Bab 18 Pertengkaran Mesra
Bab 18 Pertengkaran Mesra
"Yah, burung ini siapa yang beli?" tanya Sania emosi.
"Ayah."
"Untuk siapa?"
"Untuk istriku yang paling kucintai."
"Lalu, sekarang ini menjadi hak siapa?"
"Tentu saja itu hak Bunda."
"Kalau begitu, kenapa Ayah protes dengan nama yang Bunda berikan padanya?"
Begitulah pertengkaran terakhir Sania dan Sanders beberapa hari yang lalu. Mereka berdua memang selalu bertengkar hanya karena masalah sepele, tapi pertengkaran itu justru malah terlihat konyol dan lucu. Bagaimana tidak? Setiap sesuatu yang bisa di selesaikan dengan perkataan, pasti akan menjadi rumit jika Sania tidak menyukainya.
Tempo hari hanya karena masalah nama untuk burung yang Sanders beli untuk Sania. Sepasang burung berwarna biru itu tampak sangat cantik, love bird viola blue, itulah nama burung itu. Sanders sengaja membeli burung itu ketika sedang perjalanan ke luar negeri, ia melihat sebuah toko burung yang sangat ramai dan pemilik itu mengatakan padanya jika istrinya pasti akan sangat bahagia apabila dibelikan burung sepasang itu.
Sania memang awalnya sangat bahagia dengan hadiah itu, tapi baru beberapa menit kemudian perasaan Sania berubah menjadi buruk.
"Bun, bagaimana Bunda bisa memberi nama yang begitu buruk padanya?" kata Sanders merasa tidak setuju dengan nama yang diberikan oleh Sania.
"Wyatt dan Zoey, apa yang buruk dengan itu? bukankah nama itu sangat lucu?" sungut Sania.
"Ayah rasa nama Drake dan Annabelle lebih cocok untuk mereka Bun."
"Terserah Ayah, Bunda sudah tidak mau mengurusinya. Sana urus sendiri!" kata Sania seraya pergi meninggalkan Sanders yang masih terbengong-bengong karena tingkah aneh Sania.
Sanders bingung menghadapi Sania jika sudah seperti ini, Zio yang melihat bundanya sangat kesal merasa heran, pasti ada sesuatu terjadi antara ayah dan bundanya. Dan itu mungkin hanya hal sepele.
Benar saja, ketika Zio menanyakannya pada Sanders, ia diberitahu tentang apa yang terjadi. Entah kenapa Sania bisa begitu kesal hanya karena Sanders menyarankan nama lain selain pilihan Sania.
Sania pergi dari rumah, entah ke mana tapi itu cukup membuat Sanders hampir frustasi karena mencarinya. Sanders harus mengerahkan seluruh tenaganya menghadapi istri seunik Sania. Setelah menemukan istrinya, ia harus melakukan aksi merayu dipenuhi dengan kejutan-kejutan yang akan membuat Sania menyukainya dan tentu saja kata maaf harus selalu nomor satu.
Sama seperti dengan hari ini, kejadian-kejadian aneh seperti itu sudahlah menjadi hal yang biasa bagi Zio dan Sanders. Kali ini entah apa masalah mereka, Zio sendiri merasa penasaran.
Sanders memasuki apartemen Zio di susul oleh Zio di belakangnya.
"Sayang, ternyata Bunda di sini? Pantas saja Ayah sudah mencari Bunda sampai ke ujung dunia tidak menemukan di mana pun," rayu Sanders sambil duduk memeluk Sania yang masih duduk di sofa tanpa menoleh. Wajahnya masih terlihat kesal.
"Untuk apa kamu mencariku? Bukankah kamu sendiri yang mengatakan kalau kita sudah tidak sejalan lagi?" kata Sania dengan nada emosi yang tertahan.
"Sayang, bukan itu maksud Ayah. Bukankah wajar jika pasangan akan ada kalanya berbeda pendapat? Justru itu akan sangat menyenangkan, Bun." Kali ini Sanders menggelayut manja di lengan Sania yang masih membuang muka.
Zio ingin segera tertawa melihat pemandangan di depannya, ketika seorang Sanders yang terhormat terlihat tidak berdaya begitu menyangkut tentang istrinya. Zio cekikikan, membuat Sania menoleh ke arahnya dengan tatapan kesal.
"Maaf Bun, aku ke belakang dulu sebentar," kata Zio segera kabur, tidak ingin terlibat dalam pertengkaran unik antara kedua orang tua angkatnya.
"Jangan hiraukan Zio, Bun, lihatlah Ayah! Ayah sangat menyesal dan ingin meminta maaf pada Bunda secara tulus," rayu Sanders lagi.
"Apa Ayah tahu kesalahan Ayah apa?" tanya Sania menatap Sanders.
"Tentu saja! Tidak seharusnya Ayah mengatakan itu. Maaf sudah membuat Bunda terluka."
Sania menatap tajam suaminya, mencoba mencari kejujuran di matanya.
"Sayang, Ayah benar-benar minta maaf. Ayah tahu Ayah salah, Bunda lah yang terbaik," lirih Sanders dengan memohon.
"Baiklah kalau begitu, Bunda maafkan, tapi jangan ulangi lagi."
"Iya Sayang, sekarang mari kita pulang, sudah malam," ajak Sanders pada Sania.
Sebelum mereka beranjak, seorang kurir mengantarkan sebuket bunga mawar merah ke apartemen Zio.
"Sayang, ini hadiah kecil tanda ketulusan Ayah untuk meminta maaf." Sanders memberikan sebuket bunga itu pada Sania.
Sania tersenyum sambil menerima sebuket bunga itu, ia sudah paham pasti akan ada kejutan lagi setelah ini.
"Ayo kita pulang," ajak Sanders sambil menggandeng tangan Sania lembut.
Zio yang melihat itu tersenyum simpul, baru kali ini ia melihat pasangan yang masih terlihat mesra sampai setua itu. Bahkan pertengkaran pun tetap terasa indah.
"Tidak mau menginap lagi, Bun?" sindir Zio pada Sania karena sejak awal sudah mengatakan berkali-kali padanya kalau akan menginap di apartemen Zio untuk malam ini.
"Tidak perlu Zio, Ayahmu sudah mengaku bersalah," kata Sania tersenyum.
"Baik, kalau begitu silahkan Tuan putri dan pangeran segera pergi." Zio menyilakan keduanya dengan tangan menunjuk ke pintu, mengusir secara lembut.
Mereka berdua segera pergi meninggalkan Zio, membawa kembali cinta yang telah mengakar di hati masing-masing.
Zio mendesah pelan, setelah kepergian orang tuanya hatinya merasa lega. Zio tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya. Mengingat kembali inti masalah dari keduanya yang memang sudah ia tebak sejak awal bahwa pastilah hanya karena sesuatu yang sepele.
Sania tersinggung karena ucapan Sanders tentang pertemuan mereka pada Kanaya kemarin. Bagi Sania, Naya adalah tipe ideal untuk menjadi menantunya, dia bahkan terbilang sempurna di mata Sania. Namun, berbeda dengan Sanders, ia tidak ingin gegabah menyetujui hubungan Zio dengan Naya. Meskipun dilihat dari penampilan dan tingkah laku Naya, dia sudah baik tapi hati Sanders tetap merasa takut. Alasan utamanya karena Sanders merasa baru mengenal Naya dalam waktu semalam, sebenarnya alasan itu sangat masuk akal. Tapi Sania menolak alasan itu dan merasa tersinggung karena ia mengira Sanders tidak setuju dengan pilihan Sania.
Perdebatan kecil itu berujung fatal, Sania pergi dari rumah dan menemui Zio di apartemennya. Sehingga terjadilah drama cinta antara mereka.
Sosok orang tua seperti Sanders dan Sania selalu menjadi cerminan Zio. Kelak, dia juga menginginkan kehidupan rumah tangga seperti mereka. Saling mencintai hingga tua, tidak peduli apa pun cobaan yang akan selalu menghantam dalam keluarga mereka.
Namun, ketika Zio menyadari satu hal bahwa tidak mungkin bagi Zio mempunyai cinta setulus Sanders untuk Sania. Cintanya untuk gadis satu-satunya di dunia ini kini telah ternoda oleh dendam karena penghianatan di masa lalu. Bagi Zio penghianatan adalah satu kesalahan terbesar dalam sebuah hubungan. Dan kepercayaan yang dulu ia dan Naya bangun tak akan pernah lagi utuh. Ibarat gelas yang telah pecah tidak akan pernah bisa kembali seperti semula, meskipun telah ditambal tetap tidak akan sempurna.
