Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5.Akhirnya Resmi Juga

Liang Xun menatap kertas yang disodorkan Bai Lian. Tulisan tangannya rapat, penuh daftar jadwal konyol seperti “pura-pura mesra saat makan malam keluarga” atau “hari Minggu bebas urusan masing-masing.”

Ia mengangkat alis, menatap Bai Lian lama.

“Kalau aku tidak tanda tangan… apa yang akan kau lakukan?”

Bai Lian tanpa ragu menatap balik dengan wajah serius.

“Kalau kau tidak tanda tangan, kontrak ini batal, dan kau tidak akan dapat sisa pembayaran. Jangan harap aku akan kasih bonus.”

Pengawal di kursi depan refleks menutup mulut menahan tawa. Sopir bahkan hampir menabrak pembatas karena bahunya terguncang menahan cekikikan.

Liang Xun mengamati ekspresi polos tapi keras kepala itu. Biasanya, ancaman sekecil ini akan membuat orang gemetar. Tapi wanita ini? Dia berani menatap mata seorang ketua triad seolah sedang menawar harga cabai di pasar.

“Baiklah, beri aku pena.” Ucap Liang xun akhirnya sambil mengulurkan tangan.

Bai Lian buru-buru memberikan pulpen dengan wajah puas. Liang Xun mengambil kertas itu, lalu menandatanganinya dengan gerakan elegan.

“Bagus! Kau cepat belajar. Aku suka suami kontrak yang kooperatif.”

Liang Xun menatap tandatangannya sendiri di atas kertas itu, lalu tersenyum samar.

“Ini pertama kalinya ada orang membuatku menandatangani kontrak… bukan karena ancaman peluru.” Gumamnya nyaris seperti ejekan.

Bai Lian tidak paham, hanya menepuk-nepuk bahunya dengan puas.

“Lihat? Aku bilang juga apa. Kalau kita disiplin dengan jadwal ini, tiga bulan akan lewat tanpa masalah.”

Liang Xun bersandar kembali, matanya separuh terpejam. Senyum tipisnya menyembunyikan sesuatu yang bahkan Bai Lian tak bisa baca. Dalam hatinya ia bergumam: “Kau pikir bisa lepas dariku semudah itu, gadis kecil?”

Mobil pun melaju terus, hingga akhirnya berhenti di depan kantor catatan sipil distrik.

Pintu terbuka, dua pengawal turun lebih dulu, tatapannya dingin menyapu sekitar. Orang-orang yang lewat spontan berhenti dan menyingkir. Semua menatap dengan penuh rasa takut pada sosok pria berjas hitam yang keluar dari mobil mewah itu.

Bai Lian, sebaliknya, turun dengan santai sambil membawa map merah.

“Kau benar-benar lebay, sampai bawa figuran begini banyak. Orang-orang malah jadi melongo ke kita. Untung aku sudah siap dandan rapi, kalau tidak, bisa-bisa aku dikira artis papan dua.” Bai Lian berbisik geli.

Liang Xun menoleh sekilas, sudut bibirnya terangkat.

“Tenang saja. Hari ini, semua orang akan percaya… bahwa kau benar-benar istriku.”

Kantor catatan sipil pagi itu tidak ramai. Hanya ada beberapa pasangan yang menunggu giliran. Namun begitu mobil mewah hitam berhenti di depan, suasana langsung berubah hening. Dua pengawal berjas turun lebih dulu, membuka jalan.

Ketika Liang Xun keluar dari mobil, semua mata terbelalak. Sosok tinggi dengan aura menakutkan itu melangkah masuk seakan seluruh ruangan menjadi miliknya. Beberapa pasangan muda refleks merapat ke sudut, bahkan ada yang diam-diam membatalkan antrean.

Dan di belakangnya, Bai Lian melangkah dengan penuh percaya diri sambil mengapit map merah. Kontras sekali dengan tatapan dingin calon “suami kontrak”-nya.

“Jangan pasang muka pembunuh begitu, nanti orang-orang salah paham. Kau sedang menikah, bukan menghadiri sidang mafia.” Bai Lian menepuk tangan Liang Xun.

Seorang pengawal hampir tersedak ludahnya mendengar itu, buru-buru menunduk. Liang Xun menoleh dengan ekspresi tenang, tapi sudut bibirnya terangkat samar.

Mereka duduk di depan meja petugas. Pegawai wanita paruh baya yang biasa melayani dengan suara lantang, kali ini tangannya gemetar memegang formulir. Ia merasa jika pria di depannya ini sangat menyeramkan meskipun sangat tampan.

“Si-silakan… isi data… lalu tanda tangan di sini…” ucap pegawai itu tergagap.

Bai Lian buru-buru menyambar formulir, menulis dengan cepat. “Nama: Bai Lian, usia: 21 tahun, status: lajang.” Lalu dia menyerahkan pada Liang Xun.

“Tulis yang rapi. Jangan sampai kelihatan ini cuma pura-pura. Ingat, kita pasangan bahagia.” Baik Lian berbisik dan berkata dengan sangat serius.

Liang Xun menunduk, menulis dengan tenang. Tangannya begitu stabil, bahkan tulisan kaligrafinya indah, membuat pegawai terpesona sekaligus ngeri.

Saat foto pernikahan diambil, Bai Lian otomatis tersenyum manis sambil melirik kamera. Liang Xun, di sisi lain, hanya menatap lurus dengan ekspresi setenang batu.

“Klik!”

Bai Lian menoleh, mendesis kesal.

“Astaga! Setidaknya kau bisa pura-pura tersenyum. Orang nanti bisa tahu kita cuma pura-pura!”

Liang Xun menoleh pelan, bibirnya terangkat sedikit.

“Begitu?”

Fotografer terperanjat, karena senyum tipis itu justru membuat aura dinginnya bertambah memikat. Pegawai di sana sampai menahan napas, wajah mereka memerah karena ketampanan itu terlalu menusuk.

Bai Lian melotot.

“Hah? Kau pikir ini sesi pemotretan majalah?!”

Semua pengunjung di ruang tunggu hampir meledak menahan tawa.

Akhirnya, buku nikah merah kecil diserahkan ke tangan mereka. Petugas dengan penuh hormat menunduk dalam-dalam, suaranya bergetar:

“S-sekali lagi selamat… semoga pernikahannya langgeng.”

Bai Lian tersenyum lebar, mengangkat buku itu dengan puas seperti mendapat medali.

“Akhirnya resmi juga. Ingat, tiga bulan saja, jangan jatuh cinta padaku.”

Liang Xun menerima buku nikah itu, menatapnya lama dengan mata gelap.

“Jatuh cinta padamu? Itu bagian paling mudah untuk kuhindari.”

Namun, senyum samar di sudut bibirnya berkata sebaliknya.

Bai Lian menggenggam buku nikah merah itu dengan penuh kemenangan. Ia lalu mengeluarkan ponselnya, membuka kamera, dan mulai mencari angle terbaik.

“Kau mau apa dengan itu?” tanya Liang Xun seraya mengangkat sebelah alis matanya.

Bai Lian yang sibuk merapikan rambut dan mencari cahaya terbaik, “Tentu saja memposting! Apa gunanya menikah kalau tidak diumumkan? Setidaknya biar keluarga tiriku tahu aku bukan wanita yang tak laku.”

Tanpa basa-basi, ia angkat buku nikah, klik! Satu foto close-up, lalu satu lagi dengan wajahnya tersenyum manis. Saat melihat hasilnya, senyum itu langsung membeku.

“Eh… tunggu. Nama… ini siapa?” Bai Lian berbisik kaget, sebelum akhirnya menoleh pada pria yang berdiri di sampingnya.

Ia mendekatkan buku nikah ke wajahnya. Jelas tertulis: Suami: Liang Xun.

Ia langsung melotot ke pria di sebelahnya.

“APA?! Bukankah namamu Han?!”

Liang Xun tetap tenang, seperti sedang membicarakan cuaca. “Ah, itu… kemarin aku asal saja pakai nama Han. Lebih singkat, lebih mudah diingat.”

“…Asal? Kau pikir nama itu semacam username media sosial?!”

Liang Xun hanya menatapnya dengan santai, bibirnya melengkung samar. “Kenapa? Bukankah yang penting kita sudah menikah secara sah?”

Bai Lian terdiam sejenak, lalu wajahnya merengut. Tapi alih-alih marah, ia justru mengangguk serius.

“Ohhh… begitu ya. Benar juga. Pasti namamu aslinya keren, tapi kau malas menjelaskan. Wajar, aku juga sering malas jelasin kalau orang salah panggil namaku.”

Pengawal yang mendengar hampir jatuh dari kursinya. Sopir di luar mobil menggigit bibir sampai wajahnya memerah menahan tawa.

Bai Lian kembali sibuk dengan ponselnya, mengetik caption.

Caption: Akhirnya resmi menikah #BukanJombloLagi

-To Be Continue-

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel