Bab 4 (Kelompok Pria Gila)
Ricuh selalu membawa kata gaduh. Berkumpul di ruangan yang sama dengan kegilaan yang sama. Orang-orang selalu berkata, jikalau mereka yang sejenis dan sesifat lebih cenderung menjalin hubungan lebih lama. Perkataan itu bukan hanya isapan jempol semata. Melihat fakta yang terbentang, rumah mewah dengan fasilitas teratas itu di banjiri oleh minum keras tentunya berstandar internasional. Bukan minuman murah yang sering di jajal oleh rakyat miskin. Yang ingin berlagak sok kaya. Di haramkan lidah mereka menelan minuman murahan yang bisa membawa malaikat maut berhitung tahun di sisi mereka. Desahan kasar, erangan bak binantang buas selalu menjadi nada terindah bagi rungu masing-masing. Gila! Memang. Pertemuan yang selalu berakhir menjadi pesta sex yang gak pernah di lewatkan. Menghabiskan sisa-sisa sperma di dalam tong sampah. Lebih baik dari pada harus mendiami rahim wanita yang tak jelas. Hidup mewah, tentu ada bayaran nya. Kebebasan di berikan bukan semata-mata benar-benar bebas. Mereka bebas tidur dengan gadis mana pun. Bebas menjalin kasih dengan siapapun. Tapi, menyangkut pernikahan. Sudah ditetapkan oleh ke dua orang tua masing-masing.
Desahan panjang, menjadi pelepasan terakhir sebelum tawa mereka semua meledak. Visual yang nyaris membuat gadis manapun menggila. Uang yang di buang percuma tanpa harus memikirkan banyak hal. Meskipun tanpa iming-iming uang pun para wanita rela membuka selangkangan mereka hanya untuk merengkuh kenikmatan dunia.
"Ssshhhh..ah! Turun dari pangkuan ku!" titah Louis dengan nada berat.
Wanita cantik itu merenggut pelan. Bunyi menjijikan terdengar jelas kala empat gadis lainnya melakukan hal yang sama. Peluh membasahi tubuh kelima pasangan. Kris meraih gelas berisikan minuman beralkohol sedang di bantu oleh gadis yang baru saja melepas keperawanan masing-masing.
"Apakah kita akan melakukan nya bersama lagi?" Seru gadis bermata rubah mengusap peluh Chandra Williams menempelkan payudara padat milik nya di lengan pria Williams itu.
"Tidak girls! Kami hanya membutuhkan gadis perawan. Untuk pesta sex, lagi pula di Agensi Chandra memiliki banyak yang ingin memulai karir mereka selain kalian." Jimi menjawab cepat dengan tangan nakal meremas body belakang gadis di sampingnya.
Chandra menyeringai. Menjadi pemilik Agensi besar Belanda merupakan kenikmatan untuk kelompok yang menamai diri sebagai Dragon. Chandra Williams sebagai pemasok gadis-gadis perawan dengan bayaran bahkan janji karir cemerlang untuk mereka semua. Membuat ke empat sahabat brengseknya itu puas berganti pasangan.
"Jadi kami. Hanya di pakai satu kali saja?" kini giliran gadis di samping Daniel angkat suara rendah.
Louis tersenyum miring. Meraih baju baju kemejanya, memasang cepat. Sebelum meraih celana dalam dan celana jins panjang milik nya.
"Kami tak suka dengan yang sudah tak perawan lagi! Kecuali untuk wanita yang spesial!" Ujar Louis berdiri dari posisi duduknya.
"Mau kemana?" seru Kris kala Louis hendak melangkah.
"Biasa. Dia pasti harus melakukan pekerjaan lain lagi. Bersenang-senang dengan wanita lain."
Chandra tersenyum meledek. Jimi melepaskan tangan nakal yang mulai mengusap paha gadis yang menemani nya."Jangan terlalu sering kawan! Spermamu jangan terlalu sering di buang!" Jimi ikut meledek.
Desakan tawa mengalun. Jangan pikir Louis akan marah dengan perkataan sahabat-sahabat brengseknya itu. Ia malah tersenyum misterius.
"Aku tidak membuang nya dengan percuma Jim! Lagipula siapa bilang aku akan melakukan itu. Aku ingin melakukan hal yang lebih menyenangkan dari itu!" Ujarnya mengayun kan ke dua kakinya meninggalkan ruangan tengah milik Kris.
***
"Ada apa dengan tatapan kalian berdua, Hem?" Seru Sonya berkacak pinggang.
Ke dua putri nya melihat Sonya dengan pasangan kesal. Mulai dari saat wanita Paker ini sampai di sekolah ke duanya. Menjemput ke duanya, anak-anaknya terlihat cemberut diam seribu bahasa. Meski beberapa kali menegur, sayang nya si kembar tak kunjung buka suara.
"Anna?" panggil Sonya lembut.
Anna Paker adalah putri yang jujur dan lebih dewasa dari pada Anne Paker. Sonya meletakan tas sandang nya di atas meja kerja. Sebelum melangkah mendekati sofa, menepuk ke dua permukaan sofa dengan pelan. Memberikan kode pada putri-putri cantik nya untuk duduk. Anna menoleh menatap sang adik. Anne cemberut, tangan mungil Anne di tarik pelan menuju sofa.
"Ada apa, hem? Kenapa tak ingin membicarakan nya dengan Mommy?" Ujar Sonya mengusap puncak kepala ke dua putri nya.
"Jangan jemput dan antar kami lagi, ya Mom!"
Sonya pikir Anna yang akan buka suara. Sayangnya, nada kesal itu di lemparkan oleh Anne. Sebelah alis mata Sonya naik tinggi. Tak mengerti apa yang terjadi. Kenapa kata larangan yang keluar dari bibir sang putri.
"Kenapa Mommy tak boleh mengantar dan menjemput ke dua putri cantik ini, huh!"
"Kami kesal karena para Bapak guru di sekolah membicarakan Mom! Bahkan Bapak guru menanyai kami bergantian nomor Mom," jelas Anne pelan.
Sonya terkekeh pelan."Jadi karena itu, ke dua princess cantik Mom terlihat kesal?"
"Tentu saja. Mom tidak boleh berdekatan dengan pria lain!" tolak Anna lirih.
"Benar!" ujar Anne membenarkan perkataan sang kakak,"Mommy hanya boleh bersama my Daddy! Bukan lelaki lain!" lanjut Anne menggebu.
Sonya mendesah kasar. Namun tetap mengulas senyum lembut. Ia tau kerisauan ke dua buah hatinya. Namun, ia tak bisa menjanjikan hal seberat itu. Bagi Sonya ia hanya akan fokus pada satu tujuan. Menghidupi ke dua Putri nya, hidup melajang sampai tua. Maybe!
TOK!
TOK!
"Masuk!" seru Sonya keras.
Pintu kayu di geser ke samping. Gadis cantik itu masuk dengan senyum lembut. Berdiri di ambang pintu, tidak melangkah masuk.
"Direktur!" panggilnya ragu.
Sonya mengulas senyum."Katakan saja, apa ada masalah di luar?"
"It-u," Rara terhenti,"Ada pelanggan yang agak rewel!" ujarnya pelan.
Sonya mengangguk mengerti. Berdiri dari posisi duduknya. Membelakangi Rara di ambang pintu masuk. Kecupan di layangan di ke dua dahi sang putri.
"Kalian bisa Mom tinggalkan di sini bukan? Nanti jika ada yang di inginkan keluar lah, kalian bisa minta pada Tante Rara untuk keperluan kalian. Mommy harus melayani pembeli dulu!" Ujar Sonya dengan ke dua tangan mengusap puncak kepala sang putri.
Ke duanya mengangguk mengerti. Tanpa kata lagi Sonya membalikkan tubuhnya. Melangkah meninggalkan ruangan.
"Kita berdua lagi," keluh Anne pelan kala pintu kembali di tutup.
Anna tak ambil pusing. Ia memang sudah biasa, lebih baik menghabiskan waktu dengan buku tebal. Dari pada Anne yang memang selalu manja. Merasa di abaikan, ke dua bola mata Anne berotasi. Anna Paker adalah kakak yang membosankan. Anne turun dari sofa, melangkah mendekati meja kerja sang Ibu. Lebih baik ia berselancar dengan dunia internet. Sonya memang tak mengekang ke dua Putri nya. Karena ia tau, Anna maupun Anne adalah anak yang cerdas. Meski Anne terbilang bebas dalam mengunakan dunia Maya, berbeda dengan Anna yang lebih suka mencium aroma buku lama.
Gadis cantik berusia tujuh tahun itu duduk di kursi sang Ibu. Menghidupkan komputer, jari jemari kecil itu menari-nari di atas keyboard. Kembali mencari berita terbaru. Tentang Belanda. Senyum nya terpantau aneh oleh Anna kala dari ekor mata Anna, mendapati Anne tersenyum aneh. Sudah dapat di pastikan, adiknya itu membuka situs artis Belanda.
"Ugh!!! Aku ingin menjadi artis!" seru Anne dengan nada cukup keras.
"Bukannya ballerina?"
"Aku berubah pikiran. Aku lebih suka melihat cowok-cowok tampan itu dari pada menari jadi ballerina!" Balas Anne sembari mengusap layar monitor Komputer.
Anna menggeleng pelan. Anne memang tak bisa melihat pria bening sedikit. Kemarin katanya menyukai pria berdasi. Kini malah pria kemayu. Ah! Terserahlah. Anak itu kembali menjatuhkan tatapannya pada barisan huruf.
***
Senyum yang sedari tadi ia perlihatkan luntur begitu saja. Ugh! Sungguh. Sonya Paker ingin melempari wajah tampan itu dengan gelas minuman yang ada di depan meja, yang Louis duduki. Pria itu sudah menatapnya dari tadi. Sial sekali, pembeli kurang ajar dengan tingkat kemesuman selangit itu menyuruhnya mencoba semua pakaian yang ia pilih. Dengan dalih, ingin memberikan hadiah pada kekasih nya. Gila saja, semua pakai yang di pakai adalah pakaian seksi.
"Selanjutnya!" Ujarnya memberikan titah.
"Semuanya sudah saya pakai," ujar Sonya dengan nada menahan amarah.
"Ah! Benarkah? Aku pikir masih ada sisanya!" Jawab Louis memperbaiki posisi duduknya.
Rere mengangguk pelan menyetujui perkataan sang Direktur. Beruntung, jika Sonya tidak ingat dengan Chandra Williams yang suka memanipulasi berita. Ia tak akan melakukan apa yang Louis minta. Menjalankan butik dengan nama besar Bella. Sonya gak bisa salah langkah. Ia bisa membuat malaikat nya dalam masalah.
"Kalau begitu bungkus semua pakaian yang sudah di coba oleh direktur Paker, nona Rere!" ujar Louis dengan mudah nya.
Rere tersenyum puas. Melangkah cepat keluar dari ruangan khusus VVIP butik. Louis berdiri dari posisi duduknya melangkah mendekati Sonya yang menarik rok mini sedikit ke bawah. Tanpa sadar, singa jantan itu sudah berada di depannya nya.
"Pahamu selalu menggoda!" Ujarnya mengusap paha Sonya yang terekspos.
Sonya menahan tangan Sonya sigap. Mata coklat tajamnya terlihat menakutkan."Lepaskan tanganmu brengsek!" Ujarnya pelan.
Senyum miring Louis membuat bulu kuduk Sonya berdiri. Meski ke dua tangan Sonya mencoba menarik pergelangan tangan Louis untuk lepas dari pahanya. Gilanya, telapak tangan itu malah meremas nya seksual. Membuat ke dua mata Sonya melotot.
"Milikku berdiri!" bisiknya seksual di daun telinga Sonya.
