Pustaka
Bahasa Indonesia

Dear Amierra

76.0K · Tamat
Indriani sonaris
67
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Apa yang akan kamu lakukan saat tiba-tiba Ayah dan Bundamu menikahkan kamu dengan seorang pria yang usianya terpaut 10 tahun denganmu? Dan pria itu dulunya adalah guru mengajimu di pesantren yang di kelola Ayah.~ Amierra Zara Rahaja Dia gadis yang pernah aku ajari mengaji saat aku masih menjadi seorang santri di sebuah Pesantren. Dan sekarang aku harus menikahinya karena amanat dari Kakek.~ Djavier Ahmad Baldhawi

SupernaturalMenantuRomansaPernikahanIstriLove after MarriageDewasaPerselingkuhanBaper

Bab 1

Di sebuah kampus di Jakarta, seorang gadis cantik yang memiliki paras khas warga Indonesia. Wajahnya tirus dan matanya sedikit belo, hidungnya mancung dan begitu ramping. Bibirnya yang berwarna merah pucat begitu mungil tetapi sedikit berisi di bagian bawahnya, tubuhnya ramping dan proporsional karena dia terlihat merawat tubuhnya sendiri, dia juga memiliki kulit kuning langsat khas wanita Indonesia. Rambut panjang indahnya yang berwarna hitam dan sedikit coklat melambai-lambai di udara karena terpaan angin.

Earphone berwarna putih menempel di kedua telinga gadis itu. Ia terlihat fokus membaca sebuah novel cinta di tangannya.

"Amiera!"

Teriakan itu membuatnya menengok ke arah kanannya dimana seorang gadis yang terlihat memakai pakaian casualnya berdiri dengan berkacak pinggang.

"Apa sih Mil?" dia bertanya dengan nada datar seraya melepaskan earphone di telinganya.

"Loe nanya apa? Gue daritadi teriak-teriakan udah kayak tarzawati dan loe baru bilang apa!" pekik gadis itu dengan emosinya.

"Heh, Milow kalau loe perlu gue kenapa gak nyamperin. Malah teriak-teriak, kebiasaan malu-maluin loe." ucap gadis yang di panggil Amiera itu seraya menutup bukunya.

"Kebiasaan telinga loe di sumpel mulu." gerutu Mila yang masih terlihat emosi.

"Berhenti menggerutu, ayo sekarang kita balik." ajak Amiera.

"Jadi ke mall?"

"Mau ngapain sih Mil?"

"Ayolah, ada diskonan tas hari ini. Gue lagi nguber tas channel terbaru Mir." rengeknya.

"Ah elah, loe kan kemarin udah beli tas."

"Ya mau lagi, ayolah Amiera sayang temenin gue."

"Mil, kali ini gak bisa. Nyokap gue minta gue pulang cepat."

"Tumben,"

"Meneketehe. Udah ah yo balik, loe kau bareng gue?"

"Pake Taxi?"

"Bukan pake andong. Pake nanya lagi, gue kan selalu pake Taxi."

"Nggak ah, males harus muter ke rumah loe dulu. Mending gue telpon abang Grab langganan gue yang tampan bingits." Amierra memutar bola matanya jengah mendengar ucapan lebay sahabatnya itu.

"Terserah, udah ah gue duluan. Bye."

"Bye,,"

Ia berjalan meninggalkan Milla sendirian di sana.

Amierra Zara Rahaja adalah seorang gadis cantik yang ceria dan begitu ceplas ceplos. Dia terbilang gadis yang aktif dan riang, tetapi sayangnnya dia sedikit tertutup pada orang-orang karena dia tidak begitu menyukai berteman dengan banyak orang. Dia hanya butuh satu sahabat yang bisa memahami dia dan bisa dia percaya.

Amie atau Mirra nama panggilannya, di keluarganya hampir semuanya memanggil dia dengan nama Amie, tetapi di kampus hampir memanggilnya dengan nama Mierra. Hanya satu orang yang memanggilnya Rha. Dia adalah kekasihnya yang saat ini hilang tanpa kabarnya.

***

"Assalamu'alaikum, Amie pulang." teriakannya seperti biasa.

"Amie sayang kemarilah dulu." panggilan sang bunda membuat ia berjalan menuju ruang keluarga.

Kedua orangtuanya terlihat sedang kedatangan tamu. Ia berjalan mendekati mereka dan mencium tangan mereka semua kecuali satu orang pria.

Amiera mengernyitkan dahinya saat melihat sosok pria yang ia kenali. "Pak Djavier?"

Pria yang di panggil Djavier itu tersenyum manis dan mengucapkan salam. "Apa kabar Amiera?"

"Baik," jawab Amiera dengan kebingungannya. "Bapak kenapa ada di sini?"

"Duduklah Mie, tidak baik berbicara dengan tamu sambil berdiri." ucap sang Ayah membuat Miera akhirnya duduk di dekat sang Bunda.

"Ada apa ini, Bun?" bisik Amiera tetapi Bunda hanya tersenyum manis.

Amierra menatap tamu di depannya itu, satu orang pria paruh baya dengan kumis hitamnya tetapi tidak sebaplang pak Raden di si Unyil. Lalu seorang wanita paruh baya yang memakai jilbab berwarna hijau army. Badannya terlihat berisi dan wajahnya sedikit judes karena tidak menampilkan senyumannya. Mereka pasti orangtuanya pak Djavier karena begitu mirip. Pikir Amierra.

Lalu satu lagi ada seorang Kakek yang memakai sorban putih, seperti pak Kiyai di pesantren. Kakek itu memakai kacamata dan memiliki janggut panjang berwarna putih. Apa ini ada acara pengajian mendadak? Pikirnya.

"Karena Amie sudah ada, kita bisa membicarakannya sekarang." ucap sang Ayah semakin membuat Miera kebingungan.

"Amie sayang, nak Djavier dan keluarganya datang untuk melamar kamu."

Seketika mata Amierra membelalak lebar. Semalam dia mimpi apaan? Kenapa jadi seperti ini.

Sumpah demi pantat katel yang hitam, ini mimpi kan? Pasti mimpi. Pikir Amiera,

Ia terus mengerjapkan matanya berkali-kali dan berharap saat ini ia berada di dalam kamar tepat di bawah selimut hangatnya.

"Amie,"

"Ayah, i-ini." ucapnya gelagapan.

Aku dan pak Djavier? Astaga demi kepala botaknya pak RT, ini pasti salah paham. Pikir Amierra berkali-kali menatap Ayahnya dan Djavier bergantian.

"Ayah, tapi Amie masih kuliah dan usia Amie juga belum genap 22thn." ucapnya.

Tunggu,,,,

Kalau aku 22thn, berarti berapa dengan pak Djavier?

Miera melirik ke arah Djavier yang terlihat tenang di tempat duduknya.

'Astaga udah bangkotan juga. Kenapa dia mau nikah sama aku? Apa dia seorang pedofil?'

"Nak Amie, sebenarnya ini keinginan Kakek," ucap Kakek menatap Amierra dengan senyumannya. "Dulu saya dan mendiang Kakek kamu itu bersahabat dan kami sepakat untuk menjodohkan anak kami. Tetapi karena anak kami sama-sama seorang Pria, kami mengurungkan niat untuk menjadi besan. Tetapi saat terakhir saya bertemu dengan Kakekmu sebelum beliau menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit. Dia meminta saya untuk menjodohkan cucu pertama kami, karena kebetulan Kakek memiliki cucu pertama seorang pria yakni Djavier dan cucu pertama mendiang Kakekmu adalah kamu Amierra."

Penjelasan itu membuat Amierra semakin membelalak lebar. "Dulu usiamu masih 15 tahun, dan kami tidak bisa menikahkan kamu. Apalagi Djavier sedang sibuk dengan pekerjaannya. Jadi menurut kami inilah waktu yang tepat untuk menikahkan kalian." Kakek itu menghela nafasnya setelah berbicara panjang lebar.

Amierra masih menampilkan wajah melongonya dan menatap semua orang yang ada di sekitarnya. "Tapi kenapa aku?" ucap Amiera masih tak paham.

"Karena tidak mungkin kami menjodohkan Djavier dengan Salma sepupu kamu yang masih SMP." jelas Bunda.

"Tapi kan-"

"Sebaiknya kalian mengobrol saja dulu untuk perkenalan awal. Biar kami tinggal dulu." Ucap Ayah Amiera.

"Lah?"

"Betul kata Ayahmu, ayo kita tunggu di luar saja," ucap Papa Djavier.

Semuanya berlalu pergi meninggal Amiera dan Djavier berdua. "Ini kok pada pergi?"

Amierra menatap garang ke arah Djavier yang masih terdiam seakan sibuk dengan dunianya sendiri. Amierra mendengus kesal, ada apa hari ini. Pulang kuliah tau-tau mau di kawinin. Di kira kambing apa, main kawinin aja.

Kambing juga milih jodohnya sendiri nggak di jodohkan sama yang punya. Pikir Amierra.

Djavier terlihat masih diam membisu belum mampu membuka suaranya. "Assalamu'alaikum Paman," celetuk Amierra membuat Djavier mengernyitkan dahinya dan kali ini dia menatap ke arah Amierra dengan mata abunya yang begitu indah dan tajam penuh intimidasi. "Ke-kenapa menatapku seperti itu?" ucap Amierra mendadak salting dan langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Wa'alaikumsalam. Tetapi saya Djavier bukan Paman kamu."

"Saya tau, tetapi usia kita terpaut sangat jauh sekali. Jadi wajar saja aku memanggilmu Paman, atau mau aku panggil Papa atau Opa?" celetuk Amierra.

"Kamu lucu sekali, Amierra," ucapnya tersenyum masam.

"Haha siapa yang ngelucu," cibirnya menggerutu kesal.

Bagaimana bisa kedua orangtuanya menjodohkannya dengan pria model begini. Pakaiannya juga terlihat sangat formal, dan aduh dia itu mau ke pengajian apa mau lamaran sih kok pake koko.

"Ada apa?" Djavier menunduk menatap dirinya sendiri karena tatapan Amierra yang aneh.

"Tidak, sudahlah sekarang kita bahas masalah pernikahan ini." Ucapnya seraya mengibaskan rambut panjangnya. " Aku tidak mau menikah denganmu, Paman."

"Tetapi saya sudah menerima perjodohan ini."

"What? Kenapa?"

"Karena amanat dari Kakek saya. Jadi mau tidak mau saya akan tetap menikahimu."

"Paman bukan pedofil kan menikahi gadis belia sepertiku?" ucapan Amierra tak mampu membuat Djavier untuk tidak tersenyum. Ia menahan tawanya karena merasa lucu dengan ucapan Amierra. "A-apa yang salah, kenapa tersenyum begitu?"

"Tidak apa-apa, ucapanmu itu lebih pantas di ucapkan oleh adik sepupumu yang masih SMP." Ucapan Djavier membuat Amierra mencibir kesal penuh emosi.

'Oh ayolah Paman yang baik, jangan bermimpi di siang bolong yang terang benderang. Astaga bagaimana kalau semua teman-temanku tau aku akan menikah dengan pria tua seperti dia. Ya tuhan,,' gumam Amierra mengusap wajahnya gusar dan sedikit menggaruk kepalanya.

"Ada apa dengan kepalamu? Apa gatal karena ada kutu?" ucapan Djavier membuat Amierra melotot sempurna.

"Bunda, gak mau di kawinin sama om om nyebelin." Rengeknya membuat Djavier terkekeh.

"Saya hanya bercanda Amierra, kamu terlalu di masukkan ke dalam hati." Kekehnya.

"Belum pernah di timpuk sama gelas yah?"

"Sudah pernah, rasanya sakit jadi jangan melakukannya lagi." Ucap Djavier membuat Amierra mencibir kesal.

"Pokoknya aku tidak menerima perjodohan ini."

"Ya terserah, lagian lamaran saya sudah di terima orangtuamu." Ucapnya dengan santai seraya meneguk minumannya.

'Ya tuhan, kenapa paman ini sangat menyebalkan. Aku gak mau,, huaaaaaa.'

'Oke Paman yang menyebalkan, kita lihat apa kamu akan kuat bersamaku.'

***

"Pokoknya Amierra gak mau nikah, titik." Ucap Amierra bersidekap dan duduk di kursi meja makan.

"Terima saja Kak, lagian bang Djavier baik. Dia kan guru ngaji kita dulu," ucap Amran adik kandung Amierra.

"Diam kamu, Amran." Desis Amierra dan kembali menampilkan wajah memelaskan pada kedua orangtuanya. "Ayah, Bunda....."

"Tidak Amierra, kalian akan tetap menikah bulan depan setelah menyelesaikan beberapa syarat dan ketentuannya. Lagian Ayah merasa yakin pada Djavier. Dia pria yang tepat untukmu, Ayah yakin dia juga dapat membimbingmu menjadi lebih baik."

"Ayah pikir sekarang aku tidak baik?"

"Bukan tidak Sayang, tetapi belum. Lihatlah penampilan kamu sekarang," ucap sang Bunda.

"Apa yang salah sama penampilan Amierra? Toh Amie gak pakai pakaian terbuka." ucapnya dengan santai.

"Sempurnakan pakaianmu sayang. Tutupi auratmu bukan hanya di tubuh saja tetapi kepala juga seperti firman Allah Swt, Hai anak adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka selalu ingat. QS. Al-A'raaf ; 26."

"Pahami itu Sayang," tambah sang Ayah mulai mengeluarkan petuahnya.

"Tapi apa hubungannya aku harus menikah dengan Paman itu."

"Karena Ayah merasa tidak mampu membuatmu berubah. Kamu butuh pemimpin dan pembimbing seperti dia."

"Ayah, stock pria di dunia ini bukan hanya dia. Apa stock pria muda dan tampan sudah habis di dunia ini sampai Ayah haru menikahkan aku dengan Paman Paman itu!" ucapnya sedikit kesal.

"Tetapi sayangnya yang di pilih Kakek dan kami adalah nak Djavier."

"Kalian terus saja memutar pembicaraan yang ujung-ujungnya tetap memaksaku menikahi Paman tua itu." Gerutu Amierra membuat Ayah dan Bundanya terkekeh.

"Sudahlah sekarang kita makan dulu. Berhenti berdebat, tidak baik saat makan masih berdebat." Ucap sang Ayah dan Amierrapun menurutinya.

***