Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kemampuan Medis

Setelah beberapa saat menunggu dan merasa tidak ada dokter di sana, pramugari itu pun segera membalikan tubuhnya.

"Nona! Boleh saya melihatnya?" Ucap Sean seraya berdiri.

"Apakah anda dokter, Tuan?" tanya pramugari itu dengan kening mengernyit dan tatapan penuh selidik.

"Saya bukan dokter, tapi saya mengerti masalah medis," jawab Sean. Dia berkata dengan jujur, dirinya bukan dokter, tapi sekarang dia merasa memiliki pengetahuan tentang kesehatan melalui kemampuan medis kuno.

"Apakah anda yakin mengerti masalah medis, Tuan?" Tanya pramugari itu kembali. 

"Anda akan tahu jika saya sudah melihat atau memeriksanya." Sean tahu diri, melihat penampilannya sekarang, siapapun tidak akan percaya akan perkataannya. 

"Hmm, baiklah. Tuan bisa ikut dengan saya!" Meski awalnya terlihat ragu, namun pramugari itu akhirnya mengangguk.

Dengan dibimbing pramugari itu, Sean masuk ke kabin dimana orang-orang dengan penerbangan kelas pertama berada.

"Uhuk…uhuk!!!" Begitu sampai, Sean mendengar suara seorang lelaki batuk beberapa kali.

"Tuan, Nona…" sapa pramugari itu begitu tiba di depan seorang lelaki berusia lima atau enam puluh tahun, dengan seorang wanita berusia delapan belas atau dua puluhan tahunan yang tampak khawatir.

Ketika itu, Sean juga mengetahui bahwa hanya ada dua orang dalam kabin kelas utama itu.

"Apakah anda menemukan dokter?" wanita muda itu dengan cepat bertanya.

"Tidak, Nona. Saya rasa tidak ada dokter  pada penerbangan kali ini," jawab pramugari itu.

"Namun, Tuan ini berkata mengetahui masalah medis," imbuhnya dengan ragu.

"Aku tidak butuh orang yang mengetahui masalah medis saja, aku membutuhkan dokter," wanita muda itu menggeleng.

"Ivy, sudahlah. Ayah juga tidak apa-apa! Uhuk…uhuk!" kata pria di sampingnya. Saat selesai berkata, dia pun kembali terbatuk dengan nafas yang tersengal.

"Apakah ayah yakin?" tanya wanita muda yang dipanggil Ivy, wajahnya masih dipenuhi raut kekhawatiran.

Lelaki yang dipanggil ayah itu menganggukan kepalanya tanpa bicara.

"Sepertinya ayahku tidak apa-apa. Sebaiknya kalian berdua pergi saja," kata Ivy dengan sikap arogan.

Sean belum berkata apa-apa, namun beberapa bayangan dan informasi mengalir ke dalam benaknya, ketika dia melihat wajah lelaki yang terus batuk dengan nafas yang tersengal itu.

'Peringatan! Peringatan! Pemilik tubuh saat ini tidak dapat memberikan pertolongan langsung sekarang. Pemilik tubuh memerlukan kekuatan fisik minimal 50 dan kekuatan batin 50 untuk dapat menyembuhkannya!'

Saat semua informasi dan bayangan itu dipahami Sean, tiba-tiba sebuah suara mirip robot kembali terngiang dalam benaknya.

Sean kembali mengernyit, namun beberapa bayangan dan juga informasi kembali masuk ke dalam benaknya.

"Maaf, Nona. Saya rasa ayahmu tidak akan bertahan sampai lima belas menit tanpa mendapat pertolongan," Sean tahu kehadirannya tidak dianggap, namun saat itu dia merasa akan mampu memberikan pertolongan kepada orang tua tersebut.

"Kamu jangan bicara sembarangan? Kamu pikir kamu siapa? dokter? Atau apakah kamu menyumpahi ayahku mati, heh?!" bentak Ivy seraya menatap Sean.

"Saya memang bukan dokter, namun saya hanya menyampaikan apa yang saya tahu. Jika tidak percaya dan tidak mau mendapat pertolongan saya, tidak apa-apa," ucap Sean seraya menggelengkan kepalanya pasrah.

Jika dirinya tidak mengetahui dan memiliki keterampilan medis kuno, dia tentu tidak akan bersikap seperti itu. Namun dengan kemampuannya medis yang dimilikinya sekarang, Sean merasa tanggung jawab serta tidak bisa membiarkan seseorang mati begitu saja, ketika orang itu mampu dia tolong.

"Anak muda, apakah kamu mengetahui penyakitku?" 

Sean yang sudah membalikan tubuhnya dan akan pergi dengan segera berhenti, ketika orang tua itu tiba-tiba bertanya dengan suara berat.

Setelah kembali membalikan tubuhnya, Sean kemudian menjawab, "Saya tahu kepala Tuan sering sakit, dengan rasa sakit yang teramat sangat. Rasa sakit kepala itu sering terjadi antara pukul dua belas malam sampai jam enam pagi. Membuat kualitas tidur anda menjadi buruk, kekebalan tubuh anda turun dengan drastis dan gampang sekali sakit."

"Kamu jangan menebak-nebak! Dokter juga selama ini mengatakan hal yang sama, namun sampai saat ini mereka tidak dapat menyembuhkan penyakit ayahku. Apakah kamu berpikir bisa menipu kami?" 

Berbeda dengan Ivy yang langsung meledak marah, kening ayahnya yang banjiri keringat justeru tampak mengernyit. Dia tahu dokter yang dia temui memang mengatakan hal yang hampir sama, namun mereka mengatakannya setelah memeriksa secara intensif, sedangkan pemuda dengan pakaian sedikit lusuh itu mampu menerangkannya dengan tepat tanpa menyentuhnya. Tentu saja hal itu membuatnya sedikit penasaran dengan kemampuan Sean.

"Apakah kamu tahu sumber penyakitku ini, Anak Muda? Uhuk… uhuk!" 

Sean menangguk, "Sumber penyakit Tuan berasal dari luka dalam yang sudah sangat lama pada paru-paru sebelah kanan. Karena itu pula, ketika penyakit anda kambuh, anda akan batuk seperti ini."

Melihat Sean langsung menjawab dan seakan tidak berpikir, Ivy tampak membuka mulutnya untuk bicara, namun dia hanya bisa memelototkan bola matanya ketika ayahnya memberi tanda untuk diam.

"Anak Muda… Jika menurutmu penyakitku ini berasal dari paru-paru, lalu mengapa tadi kamu mengatakan umurku tidak akan sampai dua puluh menit?" Pria itu berkata seraya berusaha mengatur nafasnya.

"Aku mengatakan itu karena anda baru saja mendapat perawatan dengan merangsang kekebalan tubuh melalui metode akupuntur dan memakan pil hitam berbau amis. Meskipun awalnya terlihat efektif, namun hal itu justru memperparah penyakit anda," jawab Sean.

Jika saja tidak ada beberapa bayangan dan informasi masuk ke dalam benaknya, mana mungkin Sean akan berkata dengan penuh percaya diri seperti itu.

"Bagaimana, bagaimana kamu tahu semua itu, Anak Muda?" Pria itu tercengang.

"Saya tidak bisa menjelaskannya kepada anda, sebab saya rasa anda juga tidak akan mengerti. Namun jika yang saya katakan itu anda anggap benar, apakah anda masih tidak percaya dengan apa yang saya katakan tadi?" ucap Sean.

"A- Aku percaya, aku percaya! Kalau begitu, maukah kamu menolongku?" kata pria itu dengan penuh pengharapan.

"Mungkin saya bisa menolong, tapi apakah putri anda akan memperbolehkannya?" Sean berkata seraya menatap Ivy yang juga menatapnya dengan raut tidak percaya.

"Ivy, cepat kamu minta maaf dan memohon agar tuan ini mau menolong ayah!" 

"Tapi ayah…"

"Cepat lakukan! Atau apakah kamu ingin melihat ayah mati sekarang?" Sela ayahnya.

"Tuan, maafkan sikap saya tadi, saya tahu salah dan mohon selamatkan nyawa ayah saya," ucap Ivy dengan sopan seraya menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

Sean tersenyum dalam hatinya, ketika melihat perubahan sikap dan kesungguhan dari kata-kata gadis tersebut. Sejak awal Sean merasa Ivy adalah gadis yang baik, hanya saja saat itu ayah sedang sakit lalu dia berkata bahwa ayahnya akan segera mati. Karena itu, Sean merasa sikap Ivy tersebut sangat wajar, memangnya siapa yang tidak akan mengkhawatirkan orang yang dicintainya?

"Baiklah, saya akan mencobanya," Sean mengangguk sebelum meminta pria itu untuk menyandarkan tubuhnya.

Sean berdiri dengan tubuh sedikit membungkuk, setelah beberapa kali menarik nafas dan memusatkan pikiran, tangan kanan Sean bergerak dengan cepat menotok beberapa bagian tubuh pria tersebut.

Gerakan Sean begitu cepat. Jika saja di sana banyak orang yang melihatnya, mereka tentu akan mengira Sean telah sangat terlatih dan terbiasa melakukan hal seperti itu. Namun jika saja Ivy dan ayahnya itu tahu bahwa Sean baru pertama kali melakukannya, maka ada kemungkinan mereka akan sangat marah karena menganggap telah dijadikan kelinci percobaan.

Sebenarnya Sean juga merasa terkejut ketika melakukan hal tersebut, sebab selain untuk pertama kali melakukannya, dia juga hanya mengandalkan pengetahuan yang telah berada dalam kepalanya, kemudian mengikuti pergerakan tangannya begitu saja. Meski begitu, bulir keringat tampak langsung membasahi pakaian Sean.

Setelah beberapa menit berlalu, Sean yang telah kembali berdiri di tempat semula mulai melihat wajah pria yang baru saja ditotoknya itu membaik, wajahnya pun tidak lagi pucat dan telah berhenti batuk

"Bagaimana perasaan anda sekarang, Tuan?" tanya Sean setelah melihat kondisi pria itu kian membaik.

"Sangat baik, sangat baik. Terima kasih atas pertolongan anda, Tuan."

Pria itu berkata dua kali, pertanda dia menegaskan bahwa kondisinya saat itu memang lebih baik. Bahkan, setelah mengetahui kemampuan Sean, dia tidak lagi berani menyebutnya anak muda lagi.

"Anda tidak perlu sungkan seperti itu, Tuan. Nama saya Sean Arthur, panggil saja Sean," ucap Sean.

"Baiklah, Sean. Aku Jensen dari Rainy City, dan ini putriku, Ivy," kata pria itu seraya memperkenalkan nama dan putrinya.

"Apakah penyakit ayahku benar-benar sembuh Sean?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel