Keputusan
"Maafin Mama, Pa?" kata Tania pada Roni.
"Untuk apa?" tanya Roni.
"Untuk kebohongan yang Mama lakukan."
"Mama terpaksa kan minta maaf. Kalau nggak ketahuan pasti akan berlanjut kebohongan itu," ucap Roni.
Tania terdiam.
"Papa tetap menunggu Mama jujur tentang laki-laki itu."
"Dia yang bernama Ferdi," ungkap Tania.
"Oh mantan Mama yang istrinya datang kesini?"
"Iya, Pa."
"Jadi naluri istri Ferdi benar. Ia curiga suaminya berhubungan dengan Mama, ternyata memang berhubungan kan?" tanya Roni.
"Waktu Amira kesini, Mama hanya berbalas pesan dengan Ferdi."
"Ya sama saja, Ma, berhubungan kan? Waktu itu kan Papa sudah ngingetin Mama. Jangan membalas pesan orang yang tidak penting. Karena dari berbalas pesan, janjian ketemuan akhirnya perselingkuhan pun terjadi. Mama sudah ngapain saja dengan Ferdi itu."
"Hanya bertemu untuk makan saja," kata Tania berbohong. Tidak mungkin dia akan ngomong kalau sudah berc*iuman, bisa marah besar Roni nanti.
"Karena keburu ketahuan kan? Kalau tidak ketahuan, pasti berlanjut ke tempat tidur."
"Nggak mungkin Mama seperti itu, Pa."
"Mungkin saja! Kalau perempuan bersuami dan laki-laki beristri berhubungan, itu bukan karena cinta tapi nafsu. Mereka akan mencoba mencari fantasi lain. Mungkin sudah bosan dengan pasangan masing-masing. Sehingga mencari kenikmatan lain dan membandingkan dengan pasangannya. Iya kan, Ma?" tanya Roni.
Tania tidak berani menjawab, karena yang dikatakan Roni semuanya benar. Tania dan Ferdi sudah berencana akan berlanjut ke tempat tidur.
"Tidak berani menjawab kan? Karena semua yang Papa katakan itu benar. Sebenarnya apa yang Mama cari? Kenikmatan sesaat yang membawa sengsara dan dosa? Mama nggak inget ya kalau anak-anak sudah besar. Mama nggak memikirkan dampaknya bagi anak-anak, kalau sampai Mama ketahuan dan akhirnya viral. Karena yang namanya selingkuh itu indah kalau tidak ketahuan."
Tania masih terdiam.
"Sekarang apa yang Mama inginkan? Berlanjut dengan Ferdi atau tetap bersama Papa! Semua ada konsekuensinya. Jika Mama ingin berlanjut dengan Ferdi, ayo sekarang Papa antar Mama pulang ke rumah ibu. Karena dulu Papa meminta Mama secara baik-baik, dan mengembalikan juga secara baik-baik. Papa dan anak-anak tetap tinggal disini. Tapi kalau Mama masih ingin tetap bersama Papa, tinggalkan Ferdi dan jangan pernah berhubungan lagi dengannya."
Tania masih terdiam.
"Oke, Papa kasih waktu Mama untuk berfikir. Apapun keputusan Mama, Papa sangat menghargainya," kata Roni, kemudian ia masuk ke kamar Alfi dan tidur bersama Alfi.
***
Hati Tania bimbang, tidak tahu harus mengambil keputusan yang mana. Dia merasa bahagia bersama dengan Roni dan ketiga anak mereka. Roni sangat memuja Tania. Ia menikah dengan Roni, karena Roni sangat dewasa dan mengayomi Tania yang bersifat kekanak-kanakan. Roni juga tidak segan-segan membantu pekerjaan rumah tangga, tanpa diminta.
Roni sangat menyayangi dan peduli dengan keluarga Tania, terutama ibunya Tania. Kebutuhan bulanan ibunya Tania dipenuhi oleh Roni. Anak-anak mereka juga penurut. Ia sangat bahagia dengan kehidupan bersama Roni, sebelum acara Reuni itu. Reuni menghancurkan segalanya.
Setelah Reuni, Tania seperti sudah tidak mempedulikan keluarganya lagi. Yang ada dipikirannya hanya Ferdi, Ferdi dan Ferdi. Dia bahagia bersama dengan Ferdi yang nyata-nyata sudah memiliki istri. Ferdi pandai memanjakan dirinya. Tania merasa seperti masih muda. Memang belum sampai mereka melakukan hubungan badan, tapi kehadiran Ferdi membuat hati Tania berbunga-bunga seperti ketika mereka pacaran waktu SMA dulu. Kehadiran Ferdi memberi warna tersendiri dalam hidup Tania. Disaat ia mulai merasa jenuh, dengan kehidupan berumah tangga bersama Roni yang dirasakannya monoton dan hambar. Ia tidak memperdulikan bahwa pernah memergoki Ferdi dan Selly bercumbu. Cinta atau mungkin nafsu yang menghilangkan logika Tania.
"Bagaimana kalau kita menikah siri?" usul Ferdi ketika mereka bertemu beberapa hari yang lalu, sebelum ketahuan oleh Roni.
"Jadi kalau kita melakukannya tidak berdosa karena sudah menikah siri," lanjut Ferdi.
"Sabar, nanti kita pikirkan caranya biar kita bisa bertemu tanpa ada gangguan," kata Tania
"Andai waktu bisa berputar, aku akan mencari dan menikahimu. Pasti sekarang kita hidup bahagia bersama anak-anak kita," kata Ferdi sambil menc*um tangan Tania.
Tania tersipu malu mengingat kejadian itu. Ia membayangkan hangatnya c*uman Ferdi yang begitu menggairahkan.
"Bu Tania? Ibu membayangkan apa kok senyum-senyum sendiri! Membayangkan yang tadi malam sama Pak Roni ya?" kata Meta ketika di kantor.
"Ish, kamu sok tahu ya, Met," jawab Tania tersenyum malu.
"Ibu dipanggil sama Pak Dewa tuh, disuruh ke ruangan beliau," sambung Meta.
"Kenapa?"
"Nggak tahu Bu, mungkin mau dapat bonus hi..hi."
"Kamu ini bisa aja!" kata Tania sambil berjalan menuju ruangan Pak Dewa.
Tok...tok...
"Masuk." Terdengar suara dari dalam ruangan.
"Bapak memanggil saya?" tanya Tania di ruangan Pak Dewa.
"Iya, silahkan duduk dulu?"
"Bu Tania kok beberapa hari ini saya hubungi tidak bisa."
"Maaf, Pak, hp saya rusak karena sering dipakai main game sama anak saya," kata Tania dengan kebohongannya.
"Kenapa nggak beli yang baru?"
"Nanti, Pak, nunggu gajian dulu. Soalnya sekarang masih banyak kebutuhan yang lebih mendesak," jawab Tania.
"Ooo, segera beli ya, Bu! Soalnya itu penting untuk komunikasi. Begini Bu, Minggu depan saya minta Bu Tania dan Meta berangkat ke Jakarta, ke kantor pusat untuk menindaklanjuti pertemuan bulan lalu," Kata pak Dewa.
"Iya Pak."
"Tiket sudah dibelikan, Minggu pagi berangkat dijemput mobil kantor dan diantar sampai bandara. Nanti di Jakarta sudah ada yang menjemput. Semuanya sudah disiapkan, ibu tinggal berangkat saja."
"Iya Pak."
Keluar dari ruangan pak Dewa, Tania memikirkan bagaimana caranya biar ia bisa mendapatkan hpnya kembali. Karena di pikiran Tania sekarang ada rencana yang akan ia lakukan.
***
"Pa, Mama minta maaf atas semua kesalahan Mama," kata Tania ketika malam hari menjelang tidur.
"Mama tetap ingin bersama Papa, menua bersama dan melihat anak-anak sukses. Maafkan khilaf Mama. Mama janji tidak akan mengulanginya," lanjut Tania
"Ma, Papa sudah memaafkan perbuatan Mama. Papa menganggap kemarin Mama hanya khilaf saja. Tidak perlu berjanji pada Papa, berjanjilah pada diri sendiri untuk tidak mengulanginya. Papa sangat mencintai Mama dan tidak ingin keluarga kita hancur," kata Roni.
"Jadi keputusan Mama apa?" tanya Roni lagi.
"Mama ingin tetap bersama Papa dan anak-anak," jawab Tania.
"Alhamdulillah," kata Roni sambil memeluk Tania.
Sudah beberapa hari ini komunikasi mereka tidak berjalan dengan baik. Selama Roni memberikan kesempatan pada Tania untuk mengambil keputusan, mereka jarang berbicara. Roni merasa sangat lega dengan keputusan Tania.
