Bab 005
Dikamar Hotel Tasya masih menunggu Daren yang tak kunjung sampai, membuat Tasya merasa kesal pasti jika laki laki itu datang datang Tasya akan memarahinya habis - habisan nanti.
Pip pip pip
Pintu kamar Hotel terbuka, Daren datang namun Tasya tidak menyambutnya dengan baik karna merasa sangat marah, raut wajahnya kesal, menunggu laki laki itu terlalu lama.
Tasya beranjak dari duduknya di atas kasur hendak pergi karena kesal, namun tangannya di cekal dengan kuat oleh Daren.
"Sayang kamu mau kemana, aku baru aja sampek udah mau pergi lagi!" ucap Daren dengan kedua alis yang bertaut, merasa bingung dengan sikap kekasih gelapnya ini.
"Lagian kamu lama banget sih, aku nungguin kamu dari tadi loh," ucap Tasya kesal, kedua bola matanya mendelik tajam ke arah laki laki itu.
"Iya iya aku minta maaf, aku yang salah, aku juga udah laju banget bawa mobilnya, gak sempet sarapan juga, biar kamu gak kesel karena nunggu kelamaan," jelas Daren dengan penuh penyesalan, tapi bukan di sengaja oleh laki laki itu, akan tetapi karna di terpa kemacetan.
"Udah ya gak usah kesel lagi, ayo sini duduk, katanya kamu mau cerita," Daren menarik pergelangan tangan gadis itu dan membawanya menuju ranjang yang ada di sana.
"Aku harus gimana sayang? Aku di DO, tolong bantuin aku, apa gak bisa dikasih keringanan, aku gak tau salah aku dimana?" ucap Tasya dengan sangat lirih, raut wajahnya terlihat begitu menyedihkan.
Malang sekali nasibnya, di fitnah oleh penumpang yang mengatakan hal tidak jujur tentangnya. Padahal selama ini kinerja gadis itu baik - baik saja, dia bahkan tidak di beritahu di mana letak kesalahannya, tiba tiba saja menilai kinerjanya dengan buruk.
"Emangnya kepala kantor ngomong gimana?" tanya Daren dengan suara yang terdengar sangat lembut, mencoba membujuk dan menenangkan gadis itu.
"Beliau bilang, aku di berhentiin karena keluhan penumpang, aku gak tau salah aku dimana. Beliau juga gak tahu, intinya keluhan ini dia sampaikan untuk memecat aku!" jawab Tasya dengan nada bicara yang terdengar sangat kesal.
"Kamu beneran gak inget, kalau kamu pernah melakukan kesalahan, takutnya kamu lupa!" ucap Daren.
"Kamu gak percaya sama aku, kamu ngeremehin pekerjaan aku selama jadi Pramugari?" Tasya mendelik tajam pada Daren, ia berfikir jika Daren akan berada di pihaknya namun ternyata laki laki itu sama saja, meragukan kinerjanya selama ini.
"Bukan itu maksud aku sayang, aku tau kinerja kamu emang bagus, tapi satu kali kesalahan saja dapat menghapus 1000 kebaikan, coba kamu ingat - ingat lagi," pinta Daren dengan lembut, berharap gadis itu tidak emosi lagi dengan setiap perkataannya.
Tasya menggelengkan kepala, "Gak, aku gak pernah ngelakuin kesalahan, aku yakin!" bantah gadis itu yang memang sangat yakin sekali dengan kinerjanya sendiri selama ini, bahkan dirinya sering mendapatkan pujian dari teman teman satu tim dengannya.
"Ya udah, nanti aku bantu kamu cari tahu, gimana kalok kita sarapan, kamu belum makan kan?" tanya Daren sembari menawarkan gadis itu, Tasya pun mengangguk setuju sarapan.
"Sarapannya di sini aja, minta pelayan hotel buat anter kesini," pinta Tasya pada Daren.
"Iya sayang, kamu mau makan apa?"
"Ngikut kamu aja sih!"
Daren pun memesan room service untuk keduanya, sembari menunggu mereka mencoba memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah Tasya yang tidak tahu penyebabnya ini.
Tak lama kemudian pelayan hotel mengetuk pintu guna mengantar pesanan makanan mereka tadi, setelah Daren membukakan pintu dan makanan sudah tersaji. Tanpa basa basi lagi, keduanya segera melahap makanan mereka.
Sarapan mereka pun selesai, dan Tasya menyimpan troli makanan dan piring kotornya di depan pintu kamar, agar mudah untuk pelayan hotel mengambilnya dan tidak perlu masuk ke kamar.
"Habis ini kamu mau kemana sayang?" tanya Daren.
"Pulang aja sih mau kemana lagi!" jawab Tasya.
Daren beranjak dari sofa menghampiri Tasya yang berdiri di dekat sana, memeluk gadis itu dari belakang dengan pelukan hangat. Tasya sudah bisa menebak isi pikiran laki laki itu yang sudah pasti ingin sesuatu lebih, sudah makanan sehari harinya yang tidak pernah absen.
"Gimana kalok kita... Mumpung ada di hotel!" ucap Daren.
"Aku gak mau ah, males banget pagi - pagi udah bercocok tanam aja," ketus Tasya, memalingkan wajahnya dari laki laki itu.
"Justru pagi itu masih semangat - semangatnya," sahut Daren, di sertai senyuman nakal yang terbit dari bibirnya.
"Emang iya? Kamu pernah sama Alisya!" ledek Tasya sembari tersenyum sinis.
"Maksud kamu apa hah!" ucap Daren tertawa kecil sembari mendorong Tasya ke atas ranjang.
Dengan cepat kilat laki laki itu hendak menanggalkan pakaian Tasya, namun belum saja itu terjadi. Tasya sudah mendapatkan panggilan dari mamanya, segera gadis tersebut meraih ponselnya dan menjawab panggilan dari mama Rita.
Drrtt Drrtt Drrtt
"Halo ma, ada apa?" tanya Tasya begitu panggilan tersambung, pandanganya menatap ke arah Daren dan meminta laki laki itu untuk menutup mulutnya agar tidak bersuara.
"Kamu dimana sayang? Ada yang mau mama omongin sama kamu," ucap mama Rita dari balik panggilan.
"Aku lagi ada urusan ma diluar, kenapa penting banget ya?"
"Iya, ini menyangkut pemberhentian kamu,"
Seketika kedua bola mata Tasya yang indah membulat sempurna kala mamanya mengatakan jika itu menyangkut masalah yang di hadapinya saat ini.
"Oke, kalau gitu aku segera pulang ya ma," sahut Tasya cepat dan mengakhiri panggilannya.
"Sayang kita udahin dulu ya, aku harus pergi mama nungguin aku," ucap Tasya, ia membenarkan pakaiannya yang sempat acak - acakan dan tersingkap ke atas.
Daren yang telah membuka baju dan celananya merasa sangat kecewa kecewa, pasalnya dia sudah sangat menginginkan hal itu. Sebab, jika Tasya tak lagi bekerja, maka dia juga tidak bisa sesering dulu untuk bertemu gadis itu.
"Sayang, aku udah polos loh ini. Gimana, kalau satu kali aja sekali orgasme habis itu udah," ucap laki laki itu dengan raut wajah yang memohon.
"Aduhh gak bisa aku buru-buru" ucap Tasya yang segera bangkit dari baringnya tadi, ia sangat tidak sabar dengan apa yang sudah mamanya ketahui tentang pemberhentiannya.
"Please.. Gak lama kok, aku bakal cepetin temponya, yah? Burung aku udah keras banget minta dimasukin ke sarangnya," Daren memelas lagi.
Tasya tetap kekeh dengan pendiriannya, dia tidak mau lagi menjadi boneka laki laki ini. Tak akan ada lagi hubungan badan yang Tasya sendiri tidak di untungkan sama sekali, saat ini dirinya sedang berduka karna di DO. Tapi lihatlah Daren, hanya mementingkan hawa nafsunya sendiri.
"Kamu bisa ngertiin aku gak sih Ren, aku buru buru loh! kamu nih kenapa sih, udah ah aku mau pergi!" Tasya segera bangkit dari duduknya meninggalkan laki laki itu sendirian di kamar hotel.
Di belakang, Daren merasa sangat kecewa sekali dengan penolakan Tasya. Padahal gadis itu selalu penurut dan mau melakukan apa yang dia inginkan, tapi kali ini tidak. Daren menatap tajam pintu yang baru di tutup Tasya, ia menghela nafas panjang untuk meredamkan kekesalannya ini.
**
**
Mama Rita sejak tadi sudah menunggu putrinya pulang, wanita paruh baya itu saat ini berada di ruang tengah dengan perasaan yang tidak sabar ingin menyampaikan hal ini pada putri satu satunya yang malang.
"Ma.." panggil Tasya yang baru saja masuk ke dalam rumah, mama Rita lantas mengarahkan pandangannya ke arah pintu dan mengulas senyum melihat kedatangan putrinya.
"Sayang ayo cepet duduk!"
"Ada apa ma? Mau ngomong apa, gimana dengan pekerjaan aku ma?" tanya Tasya tidak sabaran, sama seperti Rita yang juga sudah tidak sabar ingin memberitahu putrinya.
"Kamu kenal Bryan Pattinson?" Rita balik bertanya.
"Bryan - Pattinson! Siapa ma? Aku aja baru denger namanya!" ucap Tasya bingung, mencoba mengingat nama yang sama sekali tidak familiar di telinganya.
"Masa kamu gak kenal! Kemarin di maskapai kamu ada ketemu seseorang gak? Aduh ini nih," ucap Rita sembari menunjukan foto Bryan yang ada di layar ponselnya.
Tasya melihat foto yang ditunjukan dari handpone mama Rita, ia mengingat - ingat lagi sosok pria itu, kali ini pria yang difoto tanpa memakai kacamata hitam, jadi Tasya sedikit tidak ingat dengan orang itu.
"Tunggu ma! Aku inget - inget lagi,"
Tok tok tok
"Permisi.." terdengar suara seseorang dari depan pintu rumah mereka, ternyata datang seorang tamu perempuan dir umah Tasya.
Sontak mama Rita dan Tasya menoleh ke pintu masuk secara bersamaan dan menghilangkan fokus mereka pada sosok Bryan.
"Tasya Cek dulu ya ma, siapa yang dateng," ucap Tasya sembari memberikan handphone mamanya, kakinya melangkah menuju ruang tamu rumahnya.
"Silvi!" panggil Tasya, ternyata tamu itu adalah Silvi sahabat Tasya.
"Sya! aku denger kamu dipecat, itu bener?" tanya Silvi penasaran raut wajahnya penuh kecemasan karna Tasya merupakan teman baiknya.
"Ayo masuk dulu kedalem," ajak Tasya pada temannya ini.
Silvi pun ikut masuk dan duduk bergabung bersama mama Rita juga diruang tengah.
"Iya Sil, yang kamu ketahuin itu bener!" ucap Tasya sembari mendaratkan tubuhnya di samping mama Rita.
"Kok bisa Sya?" tanya Silvi.
"Iya, ini semua gara-gara siapa ma namanya?"
"Bryan Pattinson," sahut mama Rita.
"Iya, Bryan Pattinson, dia yang memberi keluhan kalaupelayanan aku buruk Sil dan dia minta buat mecat aku, padahal aku gak pernah buruk melayani penumpang, kamu tau kan?"
Silvi mengangguk, karena Tasya dan Silvi memang selalu bersama, bahkan Silvi banyak belajar dari Tasya mengenai pekerjaan yang tidak gadis itu ketahui. Silvi jadi tidak yakin jika Tasya di pecat karna pelayanannya yang buruk.
"Yang mana sih orangnya?" tanya Silvi penasaran.
"Yang ini nih, aku gak kenal sama dia, setahu aku gak pernah ada penumpang VIP orang itu," gerutu Tasya, sambil memberikan Handphone mama Rita yang telah menampilkan foto Bryan.
Setelah terus memandangi foto Bryan yang berada di genggaman tangannya, ia mencoba mengingat ingat lagi sosok laki - laki itu dan Silvi sepertinya menyadari sesuatu.
"Ini kan! Yang kamu tolak kartu namanya itu Sya!" ucap Silvi.
"Hah! Masa sih! Sini aku lihat," ucap Tasya seraya meraih Handphone mamanya.
Tasya pun akhirnya mengingatnya, ia sadar bahwa orang itu sama, ia melihat dari dagunya Bryan yang terbelah di bagian tengah. Walaupun tidak ingat di bagian matanya, Tasya mengingatnya dari dagu Bryan yang terbelah.
Tasya menjatuhkan ponsel mamanya karna merasa sangat Shock setelah tahu Bryan adalah orang yang ia tolak kartu namanya, ketika Bryan memberikan kepada Tasya. Seketika tubuhnya lemas, ia tidak menyangka laki laki itu berbuat senekat ini padanya.
