Bab 3 ( Calon Suami Idaman)
Deru mesin mobil berhenti saat sampai di tempat parkiran. Gadis cantik berkulit pucat bergelayut manja pada lengan sang pria. Senyum yang tak pernah luntur ia perlihatkan.
"Apa kau yakin akan menemani aku hari ini?" tanya menyakinkan dirinya.
"Tentu saja, bukankah aku sudah berjanji." Ujarnya mengusap pipi chubby sang gadis.
Gadis cantik itu tersenyum semakin lebar. Kala pintu mobil di buka perlahan oleh bawahan pria Brown itu. Ke duanya keluar dari mobil, melangkah cepat memasuki butik yang beberapa hari ini tengah booming di Amsterdam. Butik yang di gedang-gadang merupakan anak dari batik ternama Paris.
Pintu di buka lebar, beberapa pegawai tersenyum ramah. Rider Swan menarik cepat Louis mendekati baju gaun yang tergantung. Tangan lembut tak pernah diam, menyentuh daretan gaun mahal. Yang hanya bisa di beli oleh orang-orang yang memang memiliki saku tebal. Seperti Presdir Brown Group ini, misalnya.
"Apakah ini adalah keluaran terbaru?" Tanya Rosse menunjuk gaun putih dengan ornamen manik mutiara.
"Tentu saja nona. Di sini semua nya adalah stok baru, Direktur hanya membuat gaun dua pasang saja. Dan untuk yang di Amsterdam hanya mendapatkan satu satu gaun saja. Satu gaun lagi berada di Paris." Terang nya mengeluarkan gaun yang di tunjuk.
Netra Rosse Swan berbinar-binar tanpa ada rasa khawatir. Mengingat Louis akan membelikan apapun yang ia ingin kan. Harga yang tertera di bandrol tak lah masalah. Seberapa mahal pun Louis akan membeli kan nya. Louis melepaskan gandengan tangan Rosse, gadis itu menoleh sedikit menengadah.
"Aku akan menunggumu di sofa. Coba saja baju yang kau mau, sayang!" Tutur Louis mengusap puncak kepala Rosse penuh cinta.
Rosse mengangguk cepat. Sedangan Rere tersenyum iri. Beberapa pegawai yang ada di dalam butik pun merasakan hal yang sama. Siapa yang tak tau Louis Brown dan Rosse Swan. Pengusaha muda yang menjadi suami idaman seluruh kaum hawa. Dan Rosse Swan, mantan Miss Belanda yang menjadi kekasih dari pria bermata tajam itu. Patah hati nasional terjadi tiga tahun yang lalu. Tiga tahun ke duanya menjalani hubungan yang begitu romantis. Meski beberapa kali ada rumor tak sedap terhadap Louis. Pria ini sempat membatah rumor pacaran mereka. Beberapa kali, sampai tertangkap kamera paparazi ke duanya tengah berlibur di Hawai. Dan pada akhirnya, Louis Brown mengakui nya.
Tak cukup rumor pacaran saja yang beredar. Ada kabar burung mengatakan, jika pria Brown itu adalah pria yang suka bermain wanita. Namun, itu di bantah oleh sang kekasih. Melihat hubungan romantis yang begitu langgeng menepis gosip Louis Brown pemain ulung. Sampai saat ini.
Louis Brown melangkah menuju sofa. Rosse terlihat melangkah jauh lebih ke dalam. Memasuki beberapa bilik khusus. Dimana koleksi gaun pesta bahkan gaun pengantin di gantung khusus. Tak tersentuh oleh debu. Beberapa mata mencuri-curi pandang pada Louis. Tak terkecuali, para pengunjung yang kebetulan singgah untuk membeli satu-dua potong gaun mahal. Untuk melancarkan serangan perang gaya antar sosialita.
Louis menyandarkan tubuhnya senyaman mungkin di sofa mahal. Jari jemari tangan tak berhenti menarik di atas keyboard ponsel. Membalas setiap pesan yang begitu ramai di group. Jimi dan Kris tak berhenti membahas tubuh wanita. Sedangkan, Chandra hanya menjadi pewawancara aktif untuk ke duanya. Mengingat Bos Media sekaligus Presdir dari sebuah rumah entertainment, yang mengontrol seluruh surat kabar, berita online dan sekaligus berita gosip. Membuat naluri alami Chandra Williams selalu keluar. Untuk Kris dan Daniel, mereka hanya menjadi pendengar. Sesekali menimpali pesan.
KLIK!!
Pintu butik terbuka lebar. Sang pemilik masuk dengan senyuman. Para pegawai tersenyum hangat yang selalu di balas oleh sang pemilik sekaligus Desainer hebat itu. Sonya melangkah mendekati Rere, sebagai wakil nya.
"Apakah si kembar hari ini tidak ikut, Direktur?" Tanya Rere menoleh kebelakang tubuh Sonya.
"Tidak. Katanya mereka hari ini ada kegiatan yang padat. Anna sibuk dengan buku baru sedang Anne, dia mengikuti kelas ballet hari ini," tutur Sonya tersenyum cerah.
"Wah. Hebat sekali." Pujia Rere mengangguk paham.
"Bagaimana dengan butik?" Tanya Sonya melangkah mendekati meja kasir. Di ikuti oleh Rere dari belakang.
"Seperti nya kita akan mendapatkan pemasukan fantastis hari ini, Direktur!" ujar Rere penuh semangat.
Dahi Sonya berlipat. Pertanda dirinya tak mengerti. Rere mempersempit jaraknya dan Sonya. Sebelum berbisik di telinga Sonya. Jari telunjuk nya menunjuk ke arah sofa tunggu. Membawa iris coklat bening bertemu dengan mata hitam elang milik Louis. Senyum menyeringai membawa kepalan di kedua sisi tubuh nya. Louis tersenyum miring sebelum mengedipkan sebelah matanya. Rere membeku, otaknya bleng. Seolah tak tersapu oleh kedipan maut pria berkulit albino itu. Ekspresi Sonya terlihat pias, dalam balutan ketakutan dan rasa sakit yang mendalam. Tidak! Sonya Paker yang sekarang dan Sonya Paker yang dulu berbeda. Ia kini memiliki segalanya, tidak ada yang bisa menginjakkan nya. Tidak ada yang bisa memperlakukan nya dengan buruk. Tak akan pernah ia biarkan lagi, ia mendapat pelecehan baik verbal maupun nonverbal.
Gigi nya bergemeretak, ke dua tangan terkepal kuat membuat buku-buku tangan Sonya memutih. Saking kuat menahan amarah dan trauma. Dua netra yang beradu tak pernah putus. Meski Louis Brown telah berdiri dari posisi duduknya di sofa. Melangkah mendekati kasir. Bisik-bisik lirih pegawai-pengujung butik terlihat menatap pria yang sempurna yang kini telah berdiri di depan meja kasir. Sebagai pembatas satu sama lain.
Rere masih membeku bak orang bodoh. Senyum yang untuk kesekian kalinya ia ulas. Sebelum nada berat yang sangat Sonya benci mengalun.
"Lama tak bertemu Sonya Paker!" sapa Louis seolah-olah hubungan mereka bukanlah hubungan terkutuk.
Seakan-akan masa lalu yang membuat dunia wanita Paker itu porak-poranda adalah hal remeh. Percobaan pembunuhan yang pernah pria ini lakukan padanya tak pernah meneteskan darah dari tubuh yang telah melahirkan dua orang putri cantik pria ini. Wah! Sungguh mengesalkan.
"Yeah, lama tak bertemu!" Sonya membuka mulutnya. Membalas sapaan Louis dengan nada stabil.
Louis terkekeh pelan. Menarik! Louis pikir Sonya Paker akan berteriak padanya. Menghadiahi Louis sebuah pukulan atau makian. Sayang, wanita bermata bulat ini malah mengulas senyum. Setelah melepaskan tangan yang mengepal di ke dua sisi tubuh nya.
"Apa kabar?"
"Baik. Sangat baik berkata kau, tentu nya!"
"Wah. Hebat juga."
"Tentu saja. Jika bukan karenamu, mana mungkin aku bisa menjadi hebat."
Louis mengangguk-angguk pelan. Tak semua kata manis dan senyum indah memiliki makna yang baik. Setiap kata yang ke duanya lontarkan hanya mereka yang tau apa arti nya.
"Ya. Kau bahkan pindah sekolah dari Amsterdam ke Paris tanpa pamit. Kalau aku tau kau ke Paris saat itu. Mungkin saat libur sekolah aku dan teman-teman kita bisa bertemu di Paris. Kami merindukanmu," ucap Louis pelan.
Ugh! Benarkah? Louis Brown akan mengunjungi nya? Tentu saja. Pria ini akan mengunjungi nya dengan cara yang mengerikan.
"Maafkan aku, saat itu aku harus pergi mendadak. Karena ada orang gila yang hampir membuat aku meregang nyawa di Amsterdam," balas Sonya pelan namun penuh tekanan.
Rere hanya menjadi pendengar yang baik dalam balutan terpesona dengan ke tampan Louis. Meski sebenarnya ia tak terlalu bisa menyimak dengan seksama apa yang mereka katakan. Hanya karena terpesona.
Louis tersenyum lagi. Kembali ke dua tangan Sonya terkepal keras. Langkah kaki mendekati mereka cukup nyaring. Di tengah kesunyian yang tercipta setelah kata terakhir Sonya lemparkan.
"Louis!!" seru Rosse berdiri di tak jauh dari mereka.
Ke tiga nya menoleh. Rosse tersenyum, ia menarik rambut yang menutupi belahan dada ranumnya. Tersenyum lebar, memperlihatkan betapa cantiknya Rosse Swan dalam balutan gaun putih polos. Dengan belahan dada yang begitu menggoda. Gadis ini sangat tau selera Louis Brown. Pria yang tak pernah lepas dari permainan ranjang.
****
"Mom!" seruan cukup keras tak mampu membangunkan sang ibu dari lamunan.
Anne melirik sang kakak di depan nya. Anna hanya mendesah kasar, sebelum bergerak menyentuh punggung tangan Sonya di atas meja makan.
"Mommy!" Panggil Anna mengusap pelan punggung tangan Sonya.
"Ah? Eh!" Sonya tersentak menatap sang pemilik tangan yang masih mengusap punggung tangan kanannya.
"Anne memanggilmu dari tadi Mom!" ujar Anna yang tau arti tatapan Sonya.
Sonya mengalihkan pandangan matanya ke arah Anne yang berada di sebelah kiri nya. Anak perempuan bermata chubby itu menggembung kan ke dua pipinya sebal.
"Ada apa sayang?" tanya pelan.
"Aku dari tadi bercerita tentang ballet dan juga pria tampan di Amsterdam ini, Mom!" kesal Anne.
Sonya terkekeh lembut. Ia meletakan sumpit yang masih di apit oleh tangan kanannya ke atas meja. Kala Anna, kembali melakukan kegiatan menyuap. Membiarkan sang adik mengoceh.
"Maafkan Mommy, oke! Mommy terlalu banyak pikiran jadi tidak mendengar perkataan tuan putri!" Ujar Sonya mengusap pipi chubby sang putri penuh kasih sayang.
Anne mendesah kasar. Dan tersenyum cerah, ia tau sang Ibu begitu letih. Bekerja demi mereka. Dan Anne menjadi cerewet lantaran hanya ingin membuat Sonya merasa terhibur akan semua yang ia katakan.
"Baiklah, aku memaafkan Mommy." Ujarnya mengangguk."Kita lupakan dulu tentang tarian. Aku memiliki keinginan besar. Ah! Salah. Maksudnya aku ingin menikah." Lanjutnya antusias.
Anna memutar bola matanya malas. Anne Paker adalah adik yang suka sekali membicarakan para pria yang menyebalkan. Saat berusia enam tahun, Anne juga mengatakan akan menikah dengan teman sebaya mereka. Atau bahkan lebih tua dari mereka. Tak tau sifat siapa yang adik nya itu tiru. Tak bisa melihat cowok bening. Meski masih kecil.
"Wah! Benarkah itu? Siapakah dia kali ini?" tanya Sonya terlihat antusias. Agar sang putri tidak merajuk.
"Pinjamkan ponselmu padaku Mom!" Ujar Anne mengulur kan tangannya pada Sonya.
Sonya memiringkan kepalanya. Seolah-olah tengah berpikir. Apakah putri cantik nya ini malah kepincut dengan penyanyi Amsterdam? Ah. Entahlah. Sonya merogoh saku nya. Memberikan benda persegi panjang tipis ke tangan sang putri.
Anak berusia tujuh tahun itu terlihat begitu serius saat jari-jari mungil nya menekan keyboard. Dan tersenyum puas saat mendapat apa yang ia cari.
"Ini loh Mom! Aku jatuh cinta pada nya. Dia begitu tampan dan kaya!" Ujarnya menyodorkan layar ponsel pada Sonya.
LOUIS BROWN, CALON SUAMI IDAMAN?!
GLEK!
Sudah payah Sonya Paker hanya untuk menelan Saliva yang tersangkut di kerongkongan. Kepalanya pening seketika kala mendengar lanjutan kata dari mulut sang putri.
"Katanya dia adalah pengusaha muda Belanda. Dia begitu kaya dan tampan, jika aku menikah dengan nya. Maka Mommy tidak perlu lagi bekerja keras." Ujar Anne dengan bangga menarik kembali ponsel yang ia sodorkan pada Sonya.
Mengusap layar ponsel. Seolah-olah ia begitu berharap akan hal itu menjadi nyata.
