Bab 3 Gadis Lembut dari Kota
Bab 3 Gadis Lembut dari Kota
4 Tahun yang lalu
Suasana di hutan itu tampak sedikit menakutkan, mungkin karena cuaca yang mendung ditambah awan yang bergemuruh membuat tempat itu terasa seperti tidak berpenghuni. Tidak ada juga binatang yang terlihat walau hanya burung yang terbang, tempat itu sangat sunyi.
Namun, siapa sangka jika ada sebuah gua di hutan itu yang ternyata merupakan sebuah rumah bagi seorang pemuda yang berusia sekitar 20 tahun. Pemuda lusuh yang selama hidupnya ia habiskan di dalam hutan, berteman dengan panas dan hujan, berkawan dengan binatang, dan bersandar dengan tumbuh-tumbuhan.
Dia manusia tapi bukan manusia, wujudnya manusia namun tingkah lakunya tidak seperti manusia. Ia tidak bernama, dan tidak juga bisa berbicara. Kehidupan menyedihkan yang dijalaninya membuat dia tumbuh dengan sangat kuat, semua binatang di hutan adalah ayah ibu juga saudara baginya, dan mereka harus di lindungi dari tangan jahat manusia yang hendak menyakiti mereka. Untuk itulah dia tetap bertahan hidup.
Udara terasa dingin, meski sudah siang cuaca tetap tidak berubah. Segerombolan pemuda pemudi terlihat sedang mendirikan tenda, mereka dari universitas yang sedang melakukan penelitian mengenai alam dan makhluk hidup.
Seorang gadis bernama Kanaya terlihat sedang asyik dengan kegiatannya, gadis lembut yang juga periang itu tampak menikmati perjalanannya di hutan ini.
Ia begitu giat melakukan berbagai penelitian pada setiap tumbuhan dan juga makhluk hidup. Sementara ke 5 temannya sedang melepas lelah karena telah mendaki begitu jauh, mereka akhirnya memutuskan mendirikan tenda tanpa harus sampai di puncak gunung.
"Nay, apa tak lelah? kenapa begitu gigih, istirahatlah!" Aga mendekati Naya yang masih sibuk dengan catatan di tangannya, ia sedang mengamati tumbuhan yang menurutnya langka.
"Tanggung Ga, sebentar lagi selesai, kurang sedikit akan sempurna," kata Naya tanpa menoleh.
Aga hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap dan semangat Naya. Ia seperti tidak punya lelah jika sudah bergelut dengan dunia dan imajinasinya tentang alam.
"Sudah sore Nay, istirahat dulu, kita lanjutkan besok, cuaca juga tidak mendukung," Aga masih setia mengingatkan Naya.
"Kamu cerewet sekali sih Ga!" sungut Naya sambil menoleh menghadap ke arah Aga.
"Karena aku mengkhawatirkanmu!" kata Aga dengan jelas. Sorot matanya melembut.
"Oke oke… aku berhenti!" kata Naya akhirnya dan segera beranjak pergi meninggalkan tumbuh-tumbuhan yang baru ia teliti. Naya selalu tidak berdaya jika Aga bersikap seperti itu, bukan apa-apa tapi karena ia merasa tidak enak jika sampai membuat pemuda itu merasa khawatir akan dirinya. Mereka tumbuh bersama sejak kecil dan itu membuat mereka dekat seperti saudara.
Aga segera membuntuti Naya, kemudian mereka berdua ikut nimbrung di antara teman-temannya.
"Bagaimana Nay? sudah menemukan sesuatu yang menarik?" tanya Danny setelah melihat Naya sudah kembali bersama Aga.
"Belum, ada yang mengganggu terus dari tadi," timpal Naya pura-pura kesal sambil melirik ke arah Aga.
"Bukan mengganggu Nay, dia hanya khawatir," ejek Karina yang di susul tawa oleh keempat temannya.
Semua teman-teman Naya sudah tahu pasti tentang hubungan Aga dan Naya, meskipun tidak ada kata pacaran namun mereka bisa melihat bahwa Aga menyukai Naya. Namun entah dengan Naya sendiri, gadis itu sulit di tebak perasaannya.
Aga hanya tersenyum mendengar gurauan Karina, walaupun sudah terbiasa dengan gurauan macam itu. Tapi jujur! Aga menyukainya.
Ia merasa itu semua bisa mewakili perasaannya yang tak pernah bisa tersampaikan.
"Aku mau ke sungai dulu ya, rasanya gerah, kebelet juga," kata Naya sambil beranjak dari duduknya.
"Aku temani Nay, nggak mungkin juga kan kalau Aga yang menemani." Karina terkekeh sambil melirik Aga yang pura-pura tidak mendengar.
"Ayo, buruan!" seru Naya tidak menggubris candaan Karina.
Mereka segera pergi menuju sungai yang tidak jauh dari tempat tenda di dirikan. Setelah sampai, Naya segera membasuh mukanya. Tidak jauh dari sungai itu mengalir air terjun yang tak terlalu besar, di bawahnya terdapat sebuah tempat teduh yang terlihat indah. Sepertinya itu adalah salah satu jalan masuk ke dalam gua.
Karina menunggu Naya di atas, ia hanya menemani Naya. Namun sudah beberapa jam Naya tidak juga kunjung naik ke atas, hatinya sedikit khawatir mengingat hari yang semakin sore. Karina bergegas melihat ke bawah, tapi tidak ditemuinya gadis itu. Beberapa kali Karina memanggil Naya namun tidak juga ada jawaban. Hatinya semakin gusar karena khawatir. Hingga akhirnya Karina memutuskan untuk kembali ke tenda dan memberi tahu kepada teman-temannya bahwa Naya hilang.
"Bagaimana ceritanya bisa sampai terjadi sesuatu pada Naya? bukankah kamu bersamanya?" tanya Aga dengan nada sedikit naik, ia merasa khawatir terjadi sesuatu pada Naya. Sedangkan hari sudah semakin petang.
"Aku menunggu Naya di atas, dia bilang cuma mau sebentar, tapi sudah beberapa jam tidak kelihatan juga, makanya aku menyusul dia ke bawah, tapi ketika aku sampai di bawah sudah tidak ada siapapun, sudah kucari di sekeliling, aku juga memanggil Naya berkali-kali sampai tenggorokanku kering, tapi tetap tidak ada jawaban," jelas Karina dengan terbata. Ia menjelaskan dengan sedetail mungkin kejadian yang baru saja di alaminya. Karena ia harus melakukan itu jika tak ingin melihat muka garang Aga yang menakutkan jika sudah menyangkut tentang Naya.
"Rin, jika sesuatu terjadi padanya aku mungkin tidak akan bisa memaafkanmu!" ancam Aga penuh amarah, Ia merasa karena kecerobohan Karina lah sehingga Naya bisa menghilang tanpa jejak. Aga segera bergegas menuju sungai, semua teman Kanaya yang berjumlah 4 orang itu juga segera mengikuti Aga. Mereka tak mungkin membiarkan Aga mencari Naya seorang diri, sedangkan hari sudah semakin sore.
Mega kuning kini telah berganti menjadi petang, awan sore juga berubah menjadi malam, Aga tidak juga mendapatkan petunjuk di mana Naya berada. Semua teman-temannya tidak henti-hentinya memanggil nama Naya. Aga menyusuri di setiap pinggiran sungai, ia bahkan terjun ke dalam air yang sudah terasa sedingin es.
"Ga, bagaimana kalau kita lanjutkan besok pencariannya," kata Ferry.
"Apa? besok? dimana pikiran kamu? bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya dan dia sedang menunggu kita menemukannya? dan bagaimana kalau ada binatang buas yang menakutinya?" sembur Aga dengan marah. Semua orang tahu jika Aga akan berubah dari orang yang menyenangkan menjadi orang yang kejam dan dingin jika menyangkut sesuatu yang ia sayangi.
Sementara ada perdebatan di antara Aga dan teman-temannya, di tempat lain sosok gadis berbaju biru tengah terkapar di sebuah gua yang terlihat sunyi, ia tidak lain adalah Kanaya.
Hawa dingin menyeruak masuk ke dalam gua melalui celah-celah yang tidak tertutup rapat. Naya mengerjap, melihat sekeliling.
"Aku di mana?" gumamnya lirih. Kepalanya sangat pusing, entah apa yang terjadi pada dirinya. Dia hanya teringat bahwa ia sedang membasuh mukanya di sungai, kemudian secara tidak sengaja melihat kupu-kupu yang sangat indah, Naya ingin menangkapnya namun ia tergelincir dan setelah itu ia tidak mengingat apapun.
Belum juga Naya menemukan jawaban yang membingungkannya hingga dia bisa sampai di tempat ini, di lihatnya seseorang yang tengah bersandar pada batu gua yang tidak jauh dari tempatnya duduk. Penampilan pemuda itu sangat lusuh, rambutnya panjang tidak terurus, bajunya compang camping dan penuh sobek di sana sini, wajahnya hitam kusut. Benar-benar pemuda yang tidak terurus, persis seperti gelandangan yang tidak punya tempat berteduh.
"Kamu siapa?" tanya Naya mendekati pemuda itu. Tidak ada rasa takut sedikitpun melihat penampilannya yang liar.
Pemuda itu kaget dan langsung mendorong tubuh Naya dengan kasar. Ia ketakutan tapi juga menyorotkan mata kebencian, bola matanya melotot mengisyaratkan agar Naya tidak mendekat.
"Jangan takut, aku bukan orang jahat kok" kata Naya pelan. Pemuda itu hanya menatap, sepertinya ia mengerti apa yang Naya bicarakan.
Tangan lusuh pemuda itu kemudian mengambil 2 buah jambu dan pisang, dilemparkannya ke arah Naya tanpa sepatah kata.
"Terima kasih!" kata Naya tersenyum dengan tulus dan segera mengambil buah itu, dia memang merasa sangat lapar. Meskipun tingkah laku dan penampilan pemuda itu sangat liar dan kasar tapi Naya yakin bahwa dia orang yang baik.
***
Naya menangis dalam diam, mengingat bagaimana pertama kali ia bertemu dengan Zio, pemuda yang selalu ia pedulikan, pemuda pertama yang bisa membuatnya merasakan damainya angin di sertai suara kepakan sayap kupu-kupu yang indah.
