Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Jebakan di Balik Bayangan

Tony adalah sosok yang cerdik, dan meskipun Alex berhasil memenangkan pertempuran kecil, Tony tidak pernah benar-benar menyerah. Ia tahu bagaimana memanipulasi keadaan, memanfaatkan koneksi, uang, dan rasa takut untuk meraih tujuannya. Kali ini, ia memiliki rencana yang jauh lebih berbahaya—menggunakan Jessika sebagai alat untuk memancing Alex ke dalam perangkapnya.

Sementara itu, Jessika mulai merasakan tekanan yang luar biasa. Setelah insiden terakhir, Alex memutuskan untuk menempatkannya di rumah yang lebih aman—sebuah vila kecil di pinggiran kota, dikelilingi oleh pengamanan ketat. Namun, meskipun aman secara fisik, Jessika merasa dirinya semakin terasing dan terkurung.

“Alex, aku nggak bisa terus seperti ini,” kata Jessika suatu malam, saat mereka sedang berbicara di ruang tamu vila. “Aku merasa seperti tahanan di tempat ini.”

Alex menatapnya, wajahnya penuh dengan rasa bersalah. “Aku tahu ini sulit, Jess, tapi aku nggak punya pilihan. Tony semakin berbahaya, dan aku nggak bisa ambil risiko kehilangan kamu.”

Jessika menggelengkan kepala. “Tapi apa gunanya semua ini kalau aku kehilangan diriku sendiri? Kita nggak bisa terus lari dari dia.”

Alex mendekat, memegang kedua tangan Jessika dengan lembut. “Kita nggak lari. Aku sedang mempersiapkan semuanya untuk menghadapi dia. Tapi aku perlu waktu. Dan sementara itu, aku ingin kamu tetap aman.”

Namun, sebelum Jessika sempat menjawab, salah satu pengawal Alex mengetuk pintu dengan tergesa-gesa. Wajahnya tegang, penuh kekhawatiran. “Bos, ada sesuatu yang perlu Anda lihat.”

Alex segera bangkit dan mengikuti pengawalnya ke ruang kontrol keamanan. Di layar monitor, terlihat beberapa pria mencurigakan berkeliaran di sekitar vila. Mereka mencoba menghindari kamera, tetapi cukup jelas bahwa mereka sedang mengintai.

“Tony semakin nekat,” gumam Alex, matanya menyipit penuh amarah. “Perketat pengamanan. Pastikan mereka tidak bisa mendekat.”

Namun, dalam benaknya, Alex tahu bahwa ini bukan sekadar pengintaian biasa. Tony ingin menunjukkan bahwa ia tahu di mana Jessika berada, bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman dari jangkauannya. Dan itu berhasil—karena malam itu, Jessika hampir tidak bisa tidur, meski Alex berada di dekatnya.

Di tempat lain, Tony sedang duduk di kantornya yang mewah namun gelap, dikelilingi oleh beberapa anak buahnya. Di tangannya, ia memegang foto Jessika—foto yang diambil secara diam-diam saat Jessika sedang bekerja di minimarket beberapa minggu lalu.

“Dia adalah kunci untuk menghancurkan Alex,” kata Tony sambil meletakkan foto itu di meja. “Jika kita bisa membuat Alex kehilangan fokus, kita bisa mengambil alih wilayahnya.”

Salah satu anak buahnya, pria besar bernama Rico, bertanya, “Bagaimana caranya, Bos? Pengawalan di sekitar gadis itu terlalu ketat.”

Tony tersenyum dingin. “Kita tidak perlu langsung mengambilnya. Kita buat Alex berpikir bahwa dia aman, sementara kita menyerang dari sisi lain. Mulai sekarang, target kita adalah Alex. Hancurkan bisnisnya, reputasinya, dan akhirnya… kepercayaannya pada dirinya sendiri.”

Rico mengangguk, mulai memahami maksud Tony. “Baik, Bos. Saya akan mulai dengan menekan koneksi-koneksi Alex.”

“Bagus,” kata Tony. “Tapi jangan lupa. Tetap pantau gadis itu. Dia adalah asuransi kita.”

---

Serangan Balik Dimulai

Beberapa hari kemudian, Alex mulai merasakan tekanan yang berbeda. Bisnisnya diganggu, beberapa mitra utamanya tiba-tiba membatalkan kesepakatan tanpa alasan jelas. Beberapa anak buahnya yang selama ini loyal mulai menunjukkan tanda-tanda keraguan.

“Tony mulai bermain kotor,” kata Vito saat bertemu Alex di sebuah gudang yang digunakan sebagai markas sementara. “Dia menyerang bisnis kita dari belakang.”

Alex mengangguk, wajahnya tegang. “Aku sudah menduga ini. Dia tahu dia nggak bisa menang secara langsung, jadi dia mencoba menghancurkan fondasi kita.”

“Tapi masalahnya, serangan ini efektif,” lanjut Vito. “Kita kehilangan banyak dukungan. Orang-orang takut pada Tony.”

Alex berpikir sejenak, kemudian berkata dengan suara tegas, “Kalau mereka takut pada Tony, kita harus tunjukkan bahwa mereka lebih harus takut pada kita. Siapkan tim. Aku akan langsung menghadapi Tony.”

Jessika Dalam Bahaya

Sementara itu, Jessika yang berada di vila mulai merasa ada yang aneh. Salah satu pengawal Alex, yang biasanya berjaga di depan pintu, terlihat tidak berada di posisinya. Suasana terasa sunyi, terlalu sunyi.

Dengan hati-hati, Jessika berjalan menuju pintu depan. Namun, sebelum ia sempat membuka pintu, seseorang menariknya dari belakang. Ia berusaha berteriak, tetapi sebuah kain basah yang berbau tajam menutupi mulutnya. Dalam hitungan detik, semuanya menjadi gelap.

Ketika Jessika sadar, ia menemukan dirinya berada di sebuah ruangan kecil dan gelap. Tangannya terikat, dan di hadapannya berdiri Tony, dengan senyuman penuh kemenangan.

“Selamat datang, Jessika,” kata Tony dengan nada licik. “Kau adalah tamu istimewa kami malam ini.”

Pertarungan untuk Menyelamatkan Jessika

Ketika Alex mendapat kabar bahwa Jessika telah diculik, dunia seolah runtuh di hadapannya. Namun, ia tidak punya waktu untuk larut dalam emosi. Ia segera mengumpulkan tim terbaiknya, bersiap untuk menyelamatkan Jessika dengan cara apa pun.

“Ini sudah terlalu jauh,” kata Alex dengan suara dingin. “Aku akan memastikan Tony menyesal telah menyentuhnya.”

Perjalanan Alex menuju markas Tony akan menjadi pertempuran besar, penuh risiko, dan darah. Namun, satu hal yang pasti: ia tidak akan berhenti sampai Jessika kembali ke sisinya.

Keheningan malam dipenuhi oleh ketegangan yang menggantung di udara. Alex dan timnya mempersiapkan serangan ke markas Tony dengan hati-hati, merencanakan setiap langkah untuk memastikan mereka tidak hanya berhasil menyelamatkan Jessika, tetapi juga menghentikan Tony selamanya. Di dalam gudang yang gelap, mereka berkumpul di sekitar meja besar yang dipenuhi peta dan layar monitor.

“Tony pasti sudah menyiapkan jebakan,” kata Vito, menatap Alex dengan serius. “Kita tidak bisa gegabah.”

Alex mengangguk, wajahnya penuh tekad. “Aku tahu. Tapi kita tidak punya pilihan. Jessika harus diselamatkan, dan Tony harus dihentikan. Kita akan menghadapinya, apa pun risikonya.”

Clara, seorang peretas handal yang menjadi bagian tim, melirik layar laptopnya. “Kami sudah berhasil meretas sistem keamanan markasnya. Mereka tidak akan bisa mendeteksi kita selama beberapa menit. Itu cukup untuk masuk.”

Alex memandang timnya satu per satu, merasakan beban tanggung jawab yang besar. “Ingat, tujuan utama kita adalah menyelamatkan Jessika. Jangan biarkan diri kalian terbawa emosi.”

Semua anggota tim mengangguk, bersiap untuk bergerak.

Di sisi lain, di markas Tony yang gelap dan suram, Jessika terjaga dalam kegelapan. Ruangan kecil dan pengap ini menjadi penjara sementara, tempat di mana ia harus menunggu untuk mengetahui apa yang akan dilakukan Tony berikutnya. Meski tubuhnya lelah dan terikat, matanya tetap penuh tekad. Ia tahu Alex pasti sedang berjuang untuknya.

Tony masuk ke dalam ruangan dengan wajah penuh kemenangan. “Kamu sudah cukup lama berada di sini, Jessika,” ujarnya dengan senyum licik. “Sekarang saatnya kita berinteraksi lebih banyak.”

Jessika menatapnya dengan kebencian. “Kamu tidak akan menang, Tony. Alex akan datang menjemput ku.”

Tony tertawa kecil. “Kita lihat saja nanti. Aku rasa kamu terlalu berharap, Jessika. Alex tidak bisa menang melawan saya.”

Senyum Jessika menguat meskipun hati kecilnya mulai gelisah. Ia tahu Alex akan datang untuknya. Ia hanya harus bertahan sedikit lebih lama.

Serangan Terjadi

Sementara itu, Alex dan timnya bergerak dengan cepat. Mereka menyusup ke dalam markas Tony dengan keahlian yang telah terasah. Clara berhasil mengelabui sistem keamanan, sementara Vito memimpin tim untuk bergerak melalui lorong-lorong sempit markas Tony.

Namun, meskipun mereka sudah melakukan persiapan matang, mereka masih terkejut dengan besarnya pertahanan yang disiapkan Tony. Begitu mereka memasuki area dalam markas, tembakan mulai terdengar. Anak buah Tony yang tersembunyi mulai melawan dengan sengit.

“Pergerakan kita sudah ketahuan,” kata Vito, menembak salah satu musuh yang mencoba menyerang. “Kita harus bergerak lebih cepat!”

Alex memimpin timnya dengan mantap, setiap langkahnya penuh tujuan. “Tidak ada jalan mundur. Jessika harus selamat.”

Akhirnya, setelah melalui berbagai perlawanan sengit, Alex dan timnya sampai di pintu utama ruang bawah tanah, tempat Jessika disekap. Namun, di sana, Tony sudah menunggu mereka. Ia berdiri di depan pintu, dengan senyum yang penuh kemenangan.

“Kau datang lebih cepat dari yang kuharapkan, Alex,” kata Tony, suaranya penuh ejekan. “Tapi sayangnya, ini sudah terlambat. Semua ini sudah selesai.”

Alex menatap Tony dengan mata penuh kebencian. “Kamu sudah membuat kesalahan besar, Tony. Hari ini, aku akan menghentikan semuanya.”

“Percayalah, kau tak akan menang,” kata Tony sambil melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada anak buahnya yang tersembunyi untuk maju.

Tembakan mulai menghujani mereka dari segala arah. Alex dan timnya bertindak cepat, membalas serangan dengan keterampilan yang luar biasa. Di tengah kekacauan itu, Alex bergerak cepat menuju Tony, melawan setiap rintangan yang muncul di jalannya.

Tony, yang tidak terduga, melawan dengan kekuatan brutalnya. Mereka bertarung dengan sengit, tubuh mereka saling bertubrukan dalam perjuangan untuk menguasai. Setiap serangan Tony terasa seperti pukulan maut, namun Alex menggunakan kelincahannya untuk menghindar dan menyerang balik.

“Alex, berhenti!” Tony berteriak, mencoba mengalihkan perhatian Alex. “Kau tahu ini tidak ada gunanya. Aku selalu menang.”

Namun, Alex tidak mendengarkan. “Tidak ada tempat untukmu lagi, Tony!”

Saat keduanya saling bertarung, suara langkah kaki terdengar di belakang. Jessika, yang berhasil membebaskan dirinya, muncul dengan sebuah benda keras di tangan. Dengan keberanian yang luar biasa, ia melemparkan benda itu ke arah Tony, menghentikan serangannya.

Alex memanfaatkan kesempatan itu. Dengan satu gerakan cepat, ia melancarkan serangan terakhir yang mengalahkan Tony. Pukulan telak itu membuat Tony terjatuh, tak berdaya.

Keselamatan Jessika

Dengan Tony akhirnya tak berdaya, Alex segera berlari ke arah Jessika, meraih tangannya dengan penuh kelegaan. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya dengan suara yang penuh kekhawatiran.

Jessika mengangguk meski air mata mulai mengalir. “Aku baik-baik saja, Alex. Aku tahu kamu akan datang.”

Alex menarik Jessika ke dalam pelukannya, merasakan betapa berat perjuangan yang telah mereka lalui. Namun, meskipun pertempuran ini telah berakhir, Alex tahu bahwa jalan mereka masih panjang.

Akhir dari Sebuah Perjalanan?

Dengan Tony dan anak buahnya yang kini ditangkap, Alex dan timnya mengamankan markas tersebut. Namun, meskipun mereka berhasil mengalahkan musuh utama, Alex tahu bahwa perang ini belum selesai. Tony mungkin sudah jatuh, tetapi ancaman lain pasti akan muncul.

“Kita akan terus bertahan,” kata Alex, menatap Jessika dengan penuh harapan. “Ini belum berakhir, tapi aku berjanji, kita akan hadapi apapun yang datang bersama.”

Jessika menggenggam tangan Alex dengan erat, keyakinannya semakin kuat. “Selama kita bersama, kita pasti bisa melewati semuanya.”

Mereka berdiri di tengah-tengah markas yang hancur, matahari mulai terbit di kejauhan, memberikan secercah harapan baru bagi mereka.

Bersambung…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel