Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Aku Kaya!

Ketika tiba giliran Sean membayar, Sean dengan cepat membuka sebuah aplikasi pembayaran yang sudah terhubung dengan rekeningnya. 

TING!

Ketika QR yang ada pada layar ponselnya didekatkan dengan alat pemindai pembayaran, suara tanda pembayaran yang sukses dengan segera terdengar, dilanjutkan dengan berderitnya mesin pencetak struk belanja.

"Berhasil! Benar-benar berhasil. Sepertinya semalam aku tidak bermimpi…" Sean berseru gembira di dalam hatinya, ketika melihat pembayarannya berhasil dilakukan.

"Maaf, Tuan. Silahkan anda bawa belanjaannya," kata kasir minimarket ketika melihat Sean tampak mematung.

"I-iya, maaf…." Sean dengan segera sadar dan mengambil belanjaannya, kemudian keluar dari minimarket tersebut.

"Sekarang aku kaya! Aku kaya!" Sean berteriak-teriak dalam hatinya, seiring dengan melangkahkan kakinya menuju kampus.

Begitu tiba di hadapan Jasmine dan kedua temannya, Sean pun langsung memberikan barang belanjaan pesanan gadis tersebut.

"Hey! Ada apa denganmu, Sean? Mengapa wajahnya berseri begitu? Apakah kamu baru saja mendapatkan kupon belanja gratis?" Xena yang melihat wajah berseri Sean dengan segera bertanya seraya mengerutkan dahinya.

"Ah… Tidak, tidak ada apa-apa!" Sean dengan segera menjawab. Dia sedikit malu ketika menyadari kegembiraan dihatinya itu mungkin terpancar di wajahnya.

Bagaimana tidak gembira? Selama ini rekening tabungannya tidak lebih dari seratus dolar, namun sekarang, sederet angka tiba-tiba memenuhi rekeningnya itu.

"Jangan-jangan kamu merasa telah jadi pahlawan karena menolong Jasmine?" Vivian juga sepertinya menangkap raut wajah berseri Sean, karena itu tidak lupa dia juga memberikan tanggapannya.

"Teman-teman, sudahlah! Terimakasih, Sean!" 

Jasmine mengibaskan tangannya, lalu dengan segera pergi setelah mengambil barang pesanannya. Terlihat sekali bahwa Jasmine tidak suka terhadap sikap dan kata-kata dari kedua temannya itu kepada Sean.

"Aku peringatkan kepadamu agar tidak berpikiran konyol terhadap kebaikan Jasmine!" Xena memelototkan kedua matanya ke arah Sean, sebelum pergi tergesa mengejar Jasmine.

Seperti biasa, Sean hanya menggelengkan kepalanya tak berdaya, ketika mendengar dan menghadapi orang-orang seperti Xena dan Vivian.

Konyol? Ya, Sean terkadang dirinya menyebut dirinya sendiri konyol, ketika pikiran gilanya membayangkan suatu saat dia akan dapat bersanding dengan Jasmine.

Namun jika Jasmine mengetahui bahwa dirinya tidak lagi miskin, apakah harapan itu ada?

"Ah…!" Sean segera menggelengkan kepalanya beberapa kali dengan cepat, berusaha membuang jauh pikirannya itu.

Sean sadar, ini baru permulaan, dia masih belum tahu secara pasti mengenai uang dan system itu. Apa, bagaimana dan berapa lama kekuatan system tersebut bertahan. Sebelum semuanya terjawab, Sean pun bertekad untuk terus menyembunyikannya dari siapapun.

Setelah mengetahui kebenaran uang ada di rekeningnya, Sean yang masih memikirkan keluarga bibinya dan Sheryl akhirnya memutuskan untuk pulang ke Rainy City. Namun sebelum itu, dia juga tentu harus mengajukan libur dulu kepada dosennya. Kemudian setelah itu, dia akan menghubungi Nigel dan memberitahu tentang kepulangannya ke Rainy City.

Pukul 09.30. Ketika itu Sean tiba di salah satu bandara di Mountain City. Dia telah memesan tiket pesawat sebelum berangkat menuju bandara, dan lagi-lagi tentunya menggunakan uang yang dia dapat dari system.

Memang bisa saja Sean berhemat dengan naik bus seperti biasa, namun karena dia ingin cepat sampai, Sean pun memutuskan untuk naik pesawat.

Lagi pula, setelah mengecek dan melihat deretan angka di rekeningnya, Sean merasa uang itu tidak akan habis seumur hidupnya. Bahkan jika dia harus pulang pergi antara Mountain City dan Rainy City dengan naik pesawat setiap hari seumur hidupnya.

Karena mengingat hal itu pula, Sean bahkan memesan tiket kelas bisnis seharga 1.200 dolar pada penerbangannya kali ini, sebuah nominal angka yang biasanya tidak pernah dia habiskan dalam satu bulan. Sean penasaran, dia ingin tahu bagaimana rasanya duduk pada deretan kursi penerbangan kelas bisnis. 

Dia memang pernah dua atau tiga kali naik pesawat, namun saat itu dia masih berstatus sebagai pelajar sekolah tingkat atas. Tepat ketika dia menjadi perwakilan sekolahnya untuk mengikuti perlombaan antar sekolah tingkat atas di negeri itu. Jadi semua biaya ditanggung pihak sekolah, bukan karena dia mampu membayar tiketnya.

Sean sudah mengetahui jadwal penerbangannya ketika memesan tiket, karena itu dia hanya menunggu lima belas menit, sebelum pesawat yang ditumpanginya itu lepas landas menuju Rainy City.

Ketika pesawat sudah berada di puncak tertingginya, tiga orang pramugari cantik masuk seraya membawa troli berisi berbagai minuman dan makananan ringan. Salah seorang pramugari itu tampak sedikit mengernyit saat menatap Sean yang saat itu mengenakan pakaian lusuhnya sembari menikmati penerbangan, merasa penampilan Sean sangat tidak layak berada di kelas bisnis, pramugari itu kemudian berjalan ke arah Sean sembari menaruh curiga.

"Maaf, Tuan. Boleh saya melihat dokumen penerbangan anda?" Pramugari itu bertanya dengan sopan.

Sean mengangguk, kemudian memperlihatkan tiketnya. Pramugari itu mengamati tiket tersebut, kemudian memberikannya kembali kepada Sean setelah meyakini bahwa lelaki berpenampilan lusuh di kelas bisnis itu memang berada di kelas bisnis setelah membayar tiket pesawat yang sangat mahal.

"Selamat menikmati perjalanan anda, Tuan Arthur. Jika Tuan membutuhkan sesuatu, Tuan bisa langsung mengatakannya kepada saya," kata Pramugari itu, dia juga meletakan segelas minuman dan makanan ringan yang di bawanya di atas meja kecil yang ada di depan Sean.

Setelah semua pramugari itu kembali ke kabinnya, Sean menyesap minuman yang ada di depannya itu dengan perlahan. 

"Kak Troy, memangnya sejak kapan penerbangan kelas bisnis ini terlihat begitu murahan?" kata seorang wanita dengan riasan tebal dia wajahnya.

Dia duduk di deretan kursi sejajar dengan Sean, wanita itu bertanya sambil bergelayut manja pada tangan seorang pria berperut buncit disampingnya.

"Memangnya ada apa?" Pria yang dipanggil Kak Troy itu bertanya seraya mengusap kepala wanita beriasan tebal itu.

Kedua orang itu berbicara dengan tidak menekan nada suaranya, karena itu Sean pun mendengar apa yang dikatakan mereka berdua dengan cukup jelas. Perbincangan mereka membuat Sean mau tidak mau melihat ke arah mereka berdua.

Bersamaan dengan itu, bola mata wanita itu tampak menatap ke arahnya sebelum memalingkan tatapannya ke arah Kak Troy. Sepertinya Kak Troy memahami arti tatapan bola mata gadis itu, sebab dia pun langsung menatap ke arah Sean.

Sean telah lama hidup dengan dipandang sebelah mata, akhirnya dia menyadari tatapan Kak Troy itu juga dipenuhi dengan tatapan penghinaan. Sean juga akhirnya sadar, bahwa maksud dari perkataan wanita berhias wajah tebal itu ternyata ditujukan kepada dirinya.

"Benar juga! Tapi mungkin dia mendapat tiket gratis dari atasannya," kata Kak Troy setelah menatap Sean.

"Kak Troy benar, jika dia mampu terbang di kelas bisnis, mengapa dia tidak mampu membeli pakaian? Tapi saat turun nanti, kita harus menjaga jarak, aku tidak ingin ditertawakan teman-temanku jika mereka tahu dipenerbangan kelas bisnis ada orang seperti dia," ucap gadis itu.

"Sial! Mengapa aku sampai lupa membeli pakaian?" Sean yang menyadari dirinya masih memakai pakaian murahan dan sudah sangat lama, akhirnya hanya bisa memaki dirinya sendiri dalam hatinya mengutuk tindakan yang dia anggap bodohnya itu.

Bersamaan dengan itu, Sean juga menyadari perlakuan pramugari tadi sedikit berbeda dan bahkan mempertanyakan dokumen penerbangannya. Rupanya pramugari itu ingin memastikan dirinya telah berada di kursi dan tempat yang tepat.

Ketika Sean hanya bisa mengutuk dirinya sendiri dan berusaha menutup telinga karena tidak ingin mendengar percakapan wanita beriasan tebal dan pria berperut buncit bernama Kak Troy, seorang pramugari kembali datang.

"Maaf, Tuan- tuan. Apakah diantara anda ada yang berprofesi sebagai dokter?"

Beberapa orang tampak saling memandang, namun sampai beberapa saat, tidak ada satupun yang berdiri atau mengacungkan tangan.

"Apakah ada kejadian darurat, Nona?" Salah seorang pria yang duduk di depan bertanya.

"Benar, Tuan. Salah satu penumpang di kelas penerbangan pertama mengalami sakit yang mendadak. Saya diminta keluarganya untuk meminta pertolongan," jawab pramugari itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel