Zong
Sudah dua malam, Gita bersama Hana, tidur di apartemen Wulan. Namun, sejauh itu, Gita belum menemukan sesuatu yang dia cari.
''Nggak boleh menyerah. Pokoknya ini harus berhasil, sampai aku menemukan titik terangnya.'' kata Gita bertekad dalam hati.
''Woi. Kita kapan ya lulusnya.'' celetuk Wulan yang mulai terlihat bosan dengan sekolahnya.
''Kenapa? Mau buru-buru nikah?'' sahut Hana asal.
''Hahahaha iya, pengen nikah sama duda tajir melintir, biar jadi istri sultan!'' kata Wulan, berkhayal.
''Aminkan ya!'' pintanya.
Gita dan Hana hanya diam.
''Yah. Kalian nggak suka ya kalau aku jadi istri sultan?!''
''Hahahah!'' tiba-tiba Gita melepas tawa.
''Nggak kamu aja, kali yang kepingin jadi istri sultan. Daripada doain kamu, lebih baik doain diri sendiri!'' seloroh Gita, menimpali kata-kata Wulan tadi.
''Ya sudah....kita bikin target yuk, siapa diantara kita yang nantinya bakal jadi istri sultan.'' tantangnya penuh percaya diri.
''Ih....nggak gitu kali, permainannya!'' ucap Hana langsung memprotes rencana Wulan itu.
''Ya sudah....kita kejar target untuk diri sendiri saja. Siapa diantara kita yang dapat suami sultan, harus traktir jalan-jalan ke tempat yang paling mahal.'' ungkap Wulan lagi.
''Hahahahah. Boleh boleh pakai banget!'' kata Gita sambil memainkan ponselnya.
Seharian, mereka nggak kemana-mana. Bahkan, selama di apartemen, mereka sama sekali nggak keluar. Untuk pesan makanan saja, Wulan memilih go food.
***
''Eh kalian nggak bosan ya dua hari ini, di apartemen aku aja. Nggak kepingin jalan-jalan. Makan di luar atau nongkrong dimana?'' tanya Wulan menawarkan diri.
Gita dan Hana saling berpandangan. Seperti menunggu salah satu dari mereka memberikan jawaban ke Wulan.
''Hana itu pemalas. Nggak suka jalan. Sama seperti aku. Apalagi, kalau jatah bulanan aku sudah habis limit. Aku lebih baik berdiam diri di rumah.'' jelas Gita mewakili Hana.
''Yah kalian ini, payah banget. Enak itu, jalan keluar. Nongkrong dimana, biar dapat kenalan. Siapa tahu ada duda tajir, nyasar di kafe itu, dan kenalan sama kita.'' kata Wulan yang lagi-lagi masih berkhayal soal bertemu duda tajir.
Hana yang memang nggak suka kelayapan. Dia, langsung menyarankan lebih baik istirahat saja di rumah, karena besok sekolah. Sedangkan Gita, terlihat pura-pura memejamkan matanya.
''Hmmm. Ya sudah kalau begitu kita berehat saja di rumah.''
Tiba-tiba Wulan menyebut nama salah seorang guru baru di sekolah mereka.
Kata Wulan, guru itu duda ganteng. Tapi, dia nggak tajir.
''Ganteng, tapi nggak tajir,''
''Ih matre!'' celetuk Gita yang terlihat nyinyir.
''Hahahaha. Enak tahu kalau jadi istri sultan. Kerjanya shoping dan happy-happy, jalan-jalan ke luar negeri!'' kata wulan masih dengan khayalannya yang melambung tinggi.
''Sudah....sudah....kalian ini ngomong suami terus saja. Sekarang, tugas akhir kita, belajar biar lulus. Baru nyari kerja. Terus kalau dapat kerja, nyari gebetan!'' kata Hana sok bijak.
''Hahahaha. Kamu seperti mama aku aja ngomongnya. Tapi, aku suka. Bijak banget kedengarannya.'' sahut Gita.
Waktu menunjukkan pukul 23.00 wib. Ketiganya terlelap di kamar Wulan. Ya mereka tidur seranjang bertiga. Wulan, Gita dan Hana.
Gita, masih dengan gaya pura-pura tidur. Tapi, dia tetap terjaga, untuk mengawasi Wulan.
Diliriknya jam dinding di kamar Wulan. Sudah menunjukkan pukul 01.00 wib. Wulan masih terlihat asik otak-atik ponselnya.
Dia menjauh duduk di sofa kamar, yang letaknya sedikit berjarak 3 meter dari ranjang Gita dan Hana tidur. Gita pasang telinga baik-baik. Mencoba menguping sambil tidur di ranjang.
''Iya Om, mereka sudah tidur. Gita juga sudah tidur.'' ucap Wulan setengah berbisik di ujung ponsel genggamnya.
Gita mendengar percakapan itu.
''Dia telepon siapa ya?'' gumam Gita membatin. ''Iya. Om. Mereka sudah tidur. Gita juga sudah tidur.''
''Fix! Sepertinya bicara sama papa.'' gumam Gita menduga bahwa Wulan sedang berbicara dengan papanya, di ujung telepon itu.
''Om....besok jemput Wulan ya di tempat biasa. Sabtu-Minggu ini kita kan nggak ketemu. Wulan rindu banget.'' kata Wulan, pelan.
''Janji ya Om. Memang, besok balik jam berapa, Om dari kantor?'' kata Wulan lagi, lebih mengurangi volume bicaranya.
''Ok. Sip. Besok mobil parkir di swalayan biasa ya.''
''Ok....Om sayang. Selamat malam.'' Wulan pun terlihat meletakkan ponselnya di atas meja riasnya.
Dia kembali membaringkan tubuhnya di dekat aku dan Hana.
''Dasar perempuan murahan.'' maki Gita dalam hati.
''Gita....sabar ya...jangan tunjukkan ketidaksukaan kamu ke Wulan. Nanti misi kamu bisa gagal di tengah jalan.'' bisik mata batinnya, mengingatkan Gita, agar jangan sampai bertindak gegabah di depan Wulan.
***
Ke sekolah, terpaksa telat karena mereka bertiga begadang. Tapi, demi ada pelajaran bahasa Inggris, dan gurunya ganteng. Telat pun, harus mereka jalani.
Gita menghela nafas panjang. Dia nggak bisa berpikir jernih, menerima pelajaran bahasa Inggris, meski gurunya ganteng. Percakapan tengah malam Wulan, dengan seseorang yang disebutnya Om itu, masih mengganggu pikirannya.
''Sepertinya itu papa,'' lagi-lagi Gita yakin dengan dugaannya.
''Han, aku ngantuk berat,'' bisik Gita di telinga Hana. Dilihatnya Wulan, terlihat masih main ponsel, dengan menyembunyikan di bawah mejanya.
Khusus untuk pelajaran bahasa Inggris, siswa diperbolehkan membawa ponselnya ke dalam kelas. Apalagi, guru bahasa Inggris, namanya Pak Gilang, diketahui adalah seorang duda. Padahal, usianya masih 28 tahun. Sepertinya dia nikah muda. Bahkan, dia kerap jadi bahan perbincangan para siswa perempuan.
***
Jam sekolah berakhir. Wulan, dilihatnya begitu sumringah.
''Wulan, kamu langsung balik ya?'' tanya Gita, buru-buru mendekati Wulan, saat keluar dari gerbang sekolah.
''Lho kamu nggak pakai mobil?'' tanya Gita heran.
''Nggak. Dijemput kawan. Aku ada janji sama kawan, mau ke rumah dia!'' sebut Wulan.
''Oh...oke. Aku duluan ya.'' Gita pun berlalu dari hadapan Wulan. Dia naik angkot. Sedangkan Wulan, masih duduk di halte depan sekolah.
''Pak saya turun di depan,'' kata Gita yang tiba-tiba minta turun, meski baru beberapa meter naik angkot.
Dia mencoba mencari tahu, siapa gerangan yang menjemput Wulan, siang itu.
Sudah sejam, Gita memata-matai Wulan, dari jauh. Tapi, sialnya, Wulan yang katanya dijemput kawannya itu, masih duduk di halte.
''Eh dia masuk ke sekolah lagi. Oh. Dia bohong. Dia ternyata pakai mobil Jazznya. Bodohnya aku, tadi percaya begitu saja saat dia mengatakan dia nggak pakai mobil. Ternyata itu hanya alibinya.'' gerutu Gita penuh sesal. Tapi, kemana ya dia? Mana mungkin aku bisa membuntutinya.
Dia mencoba mengecek keberadaan papanya. Menurut pengakuan papanya, dia sedang berada di kantor, ada rapat penting bareng karyawan.
Gita pun mengecek keberadaan papanya di kantor. Ternyata sepi. Semua karyawan perusahaan yang bergerak di bidang property itu, sudah balik. Hanya tinggal scurity kantor.
''Oh oke Pa, kamu bohong sama aku. Bagaimana kalau mama tahu kebohongan papa?'' kata Gita bicara sendiri, kesal.(***)
