Pustaka
Bahasa Indonesia

Chat Mesra di HP Papa

44.0K · Tamat
Bede'R
31
Bab
284
View
9.0
Rating

Ringkasan

Wulan adalah siswa SMA yang cantik dan pintar di sekolahnya. Tapi sayangnya, latar belakang keluarga Wulan tak diketahui siapapun. Menurut pengurus panti asuhan tempat dia dibesarkan, orang tua Wulan, tega meninggalkan dia begitu saja di teras panti asuhan. Waktu itu usia Wulan baru sekitar 5 bulan. Sejak itu Wulan tinggal di panti asuhan hingga remaja. Hingga pada suatu hari dia nekat melarikan diri, berniat mencari tahu keberadaan orang tuanya. Tapi sayang. Usahanya itu sia sia. Bertemu Bramastyo adalah sebuah keberuntungan bagi Wulan, karena lelaki itu memberikan hidup mewah buat Wulan. Berkat perkenalannya dengan Bramastyo, hidup Wulan serba berkecukupan. Tapi siapa sangka Bramastyo adalah papanya Gita sahabat sekelas Wulan. Hingga akhirnya hubungan beda usia layaknya papa dan anak itu, terbongkar. Bagaimana reaksi Gita setelah mengetahui Wulan adalah selingkuhan papanya? Ikuti ya kisahnya di cerita Chat Mesra di HP Papa, by Bede'R.

PengkhianatanWanita CantikTuan MudaMetropolitanBillionaireKeluargaplayboyDewasaPerselingkuhan

Kado Misterius

Diskotik Bar-Bar. Tepat jam dua belas malam. Teng! Pesta perayaan ulang tahun Gita Asmiranda, dimulai. Tamu undangan, teman sekolah Gita, tampak sudah berdatangan semua. Mereka menempati meja masing-masing. Khusus malam ini. Diskotik Bar-Bar milik papanya itu, ditutup untuk umum.

Para bartender yang bertugas malam itu, mulai sibuk menyambangi setiap meja tamu undangan, untuk menuangkan red wine ke gelas-gelas yang sudah tersedia di meja. DJ Wulan pun mulai beraksi. Nyaris semua tamu undangan terlihat menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan musik. Gemerlapnya lampu diskotik, menambah serunya suasana malam itu.

Pesta kecil-kecilan yang membuat beberapa orang nyaris mabuk berat itu pun berlangsung hingga dini hari. Begitu juga Gita, tak sadarkan diri saat tubuhnya dipapah papanya ke kamar. Pesta pun usai, saat jam dinding menunjukkan pukul lima subuh.

***

Gita memicingkan matanya, saat  gorden jendela kamar tidurnya disingkap.

''Ma....silau Ma. Kenapa harus dibuka gordennya?'' protes Gita masih dalam posisi di atas tempat tidur.

''Bangun. Hari ini kita mau ke pantai. Jadi, nggak?'' kata mamanya sembari mendekati Gita di tempat tidurnya.

''Malas....Ma. Masih ngantuk,'' jawab Gita tanpa memandang ke arah mamanya.

''Bener nggak mau? Padahal, kita mau bermalam di resort. Tapi, kalau kamu nggak mau, ya sudah! Tapi, awas ya kalau menagih janji ke mama.'' kata mamanya.

''Lain waktu, Ma. Ya!'' kata Gita bernegosiasi.

''Baiklah kalau begitu, sayang.'' katanya sembari ngeloyor pergi meninggalkan kamar Gita.

''Tuh....kado kamu banyak. Nggak dibuka?'' kata Irma pada anak perempuan semata wayangnya itu.

''Nanti Ma, masih malas'' sahut Gita masih malas-malasan.

''Hmmm....ya sudah.''

Saat mamanya beranjak pergi, tiba-tiba Gita seperti mendadak dapat energi. Dia pun mendekati tumpukan kado yang diletakkan mamanya di atas meja belajar Gita.

Matanya tertuju pada bungkusan map besar warna coklat.

''Apa nih isinya. Ngasih kado, kok pakai amplop coklat besar, seperti ngirim surat lamaran kerja  aja.'' gumam Gita.

Dia membolak-balikkan amplop coklat besar itu. Tapi, tak ada tulisan apa pun di amplop itu, polos. Diraba-raba, dalamnya ada benda kecil banget.

''Apaan ini?''  Saat dia merobeknya, ternyata di dalam amplop itu ada satu kabel OTG dan flask disk.

(Ini kado ultah dari aku ya, Gita. Dari seseorang yang pernah jadi sahabat kamu. Tapi sekarang aku kau campakkan bagai sampah).

Dia buru-buru meraih ponsel pintarnya lalu menyambungkan kabel OTG dan flask disk itu ke ponselnya.

File bertuliskan rekaman hot yang muncul di layar ponsel, diklik Gita.

^^^Suara perempuan.

''Om. Janji ya....belikan Wulan  apartemen?''

^^^Suara laki-laki

''Iya....apa sih yang nggak bisa, buat Wulan?''

^^^Deg

Jantung Gita berdebar tak karuan.

''Ini suara papa.'' pekiknya.

''Wulan?!!''

''Wulan Garaldin?!!''

Gita bingung. Tak percaya dan sekaligus emosi mendengar rekaman itu.

''Ini maksudnya apa?'' tanya Gita bicara sendiri.

Karena masih menyimpan seribu kebingungan. Gita mengunci pintu kamarnya. Supaya nggak ada yang masuk. Lalu, dia putar lagi rekaman suara itu, untuk kesekian kalinya.

***

''Ya Allah....ini apa sih? Kenapa Wulan sama papa? Mereka kencan?!''

Meski sudah seribu kali diputar. Gita masih tak percaya kalau itu suara papa dan juga Wulan Garaldin, teman dekatnya di sekolah, terlibat dalam sebuah percakapan intim.

''Pengkhianat!'' maki Gita bicara sendiri. Amarah Gita benar-benar memuncak, saat bayangan wajah Wulan Garaldin melintas di pelupuk mata Gita.

''Itu suara papa? Kenapa dengan papa? Dia berkhianat pada mama!'' maki Gita lagi dengan emosi yang terus memuncak.

Gita menangis sejadi-jadinya. Ia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Wulan, sahabatnya itu ada affair sama papanya.

Awalnya, Gita Asmiranda, putri semata wayang Bram, yang juga teman akrab Wulan Garaldin, sedikit tak percaya dengan rekaman suara percakapan antara papanya dan seorang perempuan muda, yang menurut isi rekaman itu adalah Wulan. Sejak itu, Gita diam-diam mulai menyatakan perang, dengan Wulan, dan bahkan berniat untuk balas dendam pada Wulan.

''Siapa sebenarnya pengirim rekaman suara itu?

***

Gita selalu terlambat tiba di sekolah, kalau Papanya yang berjanji akan mengantarkan ke  sekolah. Tak hanya terlambat, parahnya pasti dihukum walikelas. Katanya dia murid yang paling sering terlambat diantara murid lainnya.

Sebenarnya dia malu. Tapi, apa boleh buat. Mamanya juga sibuk sendiri ngurus bisnis onlinenya.

"Gita. Kamu diantar ke sekolah sama Papa aja ya Nak," kata Mama.

Kalau Mama berkata seperti itu, artinya dia harus siap-siap menerima hukuman dari wali kelas, yang juga guru matematika. Bu Asnah, terkenal guru yang paling tegas dan tak ada kata ampun buat siswa yang melakukan kesalahan di jam mata pelajarannya. Siapa pun yang terlambat, harus lari keliling lapangan sampai 10 kali, dengan membawa tas di pundak.

''Ah. Sial!''

"Dug....dug.....dug....." pintu kamar papa aku ketuk berkali-kali.

"Pa....anterin Gita ke sekolah. Udah mau jam setengah tujuh Pa." pekiknya dari luar kamar, dan Papanya, Bram menjawab dengan cepat.

"Iya.....tunggu. Udah siap nih. Papa cari kunci mobil." jawab Papa dan dalam hitungan beberapa menit kemudian, dia keluar dari kamarnya.

"Yuk. Berangkat." kata papa.

"Ma. Aku ke kantor," kata Bram ke istrinya.

Lagi-lagi Gita  kesal. Karena diliriknya jam tangannya sudah menunjukkan pukul 06.45 wib.

"Sial. Sial. Aku bakal kena hukum lagi hari ini. Masa iya dalam seminggu aku kena hukum 3 kali." gumamnya bersungut-sungut sambil melangkah ke mobil papanya.

Sepanjang jalan dia hanya diam.

"Pa. Nanti nggak usah jemput," kata Gita saat sudah tiba di depan halaman sekolah.

Scurity sekolah SMA Negeri 1 Surabaya, Pak Ginting, sudah duduk tenang di pos scurity. Gerbang sudah ditutup. Murid-murid juga sudah duduk rapi di bangkunya masing-masing.

"Ya Allah, gimana ini. Aku telat lima belas menitan. Pasti aku harus menjalani hukuman lari 10 kali," gumamnya panik ketakutan.

"Pak. Tolongin Pak. Buka," katanya  memohon pada Pak Ginting.

"Tiap hari kenapa kamu telat. Bangunnya pagian dong biar nggak telat. Dasar pemalas." kata Pak Ginting berceloteh padanya.

Gita sudah nggak heran kalau seperti itu, karena itu memang makanan dia setiap telat masuk kelas. Tak hanya itu. Dia harus tebal muka, saat  jadi tontonan teman-teman, karena kena omel sama Bu Asnah.

''Sialnya,...kalau Selasa, waktunya ibu itu memberi pelajaran Matematika. Pasti aku telat. Ini gara-gara papa.'' makinya dalam hati, kesal.

"Sebenarnya kamu bangun jam berapa Gita!? Telat terus ke sekolahnya. Besok ibu mau, orang tua kamu menghadap ke saya," kata Bu Asnah dan itu membuatnya merasa terjadi kiamat besar.

"Ya Allah. Gimana ini. Malu banget aku, diomeli seperti ini. Seperti murid bodoh tak berguna, selalu mengulang kesalahan yang sama." gumamnya dengan jantung yang deg-degan tak karuan karena ketakutan.

"Kamu lari dulu, kalau mau ikut pelajaran saya. Kalau kamu tak mau, silakan pulang dan suruh orang tua kamu temui saya, besok," kata Bu Asnah, dengan suara meninggi.

''Ya Allah..... apa aku besok harus bangun subuh, dan naik angkot saja ke sekolah. Kalau terus-terusan seperti ini, bagaimana aku bisa tenang menjalani tugas belajarku di sekolah.''

Dengan terpaksa, Gita lari dulu keliling lapangan basket. Dengan nafas terengah-engah, dan setelah menyelesaikan hukuman, Gita masuk ke ruangan kelas.

Beberapa teman Gita, mentertawakannya, saat melihatnya mandi keringat, dan seragam, basah kuyub karena keringat.

*Kringgggggggggg....

Jam istirahat tiba. Dia nggak ingin keluar dari kelas. Dia masih kesal setelah menjalani hukuman lari 10 kali di lapangan basket.

Wulan, mendekati aku.

"Ke kantin yuk, Git," ajaknya.

"Nggak. Lagi malas." jawabku dan aku membenamkan wajahku di tas ransel. Aku nggak ingin memandang wajah dia saat bicara dengannya. Karena, di hatiku, ada dendam terselubung yang belum bisa aku lampiaskan ke dia.

"Tadi Papa kamu telat lagi ya antar ke sekolahnya." tanya Wulan.

"Pergilah, itu bukan urusan kamu!'' kata Gita, ketus, mencoba mengusir Wulan yang mendekatinya.

''Eh kenapa, Git. Kamu marah sama aku?''

Gita tetap saja diam, dan pindah ke bangku lain, menjauh dari Wulan. Meski begitu, Wulan masih mengekori dia.

''Git. Besok jalan kemana? Boleh nggak main ke rumah kamu," tanyanya pada Gita dan Gita masih tak ingin merespon pembicaraan Wulan.

''Ada masalah apa, kamu Git?'' tanya Wulan mencoba menyentuh bahu Gita. Spontan, Gita langsung menepis tangan Wulan.

''Nggak usah sok perhatian sama teman. Fuck You!'' pekik Gita lalu beranjak meninggalkan Wulan. Wulan berusaha mengejar Gita, hingga ke kantin.

''Git. Aku salah apa!?'' tanya Wulan sambil terus berusaha meraih tangan Gita.

''Jangan lagi muncul di hadapan aku, atau kamu akan aku permalukan di depan guru-guru!'' ancam Gita. Wulan pun berlalu dari hadapan Gita setelah mendapat ancaman itu.

***

Gita menegakkan duduknya. Berusaha konsentrasi dengan penjelasan guru mata pelajaran Matematika.

Tapi, lagi-lagi dia nggak bisa fokus. Gita masih terngiang-ngiang dengan percakapan dalam rekaman suara yang dikirim seseorang tempo hari. Tepat di hari ulang tahunnya, dia mendapat kado aneh dari orang yang mengaku telah dicampakkan, bagai sampah.

Gita menghela nafas panjang. Mencoba mencari cara bagaimana menemukan jejak si pengirim kado aneh itu.

^Kringggggg!

Bel istirahat akhirnya berbunyi juga dan itu melegakan hati Gita.

Hana,  mendekatinya.

''Git, maaf ya kemarin aku benar-benar nggak bisa datang ke pesta ulang tahun kamu. Aku nggak dikasih izin sama ibu dan ayahku.'' kata Hana penuh sesal.

''Nggak masalah, Han.'' jawab Gita santai.

''Eh iya, apa kabar ya Tante Rima, Mama kamu? Sudah lama nggak ke rumah.'' katanya di sela-sela perbincangan saat di kantin, makan bakso bareng.

''Kamu juga sudah lama nggak main ke rumah. Kalau mau, kamu boleh main kapan saja. Atau....mau bantu Mama aku masak. Pembantu aku libur, Han. Cuti pulang kampung!'' jelas Gita.

''Hahahaha. Enak aja. Jadi aku kamu suruh gantiin posisi pembantu kamu?!'' canda Hana di depan Gita.

''Nggak tertarik? Gajinya gede Han!'' kata Gita dengan nada bergurau.

''Hahahaha!'' Hana tertawa lepas.

"Kalau ke rumah. Bawa kue kesukaan Mama aku ya." pinta Gita.

"Hahahahha..Kan aku masih sekolah. Kenapa harus bawa kue kesukaan mama kamu?" protes Hana.

''Ya sudah aku ajak Wulan ya, biar dia yang beliin kue kesukaan mama kamu. Dia kan banyak duit!'' celetuk Hana.

''Ide bagus. Bilang sama dia, kalau mau sahabatan lama sama aku dan aib dia nggak kebongkar, harus bawa kue yang mahal kalau ke rumah aku.'' seloroh Gita. Seketika Hana terhenyak.

''Maksud kamu, aib dia nggak mau kebongkar? Memangnya Wulan punya aib apa? Serem banget, kata-kata kamu tadi!''

''Bilang aja begitu ke dia!'' perintah Gita.

''Cerita Git. Aib apa maksud kamu?'' tanya Hana semakin penasaran.

Kata Gita, dia belum waktunya menceritakan aib Wulan. Gita janji nanti a

''Penasaran aku Git, aib apa sih maksud kamu?'' desak Hana, dan Gita masih bertahan dengan prinsipnya. Dia masih belum ingin bercerita soal Wulan.

''Han, menurut kamu, Wulan itu perempuan baik-baik nggak sih?'' tanya Gita. Pertanyaan Gita, semakin membuat Hana bingung.

Dia mengangkat kedua bahunya.

''Dia itu  norak. Suka pamer barang-barang mewah yang katanya dibelikan orang tua dia dari luar negeri. Kamu, percaya nggak dengan semua gaya hidup yang dia pamerkan ke kita selama ini?'' kata  Gita nyinyir.

Hana, pilih aman. Dia kembali mengangkat kedua bahunya lagi.

***

Saat jam sekolah berakhir, Gita benar-benar nggak ingin dijemput Papanya, meski dijemput pakai mobil.

''Pengen cepet lulus, biar nggak menderita seperti sekarang. Bertahun-tahun menjalani hidup seperti ini. Mendapat julukan murid termalas karena sering telat masuk sekolah. Tak hanya sekedar itu, konsekwensinya aku harus menjalani hukuman lari keliling lapangan basket, sampai 10 kali.'' gumam Gita dalam hati. Ya di halte sekolah, dia harus menunggu kedatangan papanya hingga satu jam lebih. Padahal, papanya tahu persis jam berapa Gita keluar dari sekolah.

''Pa jangan telat ya jemput Gita,'' permintaan itu selalu dia ungkapkan berkali-kali. Tapi, alasan papanya, masih sibuk di kantor, jadi telat jemput. Pernah minta supir pribadi, khusus buat jemput saat pulang sekolah. Papanya nggak mau kasih, alasan nggak aman buat anak gadis seusia Gita.

''Rasanya, kalau bisa lulus besok pagi, aku akan sujud syukur.'' kata Gita berkhayal di halte. Itu hanya khayalan. Andai saja bisa terwujud.

"Git. Papa on the way ke sekolah," kata Bram, chat ke Gita.

Tapi sengaja hanya dibaca, chatnya. Gita tak ingin membalasnya. Karena, bagi dia, dibalas atau nggak, papanya tetap saja datang telat. Saat penghuni sekolah sudah beranjak pergi semua, papanya baru datang.

Bersamaan dengan itu, Gita berubah pikiran. Dia buru-buru cari angkot.

*Drettttt....

*Dretttt....

Papanya menelepon. Tapi dia masih tak mau menerima panggilan teleponnya. Panggilannya dia tolak.

"Git..dimana. Papa sudah di depan halte sekolah kamu. Tapi, sudah sepi. Nggak ada murid-muridnya lagi." kata Papanya lewat chat.

Nggak tahu kenapa. Gita benar-benar kesal dengan Bram "Kapan aku cepet-cepet lulus SMA, biar penderitaan ini segera berakhir." katanya lagi, membatin sedih.(***)