Bab 9
Selesai acara, kini mereka berdua berada di sebuah kamar hotel yang sudah di sulap seromantis mungkin untuk malam pertama mereka.
"Ya tuhan lelah sekali," keluh Amierra duduk di sisi ranjang dengan menenteng gaunnya.
Djavier terlihat baru memasuki kamar dan menutup pintunya. "Kamu lelah?"
"Sangat, tamunya bejibun." Keluhnya.
Djavier hanya tersenyum seraya melepas jasnya dan menyampirkannya di sofa yang ada di sana.
"Aku mandi duluan," ucap Amierra beranjak menuju kamar mandi.
Ia mulai melepaskan jilbab yang ia gunakan, ia berusaha menggapai pengait dan kancing gaun yang ada di punggungnya tetapi sangat sulit.
"Astaga sulit sekali," keluhnya.
Ia kembali melakukannya tetapi sulit sekali dan ia terus marah-marah kesal hingga Djavier masuk dan membantu membukanya.
"Kalau butuh bantuan, katakan saja." Ucapnya,
Amierra hanya diam membisu, Djavier terlihat membukakan gaun itu dengan sesekali tatapannya menuju ke arah cermin dan bertemu dengan tatapan Amierra melalui cermin itu.
Mata mereka terpaut satu sama lain, hingga Djavier memutar tubuh Amierra hingga berhadapan dengannya.
Mata mereka masih beradu satu sama lain, Djavier memojokkan Amierra dengan kedua tangannya yang berpegangan pada wastafel di belakang Amierra hingga mampu mengkungkung tubuh Amierra.
Jantung Amierra mendadak berdetak begitu cepat seakan ingin keluar dari tempatnya.
Tangan Djavier terulur untuk merapihkan anak rambut Amierra yang terjatuh ke pelipisnya. Djavier menatap Amierra dengan intens dengan tatapan elangnya.
"Paman-"
"Kamu sangat cantik, Amierra." Ucapnya masih membelai pipi Amierra dengan lembut.
Amierra mengingat ucapan sang Bunda kemarin malam.
Ingat Amierra, walau kamu tidak mencintainya. Tetapi dia sudah menjadi suami kamu, dia berhak atas kamu. Jangan pernah menolak apapun keinginannya, jadilah seorang istri yang shaleh. Setidaknya ikuti aturan dari Allah SWT, tugas seorang Istri.
Amierra memejamkan matanya saat Djavier semakin mendekatinya.
Djavier tersenyum melihat wajah gugup Amierra yang memejamkan matanya. "Mandilah," bisiknya dan berlalu pergi meninggalkan Amierra.
Perlahan Amierra membuka matanya dengan dadanya yang naik turun. Apa barusan itu? Sebenarnya Paman mau menciumku atau tidak sih?
30 menit berlalu, Amierra sudah merasa lebih baik karena habis berendam air hangat. Ia keluar dengan memakai gaun tidurnya dan rambut yang di gulung asal hingga beberapa helainya jatuh ke bawah.
Ia keluar dari kamarnya dan terlihat Djavier tengah menuangkan air ke dalam gelas dan mengaduknya. Ia menoleh ke arah Amierra yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Duduklah, minumlah teh ini. Supaya lelahnya sedikit berkurang." Ucapnya seraya beranjak ke kamar mandi.
Amierra duduk di meja Bar dan menggenggam gelas berisi teh hangat itu. Perlahan ia menyesapnya, aroma dari teh itu begitu menenangkan dan rasanya begitu hangat dan sedikit asam.
"Tehnya enak," gumamnya kembali meneguknya.
Tak lama Djavier keluar dari kamar mandi dengan memakai celana boxer hitam dan kaos berwarna coklat. Ia mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil.
"Bagaimana tehnya?" tanya Djavier.
"Rasanya enak, seger." Ucap Amierra masih meneguknya.
Djavier duduk di hadapan Amierra dan menuangkan air mineral ke gelas lainnya. "Itu biasa aku minum saat sedang bekerja. Rasa dan aromanya mampu membuat kita merasa relax." Amierra mengangguk menyetujui perkataan Djavier.
Setelahnya hening tak ada yang bersuara, Amierra menatap sekeliling kamar yang sudah di sulap seromantis dan seindah mungkin.
"Apa malam ini kita akan melakukannya?" tanya Amierra membuat Djavier menatap ke arahnya. "Jangan berpikir yang macam-macam dulu, aku hanya melakukan tugasku sebagai seorang istri untuk menawarimu tidur bersama."
Djavier menahan senyumnya melihat wajah Amierra yang memerah, ia terlihat memalingkan wajahnya seraya menyeduh minumannya.
"Bagaimana, mau tidak? Kalau tidak aku mau tidur."
"Kamu mengajukannya dengan tidak ikhlas," ucap Djavier membuat Amierra mencibir kecil.
"Khem,, Mas Djavier suamiku Sayang. Mau bobo dulu atau mau itu dulu," ucap Amierra dengan senyuman menggodanya membuat Djavier tersenyum melihatnya.
"Kamu terlihat lelah, istirahatlah." Ucapan Djavier membuat Amierra melongo kaget.
Apa barusan dia di tolak??? Oh my god, sudah menggodanya dan sudah menawarinya dengan begitu lembutnya malah di tolak. Batin Amierra kesal.
"Sepertinya Paman tidak normal karena menolakku," gerutunya seraya beranjak menuju ranjang tetapi di tahan oleh Djavier hingga tubuh Amierra tertarik dan menabrak dada bidang Djavier.
"Kamu bilang apa barusan?"
"Aku tidak mengatakan apapun, udah ah lepas aku mau tidur." Amierra menepis tangan Djavier dan beranjak menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya di sana dengan membelakangi Djavier.
'Nyesel gue ngikutin omongan Bunda, di kira gue cewek mesum apa. Dan si Paman katro ini bener-bener gak peka. Apa benar-benar dia tak normal?'
Djavier masih memperhatikan Amierra yang menggerutu pelan, ia tau kalau Amierra tengah mengoceh karena barusan di tolaknya.
Bukan apa-apa, Djavier tau Amierra kelelahan. Dan Djavier tidak ingin membuatnya kelelahan. Bukankah masih ada hari esok.
