Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

System Kekayaan

(Pemilik tubuh: Sean Arthur.

Kekuatan fisik: 25 (normal)

Kekuatan batin : 25 (normal)

Keterampilan : - ( Bisa ditambahkan sesuai keinginan dengan menukar point system)

Point system : 0 (anda akan mendapatkan 

point system setelah membelanjakan uang sebesar 10 juta namun nominalnya akan berubah jika kekuatan tubuh dan kekuatan batin telah mencapai 100.)

Saldo bank : Rekening pemilik tubuh telah mendapat kiriman uang sebesar 1000.000.000.000.000.000 Dolar dari sebuah rekening yang di rahasiakan.

Sebagai hadiah proses penyatuan system, pemilik tubuh akan mendapat sebuah keterampilan medis kuno.)

Ding!

Tepat ketika kalimat terakhir selesai, Sean tiba-tiba merasa otaknya dipenuhi oleh pengetahuan tentang pengobatan medis kuno. Bersamaan dengan itu, bulir keringat pun langsung membanjiri seluruh tubuhnya.

Sean tidak sepenuhnya mengerti atas apa yang baru saja terjadi, namun sesaat setelah panel hologram biru itu menghilang, dia merasakan tubuhnya begitu lelah. Karena itu dengan segera beranjak dari tempat itu menuju asrama.

Ketika tiba di kamar asramanya, Sean melihat satu-satunya teman sekamarnya Nigel sudah terlelap di tempat tidurnya. Karena merasa tubuhnya begitu lelah, Sean pun langsung berbaring di tempat tidurnya tanpa memperdulikan badan dan pakaiannya yang baru saja banjir keringat.

"Sean, Sean! Cepat bangun!" Sean yang merasa baru saja tidur dengan segera membuka kedua matanya dengan malas dan menyadari saat itu pagi baru saja menjelang.

"Darimana kamu semalam? Beberapa kali aku menghubungimu tapi kamu tidak mengangkat ponselmu," Nigel langsung mencecarkan pertanyaan ketika Sean baru saja duduk diatas tempat tidurnya.

Mereka berdua telah lama bersama, karena itu mereka juga saling memperhatikan satu sama lain.

"Aku ketiduran di Taman Ekologi Hutan kampus," aku Sean.

"Sudahlah kalau kau tidak mau mengatakannya, hanya saja lain kali kalau mau tidur ganti dulu pakaianmu! Bau sekali!" ucap Nigel, dia tahu sahabatnya itu tentu berbohong.

Sean yang akhirnya menyadari pakaiannya terasa lengket dan bau dengan segera beranjak, menyambar handuk dan langsung pergi ke kamar mandi.

"Kau tidak perlu menungguku, berangkatlah duluan!" Teriak Sean dari kamar mandi.

"Sialan! Memangnya siapa yang mau menunggumu, heh!" Nigel mendengus seraya melangkah meninggalkan kamarnya.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Sean pun langsung keluar dan menuju kantin kampus. Dia sudah terbiasa sarapan seadanya di kantin kampus, dan baru makan ketika siang nanti. 

"Sean…!" 

Namun langkah Sean terhenti, ketika terdengar suara seorang wanita memanggilnya dari arah sudut taman kampus.

"Jasmine!" Sean melirik dan menyebut nama, ketika dia melihat seorang gadis yang sedang duduk seraya melambaikan tangannya. Gadis itu tidak sendiri, duduk pula dua orang gadis lain di kedua sisinya.

Setelah mengetahui bahwa yang memanggilnya itu Jasmine, salah seorang mahasiswi yang juga kuliah di Mountain University namun berbeda kelas dengan dirinya, Sean pun tanpa ragu berjalan ke arah gadis ketiga gadis cantik tersebut.

"Sean, bisakah kamu menolongku? Aku lupa membawa air mineral. Ini ada uang tujuh belas dolar. Tolong belikan tiga botol air mineral dan beberapa makanan ringan di minimarket depan, lima belas dolar untuk air mineral dan makanan ringan, dua dolarnya untukmu," ucap Jasmine kembali seraya menyodorkan uang kepada Sean.

Sejenak Sean menatap uang di tangan Jasmine, dia sama sekali tidak merasa terhina dengan apa yang lakukan oleh gadis tersebut. Sebab selama ini Jasmine memang sering memintanya untuk melakukan hal seperti saat itu, dan Sean juga tentu mengetahui bahwa sebenarnya Jasmine sedang membantunya dengan tidak langsung.

Sean juga tentu menyadari dengan sepenuh hatinya, diantara teman-temannya yang meminta melakukan hal yang sama yaitu menjadikan dirinya pesuruh, hanya Jasmine yang melakukan tanpa embel-embel penghinaan.

Entah mengapa Sean selalu merasa gadis ini begitu baik. Biar bagaimanapun, Jasmine adalah bintangnya Mountain University. Begitu banyak pria yang mengejarnya, bahkan konon katanya beberapa keturunan keluarga kaya mengejar cintanya, namun semuanya ditolak oleh Jasmine.

Bukan hanya cantik, Jasmine juga merupakan putri dari salah satu keluarga kaya di Mountain City. Karena itu, semua pria hanya mampu mengungkapkan dan menyatakan cintanya, tanpa mampu menyinggung perasaannya.

"Hey apa yang kamu lihat? Cepat pergi dan belikan kami minuman! Apakah upahnya kurang, heh?!" Salah seorang gadis yang duduk di samping Jasmine terdengar membentak, gadis itu bernama Xena. Dia memang berteman baik dengan Jasmine, namun sikap dan perkataannya sangat jauh bertolak belakang, dan Sean pun tahu akan hal itu.

"Benar, cepat pergi. Apakah kamu tega membiarkan Nona Jasmine kehausan, heh?" gadis bernama Vivian menimpali cemoohan Xena.

"Huss, kalian jangan asal bicara," Jasmine berkata seraya menatap kedua sahabatnya itu.

"Bagaimana Sean? Apakah kamu mau menolongku?" Tanya Jasmine seraya menatap Sean yang sejenak tampak termenung.

"Masih banyak berpikir, cepat pergi sana!" Xena kembali menimpali dengan nada menghina.

Tidak ingin kedua sahabat Jasmine terus-terusan menghina dan mengolok-oloknya, Sean pun mengambil uang di tangan Jasmine kemudian berjalan menuju minimarket di luar kampus.

"Jasmine, mengapa kamu selalu membelanya? Pria miskin dan pecundang seperti itu tidak layak mendapat perhatianmu?" Xena berkata seraya menatap punggung Sean dengan tajam.

"Benar! Aku tahu kamu sengaja berpura-pura tidak membawa air mineral supaya bisa menyuruh Sean dan bisa memberinya upah bukan?" timpal Vivian.

"Sudahlah, teman-teman. Kehidupan buruk sedang menimpa Sean sekarang. Dia kuliah dengan beasiswa dan bisa mendapatkan makan ketika disuruh, namun siapa yang akan tahu di kemudian hari dia akan sukses. Nasib orang siapa yang tahu…" ucap Jasmine seraya menatap punggung Sean yang mulai menjauh.

Mendengar perkataan Jasmine, Xena tampak menggendikan bahunya pertanda kesal dan tidak setuju dengan perkataan sahabatnya itu.

Sementara Sean, hatinya kembali diselimuti kesedihan saat berjalan menuju minimarket. Dia masih memikirkan keadaan bibinya. Saat itu Sean yakin mereka akan semakin menderita, sebab telah kehilangan tulang punggung keluarga.

"Sepertinya aku harus kembali ke Rainy City dan berhenti kuliah…" Sean mendesah dalam batinnya.

Selama ini dia telah dirawat oleh bibi dan pamannya, bahkan bagi dirinya kedua orang itu sudah dia anggap sebagai ayah dan ibunya sendiri. Kasih sayang mereka begitu terasa, bahkan ketika 16 tahun yang lalu Sheryl lahir, kasih sayang paman dan bibinya kepada dia sama sekali tidak berubah atau berkurang.

Sean merasa berhenti kuliah adalah jalan terakhir dan satu-satunya, agar dia bisa memiliki waktu penuh untuk bekerja dan membantu keuangan bibinya dan Sheryl.

Tidak terasa, Sean sudah berada di depan minimarket. Kemudian mengambil tiga botol mineral dan membeli beberapa makanan ringan. Karena Jasmine telah sering meminta dirinya melakukan hal seperti itu, Sean tentu sudah sangat hafal makanan yang biasa dibeli dan disukai Jasmine.

Namun ketika mengantri untuk membayar, Sean tiba-tiba mengingat salah satu keterangan pada panel hologram semalam, dimana rekeningnya telah berisi uang dengan angka yang dia juga lupa saking banyaknya angka nol.

Sean masih belum yakin, apakah yang baru saja dia lihat dan alaminya semalam itu mimpi atau bukan. Namun saat itu dia merasa memiliki kesempatan untuk mencobanya. Di saat terakhir mengeceknya, di rekeningnya hanya berisi uang sepuluh dolar, kurang lima dolar untuk membayar air mineral dan makanan ringan yang dibawanya.

Jika sekarang dia bisa membayar melalui rekeningnya, tandanya kejadian semalam itu nyata. Namun jika gagal, dia pun tidak akan malu karena akan membayarnya dengan uang tunai yang diberikan Jasmine.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel