

"Terima kasih kak, oh iya, tolong tanda tangani buku satu lagi boleh kak?" tanya Saira dengan wajah penuh harap.

"Boleh, sini!"

Saira memberikan satu buku lagi pada Naya. Naya segera menorehkan tanda tangannya di buku itu.

"Atas nama siapa buku ini? atau juga milik kamu?" tanya Naya masih menggenggam pena di atas buku.

"Bukan kak, tulis saja Ezio," jawab Saira.

"Ezio?" Kening naya berkerut setelah mendengar nama Ezio disebut.

"Iya, dia kakakku," kata Saira.

"Apa dia ikut bersamamu hari ini?" tanya Naya sambil menoleh ke kanan kiri, entah mengapa ia merasa bahwa Ezio yang Saira maksud adalah Ezio yang ia kenal.

"Tadi sih ikut, tapi tiba-tiba menghilang entah kemana, mungkin sedang mencari udara segar," Jawab Saira sekenanya. Karena pasti Zio saat ini sedang melamun menunggu dirinya di dalam mobil.

"Siapa nama lengkap kakakmu?" Naya masih terus bertanya.

"Ezio Sanders," jawab Saira dengan kening berkerut, merasa ada sesuatu yang mengganggu Naya dengan nama itu, "Kenapa kak? apa kakak mengenalnya?" tanya Saira setelah melihat perubahan di wajah Naya.

"Oh tidak! kakak kira itu teman kakak, soalnya kakak juga punya teman bernama Ezio," Jawab Naya dengan tersenyum, ia merasa dirinya sungguh konyol.

'Sadar Nay, pemilik nama itu bukan hanya satu di dunia ini, jangan konyol,' batin Naya merutuki kebodohannya.

Di sisi lain, Zio yang melihat dari balik tembok adegan antara Naya dan Saira merasa khawatir kalau Naya bisa menemukan dirinya yang saat ini menjadi penguntit.

Bagaimana tidak? Penampilan Zio dan gerak geriknya sangat mencurigakan, dia memakai topi dan kaca mata hitam dengan pandangan menunduk, terkadang mencuri pandang ke sana sini, membuat siapapun yang melihatnya akan meliriknya dengan tatapan aneh.

Zio segera menyembunyikan dirinya di balik tembok saat Naya menoleh ke arahnya, hatinya benar-benar merasa tidak tenang. Dia seperti maling yang takut ketahuan mencuri oleh pemiliknya.

'Kenapa aku menjadi begitu bodoh? untuk apa aku melakukan semua ini? dan kenapa aku juga bersikap seperti ini? sungguh! ini bukan diriku' Zio merutuki kekonyolan pada dirinya sendiri, tersadar dengan apa yang ia lakukan sudah seperti orang bodoh. Menguntit kesibukan Kanaya dengan alasan mengajak Saira untuk menghadiri acara itu.

Sejak awal Zio sudah tahu tentang jadwal seminar Naya hari ini, dia ingin melihat Naya, namun tidak mungkin jika menunjukkan dirinya di hadapan Naya sebagai Zio. Untuk itu dia mengajak Saira sebagai alasan karena memang Zio tahu kalau Saira penggemar berat Naya, jadi, tanpa menunjukkan dirinya pada Naya dia bisa melihat Naya tanpa rasa khawatir akan harga dirinya.

Sedangkan Saira sendiri merasa sangat senang ketika Zio mengajaknya menghadiri seminar itu, karena selain tiketnya yang mahal, itu juga merupakan mimpi Saira bisa bertemu langsung dengan Kanaya, penulis yang tengah mendunia dengan buku 'Kisah si Anak Singa' nya. Jadi, tidak ada alasan untuknya menolak ajakan Zio.

"Kak Zio, kenapa bersembunyi di sini sih?" tanya Saira mengagetkan Zio yang tengah melamun di balik tembok.

"Kamu ngagetin aja," kata Zio sambil memegang dadanya yang terlonjak karena kaget.

"Kakak kenapa sih, aku sudah berdiri di sini dari tadi, kenapa sepertinya kakak sangat kaget? kakak sedang bersembunyi dari siapa?" tanya Saira sambil menoleh ke kanan kiri, namun dia tidak menemukan siapapun karena memang acara sudah selesai, jadi, sudah tidak ada orang di tempat itu.

"Tidak ada apa-apa, ayo kita pulang," ajak Zio mengalihkan pertanyaan Saira.

"Oh, ini buku kakak, sudah kuminta tanda tangan kak Kanaya juga," kata Saira sambil menyodorkan buku yang ia bawa.

"Oke, terima kasih ya," kata Zio sambil berlalu.

"Jangan hanya terima kasih dong kak," kata Saira segera menyejajari langkah Zio.

"Terus mau apa? bukankah aku sudah cukup baik mengajakmu pergi ke tempat ini?" kata Zio sambil menatap tulisan Naya di bagian buku paling belakang.

"Hehe, lain kali ajak aku lagi ya kak," rengek Saira seperti anak kecil.

"Coba saja besok," jawab Zio cuek, masih dengan menatap buku yang ia bawa.

Mereka terus bertengkar kecil sampai di parkiran tempat mobil Zio terparkir.

"Kak, kenapa pakai topi sama kaca mata hitam begitu sih? tidak enak sekali dilihat, seperti artis yang sedang menyamar saja," celetuk Saira hendak mengambil topi yang dipakai Zio di kepalanya.

"Jangan coba-coba menyentuhku Ra," kata Zio dingin, membuat nyali Saira tiba-tiba menciut setelah mendengar suara dingin Zio.

"Maaf kak," kata Saira menunduk.

Zio mendesah, "Sudah kukatakan sejak awal kan, jangan menyentuh privasiku meskipun itu hanya topi sekalipun".

Mereka memasuki mobil dengan canggung, Saira merasa bersalah karena sikapnya yang sembrono. Jelas-jelas dia sendiri tahu seperti apa Zio, dia tidak akan membiarkan siapapun menyentuh dirinya dan barang apapun miliknya. Sekecil apapun itu.

Saat Zio tengah membuka pintu mobilnya Naya secara tak sengaja melihatnya, namun belum sempat Naya melihat dengan jelas, Zio segera masuk ke dalam mobil kemudian mobil itu segera melaju.

'Zio? apa dia benar-benar Zio?' batin Naya.

"Ada apa Nay?" tanya Kania, asisten Naya yang juga merupakan temannya saat kuliah.

"Oh, tidak apa-apa."

"Apa ada sesuatu?" tanya Kania melihat raut muka Naya yang seperti sedang memikirkan sesuatu sambil menatap parkiran.

"Bukan apa-apa, hanya saja tadi seperti melihat teman lama," jawab Naya yang kemudian segera mengajak Kania untuk berpamitan kepada para penanggung jawab acara.

"Setelah ini langsung pulang ya," ajak Naya sambil berjalan menuju mobilnya. Kania mengangguk mengiyakan ajakan Naya, karena dia sendiri juga merasa sangat lelah.

Entah kenapa hari ini terasa begitu melelahkan bagi Kanaya, emosi dan perasaannya saat ini sungguh tidak stabil. Biasanya dia akan baik-baik saja setelah menghadiri acara dan berbicara banyak mengenai Zio dalam cerita, bahkan dia akan merasa senang seolah-olah sosok Zio akan ada di barisan paling depan sambil tersenyum padanya. Namun kali ini berbeda, setelah mengetahui bahwa Zio masih hidup dan bahkan ada di antaranya, hatinya merasa gelisah.

'Apa pemuda tadi benar-benar Zio? jika memang dia di sini, kenapa tidak menyapaku?' Naya masih bergelut dengan pikirannya tentang pemuda yang dilihatnya tadi.

"Nay."

Suara di seberang cukup mengagetkan Naya, dia sedang melambaikan tangannya sambil tersenyum ke arah Naya dengan membawa sebuket bunga.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel