Bab 4 Pemuda Tak Bernama
Bab 4 Pemuda Tak Bernama
Cinta memang terkadang bisa membutakan orang yang memilikinya, apalagi jika cinta itu bertepuk sebelah tangan. Sama halnya dengan Aga, cinta telah membutakan dirinya sehingga ia bisa melakukan apapun, termasuk mencelakai Zio dengan cara apapun.
"Bagaimana mungkin pemuda itu adalah Zio? bukankah dulu dia hidup di hutan dan sudah mati?" gumam Aga penuh emosi setelah mengantar Naya sampai ke rumahnya.
Aga memang melihat Zio, tapi hanya sekilas dan ia tidak mengenali Zio. Jika Naya tidak menceritakan padanya kalau bertemu dengan Zio, mungkin Aga tidak akan pernah tahu kalau Zio masih hidup. Sosok Zio yang ia ketahui bukanlah Zio yang sekarang adalah pemuda tampan dengan penampilan menarik dan profesional. Sungguh bukan seperti Zio si pemuda liar yang tidak bisa berbicara dan hidup normal layaknya manusia.
Aga masih terus memikirkan kemungkinan yang terjadi pada Zio.
"Apa dia punya nyawa lebih dari satu? jelas-jelas aku melihatnya tidak berdaya dan hampir tak bernyawa. Siapa sebenarnya dia?" gumam Zio lirih, ia berdiri mematung dengan pikiran yang terus berkecamuk di dalam otaknya.
Aga merasa ada sesuatu yang terjadi setelah dia meninggalkan Zio yang sudah tidak sadarkan diri waktu itu.
"Bagaimana bisa dia berhubungan dengan keluarga Sanders? pengusaha terkenal itu? aku harus menyelidikinya!" bisik Aga dengan yakin.
Semenjak kepulangannya bersama Naya sore tadi, Aga terlihat tidak henti-hentinya bergumam dengan dirinya sendiri. Mencoba menebak-nebak apa yang terjadi dalam hidup Zio sehingga dia bisa seberuntung itu hidup di tengah-tengah keluarga Sanders.
Aga mengambil ponselnya di dalam saku celananya. Dipencetnya sebuah nomor dan kemudian terdengar nada sambung.
"Tolong cari tahu tentang keluarga Sanders untukku, jangan lewatkan secuil informasi apapun tentang mereka!" kata Aga dingin, kemudian segera memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya. Sorot matanya tajam seolah-olah seperti sedang merencanakan sesuatu.
***
Naya mencoba tidak mengingat kembali kejadian kemarin saat bertemu Zio, ia tidak mampu menahan gejolak hatinya. Yang sebenarnya ia tidak ingin mempercayai dengan apa yang Zio pikirkan mengenai dirinya. Naya terus berpikir tentang apa kesalahannya pada Zio 3 tahun yang lalu sebelum Zio tiba-tiba menghilang.
'Kenapa dia berubah begitu banyak? mungkin aku akan memaklumi jika perubahan dalam dirinya hanyalah gaya hidup dan penampilannya, karena aku tahu pasti sangat sulit baginya untuk menyesuaikan diri hidup di tengah-tengah banyaknya manusia yang selalu ia takuti, tapi dia berubah bukan karena itu, dia berubah hanya kepadaku. Sikapnya yang dingin dan kasar membuat aku tidak percaya apakah dia adalah Zio yang selama ini ku kenal?' Bisik Naya dalam hati.
Hatinya merasa tidak tenang memikirkan perubahan yang terjadi pada Zio. Ia hanya tidak menyangka kehidupan mewahnya telah membuatnya menjadi seperti ini. Tapi yang lebih membuat Naya heran kenapa sejak awal Zio terus mengungkit tentang penghianatan dirinya? Zio tidak tahu perjuangan apa yang harus Naya hadapi ketika mencari Zio selama ini. Naya semakin yakin semua ini pasti ada hubungannya dengan menghilangnya Zio yang tiba-tiba. Ia merasa ada sesuatu yang telah terjadi tanpa sepengetahuan dirinya.
Air matanya kembali mengalir, Naya mengambil ponselnya. Dibukanya galeri foto, ada banyak sekali foto Zio dalam ponsel itu.
Foto saat pertama kali Naya bertemu dengan Zio dan makan ikan bersama di gua tempat tinggal Zio. Saat itu Zio masih merasa ragu dan takut berinteraksi dengan Naya. Naya yang diam-diam mengambil foto Zio yang tengah membakar ikan besar hasil tangkapannya.
***
Zio menyodorkan ikan yang telah selesai ia bakar kepada Naya, Naya hanya melotot tak mengerti.
Kemudian Zio memberi isyarat menggunakan tangannya yang ia masukkan ke dalam mulut.
"Kamu menyuruhku untuk makan? lalu bagaimana dengan kamu?" tanya Naya mengerti setelah mendapat isyarat darinya.
Zio menggelengkan kepalanya, mengatakan bahwa dia tidak lapar.
"Emm… begini saja, bagaimana kalau kita bagi dua? kita makan bersama-sama, ikan segede ini mana mungkin aku sanggup menghabiskannya," Naya mencoba bijaksana, ia tahu kalau Zio juga pasti lapar. Dan dia memutuskan untuk membagi ikan itu, walau bagaimanapun Naya sangat berterima kasih karena Zio sudah menolongnya saat ia terjatuh dari sungai dan bahkan memberinya makan.
Naya mendekat ke arah Zio, namun lagi-lagi Zio mendorong Naya dengan kasar. Zio mundur menjauhi Naya. Masih ada ketakutan yang terpancar di wajah Zio, Naya tidak mengerti apa yang sebenarnya membuat dia begitu ketakutan.
"Jangan takut! bukankah sudah kukatakan, aku bukan orang jahat, tenanglah!" kata Naya lembut sambil tersenyum.
Zio memicingkan sebelah matanya, mencoba mencari ketulusan di wajah Naya. Naya kembali mendekat.
"Kita makan bersama saja ya," kata Naya meletakkan ikan itu di depannya.
Zio menatap ikan itu seolah-olah mengatakan 'aku ingin sekali memakannya'. Naya tersenyum melihat tingkah Zio. Tidak ada lagi rasa takut dalam dirinya, Zio juga merasa lapar sehingga tanpa malu ia ikut memakan ikan yang memang agak besar itu. Tanpa menunggu lama ikan itu telah tandas oleh mereka berdua.
"Siapa nama kamu? namaku Kanaya," tanya Naya sambil mengulurkan tangannya hendak memperkenalkan diri.
Zio menggelengkan kepalanya, wajahnya tiba-tiba menunduk, ada segores luka yang terlihat di mata itu.
"Bagaimana kalau aku yang memberimu nama?" tanya Naya lagi, ia mengerti jika Zio tak mempunyai nama, atau mungkin dia lupa namanya sendiri.
Zio mendongak menatap Naya, ada sedikit pancaran bahagia saat mendengar kalimat itu, kemudian dia mengangguk dengan tegas.
"Emm…," Naya bergumam sambil berpikir kira-kira nama apa yang cocok untuknya, "Ezio… bukankah itu nama yang bagus?" kata Naya dengan gembira karena telah menemukan nama yang bagus untuk Zio setelah melihat gelang yang dipakai Zio.
"Ezio artinya burung Elang dalam bahasa Yunani, semoga kelak kamu bisa menjadi seperti burung Elang yang bebas dan bisa terbang tinggi," kata Naya menjelaskan makna dari nama yang ia berikan.
Mendengar penjelasan Naya membuat Zio merasa senang dengan nama yang diberikan Naya padanya. Seumur hidup ini ia merasa dilahirkan kembali dengan sempurna.
"Lihatlah gelang yang kamu pakai, bukankah itu bergambar burung Elang? kurasa nama ini benar-benar sangat cocok untuk kamu," kata Naya sembari tersenyum lebar, ia memberi semangat hidup untuk Zio lewat kata-katanya yang mungkin bisa membuat Zio lebih percaya diri akan hidupnya.
Mata Zio kembali berbinar, dia melihat gelang yang ia pakai sejak masih bayi. Gelang itu adalah satu-satunya barang yang bisa menghubungkan dirinya dengan masa lalunya.
"Mulai saat ini dan sampai seterusnya kita adalah teman, oke? aku percaya kamu, kamu juga percaya aku… mengerti?" kata Naya pelan dengan isyarat tangannya menunjuk dirinya dan juga Zio.
Zio mengangguk, sorot matanya mengatakan terimakasih pada Naya, karena telah memberinya kehidupan baru. Zio tidak percaya dalam hidupnya akan menemukan teman, ia kira seumur hidupnya hanya akan ia habiskan seorang diri bertemankan dengan hewan dan tumbuhan. Namun kini Kanaya telah mengubah hidupnya menjadi lebih berwarna.
