Kartu ATM Lima Miliar
"Ivy, kamu bicara yang sopan. Umur Sean beberapa tahun lebih tua darimu, panggil dia Kak Sean!" Tuan Jensen dengan segera menegur putrinya.
"Maafkan saya, Nona Ivy. Saya belum bisa menyembuhkan penyakit Tuan Jensen sekarang," Sean tidak menanggapi ucapan Jensen kepada anaknya, dia justru langsung menjawab pertanyaan Ivy.
"Aku tidak mengerti maksudmu, Sean. Atau apakah artinya penyakitku ini tidak dapat disembuhkan?" tanya Tuan Jensen.
"Penyakit anda tentu saja dapat disembuhkan, Tuan Jensen. Namun tidak gampang, selain anda telah mengidap penyakit ini sangat lama, juga karena anda telah mencoba berbagai metode penyembuhan serta telah banyak mengkonsumsi obat-obatan yang justru memperparah kondisi tubuh anda. Saya akan menyebutkan beberapa bahan obat untuk anda, dan saya harap semuanya harus sudah ada dalam waktu kurang dari dua bulan," jelas Sean.
"Dua bulan? Lalu apa yang akan terjadi jika bahan-bahan itu tidak berhasil kami kumpulkan sebelum dua bulan?" tanya Ivy penuh penasaran.
"Jika Tuan Jensen tidak segera mendapatkan mendapatkan bahan obat tersebut sebelum dua bulan, saya tidak dapat berbuat apapun lagi," Sean menjawab seraya menggelengkan kepalanya pelan.
Tuan Jensen terlihat menghela nafasnya cukup dalam ketika itu, dia telah mengetahui kemampuan diagnosa Sean, serta merasakan kehebatannya. Karena itu, dia pun sangat percaya dengan apa yang dikatakannya.
"Sean, apa saja bahan obat yang perlu dikumpulkan? Ivy kamu jangan lupa untuk mencatatnya!" Tuan Jensen berkata kepada Sean dan Ivy sekaligus.
Mendengar perintah ayahnya, Ivy dengan cepat mengeluarkan ponsel, kemudian mulai mencatat bahan-bahan yang disebutkan oleh Sean.
".... Ini yang paling penting dan menentukan, anda harus mendapatkan ginseng terbang berusia paling rendah lima puluh tahun, lebih tua dari itu lebih baik," pungkas Sean.
"Ivy, apa kamu sudah mencatat semuanya dan yakin tidak ada yang terlewat?" tanya Tuan Jensen seraya menatap putrinya.
"Sudah, Ayah. Aku yakin tidak ada yang terlewat," jawab Ivy pasti.
"Terimakasih, Sean. Jika semua bahan sudah terkumpul, lalu bagaimana caraku menghubungimu?" tanya Tuan Jensen.
"Oh iya, maafkan saya, Tuan Jensen. Saya melupakan hal itu," ucap Sean yang juga menyadari dirinya baru memperkenalkan nama.
"Jika semua bahan sudah terkumpul, anda dapat menghubungi saya lewat telepon," imbuh Sean seraya menyebutkan nomor ponselnya.
"Apakah Kak Sean dari Rainy City juga?" Ivy yang mencatat nomor ponsel Sean langsung bertanya, ketika menyadari nomor ponsel Sean berasal dari Rainy City.
"Benar, Nona Ivy. Saya memang berasal dari Rainy City," Sean mengangguk.
"Kalau begitu ini adalah sebuah kebetulan yang bagus, kami berdua juga berasal dari Rainy City. Jika kamu berkenan menyimpannya, ini kartu namaku," ucap Tuan Jensen seraya menyerahkan kartu namanya.
Sean menerima kartu nama itu, melihatnya
sekilas kemudian langsung menyimpannya di saku baju. Namun ketika melihat apa yang di lakukan Sean, kening Ivy tampak mengernyit.
"Kak Sean, jika kamu berasal dari Rainy City, apakah kamu benar-benar tidak mengenal ayahku ini?"
Mendengar pertanyaan Ivy tersebut, kali ini kening Sean yang mengernyit, "Maaf, Nona Ivy. Bukankah kita baru bertemu sekarang? Lalu bagaimana mungkin saya bisa mengenal Tuan Jensen."
Sean tentu saja bicara dengan jujur, dia memang lahir dan besar di Rainy City. Dia hanya meninggalkan kota itu ketika kuliah di Mountain University, namun Sean yakin dirinya baru pertama kali melihat Tuan Jensen dan putrinya itu.
Mendengar jawaban Sean yang tampak jujur, Ivy dan Tuan Jensen terlihat sejenak saling menatap, namun dengan segera dia berbicara, "Sean benar, ayah juga merasa kita baru pertama kali bertemu sekarang. Jadi mana mungkin Sean bisa mengenal ayah, kamu bercanda Ivy!"
"Sean, sebagai rasa terima kasihku, aku ingin memberikan ini kepada kamu, di dalamnya ada uang lima miliar," Tuan Jensen berkata kepada Sean seraya memberikan selembar kartu ATM berwarna hitam.
"Maaf, saya rasa tidak bisa menerimanya, Tuan Jensen. Saya menolong anda bukan demi uang, tapi demi tanggung jawab terhadap pengetahuan dan kemampuan yang saya miliki," ucap Sean.
Jika saja saat itu dia belum menerima system dan memiliki uang triliunan, maka tentu saja dia akan mengambil ATM itu. Uang lima miliar bukanlah jumlah sedikit, dengan uang itu dia dapat menyelesaikan kuliah tanpa harus bekerja sedikit pun. Tidak hanya itu, Sean juga dapat membantu dan membelikan rumah yang sangat layak bagi bibinya dan Sherly.
Namun dengan 16 angka di nomor rekeningnya saat itu, Sean merasa lima miliar sekarang tidak lagi dia butuhkan . Apalagi saat itu Sean juga berkata dengan jujur, dia menolong Jensen hanya karena merasa tidak bisa membiarkan seseorang mati begitu saja ketika dia mengetahui bisa mengobati dan menyembuhkannya.
Sementara itu, ketika mendengar jawaban Sean, Jensen dan Ivy kembali bersitatap sebentar, mereka menampakan raut keterkejutan di wajahnya.
"Apakah aku tidak salah dengar? Apakah benar masih ada orang yang tidak membutuhkan uang di dunia ini?"
Jensen bergumam dalam batinnya, dia tidak menyangka pemuda yang terlihat miskin dengan pakaian sedikit lusuh itu berani menolak uang lima miliar. Namun seandainya Jensen tahu berapa banyak uang di rekening Sean saat itu, dia pun tentu tidak akan berani berpikiran seperti itu.
"Sean, sebenarnya aku juga sangat malu jika kamu beranggapan uang ini untuk menukar nyawaku, aku tentu tidak ingin kamu juga beranggapan nyawaku ini sangat tidak berharga. Tolong terima uang ini, anggaplah sebagai hadiah pertemanan. Bagaimana?" ucap Jensen setelah beberapa saat.
"Baiklah, Tuan Jensen. Jika itu alasannya, saya akan menerimanya. Terima Kasih!" ucap Sean setelah melihat kesungguhan Jensen.
Saat itu Sean juga berpikir, Tuan Jensen mungkin akan tersinggung dan beranggapan uang lima miliar itu dia anggap terlalu sedikit. Sehingga mungkin saja penolakan yang dia lakukan akan dianggap dia menginginkan uang yang lebih banyak darinya, Sean tentu sangat tidak berharap akan hal itu.
Jensen menarik nafasnya lega. Seraya menyerahkan kartu ATM berwarna hitam itu, dia juga langsung menyebutkan pin kartu tersebut.
Bersamaan dengan itu, suara pramugari yang mengingatkan mereka telah sampai di Rainy City dan akan segera mendarat terdengar. Sean pun pamit untuk kembali ke kursinya.
"Ayah, apakah ayah percaya Sean tidak mengenalmu, atau setidaknya mengenal namamu?" Ivy bertanya setelah hanya tinggal mereka berdua.
Pertanyaan Ivy tentu saja bukan tanpa alasan, Tuan Jensen adalah salah satu orang terkaya di Rainy City. Selain memiliki satu-satunya hotel bintang delapan bernama Sky JS, ayahnya juga merupakan pengusaha sukses yang memiliki berbagai macam bisnis lainnya di Rainy City. Karena itu, nama Jensen sangat terkenal di Rainy City.
"Sepertinya memang tidak! Sama seperti kita yang tidak mengenalnya," jawab Tuan Jensen.
Kening Ivy mengernyit, "Apa maksud ayah?"
"Sean memiliki kemampuan medis yang sangat hebat, dia juga berasal dari Rainy City, tapi mengapa selama ini kita juga sama sekali tidak pernah mendengar namanya?"
"Dengar Ivy, di dunia ini terlalu banyak rahasia yang tersembunyi. Sama halnya dengan kita ketika menikmati pemandangan sebuah danau, kita baru bisa melihat permukaannya saja tanpa mengetahui kedalaman dan ada apa saja di dalamnya. Ivy, kamu adalah putri ayah satu-satunya dan akan mewarisi semua bisnis dan kekayaan yang ayah miliki. Banyak-banyaklah belajar! Ayah yakin, sedikit demi sedikit kamu akan mengerti dengan perkataan ayah ini," Tuan Jensen berkata seraya menatap wajah cantik putrinya.
