Bab 003
Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi, Tasya sudah bangun lebih dulu sebab dirinya harus segera kembali ke kamarnya. Tidak ingin sampai ada yang lihat dirinya keluar dari kamar sang kapten yang sudah beristri ini, karna tak ada yang tahu mengenai hubungannya dengan Daren, kecuali Silvi dan Rangga.
Entah jam berapa semalam mereka menyelesaikan kegiatan tak lazim yang harusnya tidak mereka lakukan sebagai lawan jenis yang tidak memiliki ikatan apapun, meski Tasya sadar atas apa yang dia lakukan ini bersama kekasih gelapnya. Di balik itu semua, ia mengharapkan sesuatu yang harus ia dapatkan dari Daren.
"Sayang mau kemana? Jangan tinggalin aku," ucap Daren saat membuka matanya melihat kekasih pramugarinya bangkit dari tidurnya dan melepaskan pelukannya tadi.
"Sayang kita harus siap-siap buat berangkat ke bandara, aku kalok mandi lama," balas Tasya sembari meraih jaket mantel yang ia kenakan semalam.
"Emang udah jam berapa sih sayang?" tanya laki - laki itu dengan suara yang terdengar serak khas bangun tidur, pandangannya masih sangat buram.
Daren melihat jam dinding yang masih menunjukan pukul tiga pagi yang berarti masih sangatlah awal, minimal baginya Tasya harus keluar sekitaran pukul lima pagi perkiraan.
"Masih awaljuga, minimal siap-siap jam lima lah, masih banyak waktu, kamu temenin aku dulu," ucap Daren yang mencoba menarik tangan gadis itu lagi, namun Tasya segera menepisnya.
"Aduhhh, tapi aku juga harus cepet-cepet keluar dari kamar kamu, takutnya nanti ada yang lihat aku keluar dari sini," bantah Tasya, tatapannya melemparkan raut wajah kekesalan pada laki - laki yang tengah terbaring di atas ranjang tersebut.
"Bentar aja, bentar lagi! Please.. Yuk tidur lagi, aku butuh pelukan kamu.." ucap Daren dengan suara yang terdengar sangat manja.
Tasya menghela nafas, lalu dia pun berbaring kembali dan memeluk tubuh Daren.
"Nah gitu dong, ini baru sayang aku," balas Daren dengan senyum yang sumringah.
.
.
Di sisi lain, Silvi sudah bangun dan bersiap siap untuk mandi. Ia mendengar sensor kamarnya seperti di buka dari luar, tapi dia sudah paham siapa yang datang tersebut.
Pip pip pip
Bunyi pintu terbuka oleh sentuhan Cardlock kamar yang merupakan Tasya yang sudah kembali dari kamar Daren.
"Kamu baru bangun Sya?" tanya Silvi yang baru saja hendak melangkah kan kaki ke kamar mandi.
"Dari tadi jam satu aku bangun, cuman si Daren malah ngelanjutin yang semalem," jawab Tasya dengan bibir yang mengerucut gemas.
"Gak capek?!" tanya Silvi lagi, kedua bola matanya membeliak dengan sangat sempurna sekali tak mengira temannya akan sekuat ini.
"Hahaha, bukan gituannya Silvi sayang, kita cuman ciuman aja kok," balas Tasya sembari tertawa kecil.
"Ohhh kirain, yaudah aku mandi duluan ya!" ucap Silvi yang kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
"Iya jangan lama-lama ya Sil," peringat Tasya pada temannya tersebut, ia tak sadar jika dirinya lah yang sangat lama jika mandi ketimbang Silvi.
Akhirnya keduanya telah bersiap dan sembari menunggu waktu tiba, mereka bersantai dan ada juga yang bermain ponsel untuk menghilangkan suntuk.
Drrt.. Drrt.. Drrt..
Bunyi dering panggilan tersebut dari ponsel Tasya yang ia letakkan di atas ranjang tidurnya.
Tasya yang tengah berada di depan cermin meja rias yang ada di sana, tengah menata rambutnya segera beranjak dari sana dan meraih ponselnya guna mengangkat panggilan tersebut.
"Kepala kantor, ada apa nelfon pagi-pagi?" gumam Tasya dengan kening yang mengkerut.
Silvi yang sedang memakai stocking hitam melihat ke arah tasya, wajahnya sedikit bingung, siapa yang menelfon temannya tersebut.
"Halo selamat pagi bapak, apa ada sesuatu yang ingin anda sampaikan?" tanya Tasya dengan suara yang terdenagar lembut menjawab panggilan dari bapak kepala kantor yang merupakan atasannya ini.
"Natasya Aulia, saya ingin memberitahui bahwa anda tidak perlu mengikuti penerbangan tujuan Amerika-Indonesia sebagai pramugari, anda hanya bisa mengikuti sebagai penumpang saja"
"Kenapa begitu pak? Saya sedang sehat jasmani kok," balas Tasya, ia semakin bingung di buatnya.
"Kami akan memberitahu kembali detailnya setelah anda sampai di bandara Dirgantara, temui saya dikantor setelah mendarat, karena ini tidak bisa dijelaskan lewat telfon, selamat pagi,"
"Baik pak, terima kasih selamat pagi," jawab Tasya panggilan berakhir.
Wajah Tasya kebingungan dan itu mengundang kecemasan bagi Silvi, kenapa ia tidak diperbolehkan menjadi Pramugari hari ini, malah disuruh menjadi penumpang biasa.
"Kenapa Sya?" tanya Silvi dengan rasa penasarannya.
"Aku di telfon sama kepala kantor," jawab Tasya dengan suara yang terdengar gemetar, jantungnya berdebar sangat hebat sekarang ini takutnya ada sesuatu yang salah dari pekerjaannya.
"Emangnya bapak ngomong apa, kok kamu kayak kebingungan gitu?" tanya Silvi yang mana semakin di buat penasaran karna nada bicara Tasya saat menjawab pertanyaannya tadi.
"Aku disuruh jadi penumpang biasa, gak boleh jadi Pramugari, kenapa ya Sil?" Tasya balik bertanya, keadaan hatinya menjadi gundah gulana karna merasa tidak tenang saat ini.
"Gak tau juga Sya, ya.. tidak apa - apa lah Sya, lumayan kamu gak perlu cape - cape, bisa istirahat jadi penumpang duduk manis," ucap Silvi yang tampak merasa posisi Tasya saat ini sangatlah bagus baginya.
"Iya juga sih, tapi aku agak bingung dan perasaan aku gak enak gitu, kenapa ya? Kaya bakal terjadi sesuatu!" ucap Tasya, ia memegangi dadanya yang mana jantungnya semakin berdebar dengan cepat.
"Udah lah gak usah dipikirin, mending kamu cepetan siap - siap dan kita berangkat sekarang," ajak Silvi yang sudah siap dengan semuanya.
"Bentar aku ganti baju dulu," sahut Tasya yang segera berlarian kecil menuju kopernya yang sudah ia rapikan tadi.
Setelah Tasya selesai, Mereka pun segera turun menuju mobil taksi yang sedari tadi menunggu didepan hotel.
Daren melihat Tasya tidak mengenakan seragam pramugarinya membuat laki laki tersebut dan hampir memanggil Tasya dengan panggilan sayang saking sudah terbiasanya.
"Say.. Sya, kamu kok gak pakai seragam Pramugari kamu?" tanya Daren dan yang lain pun kebingungan juga.
Tasya menejelaskan semuanya kepada teman yang lain termasuk Daren, mereka pun bingung, tidak pernah ada sesuatu yang seperti ini, tiba-tiba Pramugari diminta untuk menjadi penumpang biasa.
"Kok aneh ya," ucap Daren.
"Aku juga bingung, kenapa ya? Perasaan aku gak enak," balas Tasya mencari pendapat yang lain, siapa tahu sebelumnya sudah ada yang pernah mengalami hal seperti ini.
"Yaudahlah, itu berarti kamu terlalu kerja keras, jadi disuruh istirahat," ucap Daren menyemangati Tasya kekasihnya.
"Udah yuk kita berangkat," ajak Rangga yang melangkahkan kakinya lebih dulu menuju mobil taksi.
Mereka pun menuju Bandara Internasional John F. Kennedy, bersiap take off ke bandara Dirgantara.
.
.
Setelah mendarat sekitar memakan waktu 22 jam hingga sampai keesokan harinya, Tasya pun segera menuju Kepala Kantor yang sudah di jelaskan kemarin sebelum dirinya kembali mendarat ke tanah air, walaupun sebenarnya ia merasa lelah meski tidak sedang menjadi Pramugari.
"Sya kamu mau kemana, Kenapa buru-buru?" panggil Daren.
"Aku mau ke ruang Kepala Kantor sayang, beliau nyuruh aku ke sana, setelah landing," jawab Tasya yang semakin mempercepat langkah kakinya menuju ruang kepala kantor saat ini.
"Ohh, mau aku tungguin gak?" tanya Daren.
"Gak papa kamu nunggu?" tanya Tasya balik.
"Iya gak papa aku tunggu," jawab Daren.
Tasya menghampiri Silvi yang baru saja masuk ke dalam Bandara.
"Sil, kamu balik aja duluan, soalnya aku masih mau ke ruang Kepala Kantor" ucap Tasya.
"Oke Sya, kalok gitu aku langsung aja ya, capek banget" jawab Silvi.
"Okey"
Tasya segera menuju ke ruang Kepala Kantor sembari menyeret kopernya, diikuti juga oleh Daren.
"Sayang kamu tunggu diluar ya, aku masuk dulu" ucap Tasya.
Segera mengetuk pintu dan masuk kedalam ruangan.
"Permisi pak, saya Natasya Aulia" ucap Tasya.
"Baik, duduk dulu"
"Apa yang ingin anda katakan tadi ditelfon pak?" tanya Tasya.
"Ini surat pemberhentian kamu menjadi Pramugari" ucap Kepala Kantor sembari menyodorkan selembar kertas, tertulis hitam di atas putih surat pemberhentian Tasya.
Degh
Mata Tasya yang indah seketika terbelalak mendengar kalimat pemberhentian menjadi Pramugari, jantungnya semakin berdetak dengan bertalu talu tak karuan.
Tasya menghela nafas pendek, "Maaf pak sebelumnya, atas dasar apa saya diberhentikan?" tanya Tasya.
"Ada sebuah keluhan dari salah satu penumpang, bahwa pelayanan kamu buruk, jadi dia meminta untuk memberhentikan kamu,"
"Sa-saya tidak pernah melakukan hal buruk, saya.. Saya melayani semua penumpang dengan baik, jika bapak tidak percaya bapak bisa bertanya kepada tim saya yang lain" jelas Tasya dengan terbata bata dan menahan tangisnya saat ini.
"Bapak tidak bisa asal memberhentikan saya dong, bapak harus mencari tau kebenarannya, jangan asal percaya dengan keluhan yang seperti itu, bisa saja dia memang ingin menjatuhkan saya," bantah Tasya.
Kepala Kantor terdiam, sebenarnya ia juga tak ingin gegabah memberi keputusan seperti ini, jika hanya keluhan dari penumpang, karena itu bisa diperbaiki lagi pelayanannya.
Namun ini adalah permintaan dari Bryan Pattinson, pengusaha muda yang terkenal, kekayaannya tidak bisa disebutkan, saking banyak usahanya diberbagai kota dan negara.
"Maaf Tasya, keputusan saya sudah bulat, anda bisa pergi dan bawa surat ini, terima kasih telah meluangkan waktu untuk ke sini" ucap Kepal Kantor, lalu beranjak lah Tasya dari kursinya menuju pintu keluar.
Gadis itu tidak bisa berkata-kata lagi, matanya berkaca-kaca menahan tangis yang sejak tadi di tahannya dan sudah membendung dipelupuk.
