Penasaran
Siang itu, mama Gita lagi sibuk di dapur. Gita pun dengan manjanya bergelayut di punggung mamanya.
''Ma...kapan ke pantai Ma.'' kata Gita manja ke perempuan usia kepala empat itu.
''Hmmm. Malaslah. Kemarin waktu selesai pesta ulang tahun, paginya minta diajak ke pantai. Tapi, parahnya, anak gadis itu malah malas-malasan dan marah saat dibangunin.'' kilah mamanya, sambil terus melanjutkan pekerjaannya buat puding.
''Yah....kan masih ngantuk Ma, kemarin itu.'' jawab Gita mencari alasan.
''Siapa suruh pesta ulang tahunnya sampai subuh dini hari.''
''Aduh....pudingnya tumpah satu.'' tiba-tiba mamanya Gita bereaksi dan minta Gita menjauh darinya.
''Sana ah! Orang kerja digangguin. Ini nanti pudingnya gagal, kalau kamu gangguin.'' sergah mamanya dan berusaha melepaskan diri dari Gita yang menyandar di punggungnya.
Gita pun akhirnya menjauh dari mamanya.
''Sekarang, jujur mama suka sibuk. Papa kamu suka minta dibuatin yang aneh-aneh,'' sebut mamanya. Jelas saja, pernyataan mamanya itu mengundang seribu tanya buat Dinda.
''Papa memangnya minta dibuatin yang aneh-aneh gimana?'' tanya Gita penuh selidik.
''Suka minta dibuatin puding. Terus minta sarapan paginya, telor setengah matang. Perasaan mama, papa kamu itu muntah kalau makan telor setengah matang. Eh belakangan ini suka minta dicarikan telor kampung yang baru keluar dari burit ayam.'' jelas mamanya panjang lebar.
''Parah. Menjijikkan.'' kata Gita seraya berlalu dari hadapan mamanya itu.
Entah mengapa, Gita terdorong untuk mengecek sendiri di goggle, soal manfaat telor setengah matang.
''Telor Setengah Matang, Bisa Meningkatkan stamina'' demikian muncul artikel itu saat dia browsing artikel-artikel yang ada di website. Satu artikel yang menyebutkan manfaat makan telor setengah matang itu. Dia klik. Tapi, hanya sepintas. Gita tak menyelesaikan isi artikel itu. Dia hanya tertarik membaca judulnya.
Benda kecil penghubung yang ada di tangannya itu dia letakkan di meja belajarnya.
Saat dia membuka laci meja belajarnya itu, dia kembali menemukan keberadaan amplop cokalt berisi flash disk, yang dalamnya ada rekaman suara papanya dan Wulan.
Entah kenapa dia tak ingin membuang benda itu. Dia membolak-balikkan amplop itu, serasa ingin mendengar lagi suara isi dalam flash disk itu. Tapi, mendengar isi rekaman itu, sama saja dengan berpasrah diri untuk sakit hati.
Akhirnya dia letakkan lagi amplop terkutuk itu, dan mengunci lacinya.
''Git....ini pudingnya sudah jadi. Sini, temani mama cicip puding kesukaan papa kamu. Nanti kalau nggak enak, bisa kena marah sama papa kamu,'' suara mamanya teriak dari dapur.
Gita langsung beranjak pergi menuju dapur lagi.
''Sini, bantu mama cicip pudingnya,'' ulang mamanya meminta Gita untuk test food hasil buatan puding buahnya.
''Ma....kenapa sih, mama ribet-ribet masak puding begini. Beli saja di toko kue Stanley, pasti banyak. Enak, tinggal makan. Nggak perlu susah payah buat sendiri,'' kritik Gita tanpa perasaan.
''Eh nggak sopan. Udah capek-capek dibuatin, malah diprotes.'' kilah mamanya Gita.
''Git. Kawan kamu Wulan, tumben nggak main ke rumah hari ini?'' tiba-tiba mamanya Gita mengalihkan pembicaraan, membahas soal Wulan.
Gita mengangkat kedua bahunya. Tanda tak tahu soal alasan Wulan sudah sepekan ini nggak main ke rumah.
''Git. Mama penasaran. Selama ini kita nggak pernah jumpa sama orang tuanya Wulan ya.'' lanjut mamanya.
''Katanya di luar negeri ya kedua orang tua Wulan?''
Gita ingin mentertawakan pertanyaan mamanya. Tapi, takut nggak sopan.
''Nggak tahu aku Ma,'' jawab Gita seenaknya.
''Kamu ini gimana sih. Semua soal teman dekatnya nggak tahu!'' protes mamanya lagi, sambil membereskan dapurnya yang terlihat berantakan setelah membuat puding.
''Tuh....kan Ma, capek beresin dapur berantakan. Coba Mama beli saja, gampang. Nggak ribet-ribet harus beres-beres dapur.''
''Apaan sih kamu ini. Bukannya dibantuin malah diprotes. Dasar anak jaman now. Nggak sopan banget sama mamanya.'' kata mamanya Gita, kesal.
''Git....Git....dia itu anak orang kaya ya. Tinggal di apartemen. Ke sekolah, pakai mobil HRV. Kalau bukan anak pejabat teras, pasti anak pengusaha tajir melintir.'' puji mamanya, soal Wulan.
''Puji aja terus dia Ma. Dia anak Mama kan?!'' celetuk Gita kesal.
''Hmm...Mama kan tanya sama kamu. Memangnya salah ya. Kan Mama cuma ingin tahu. Masalahnya dia teman akrab kamu, ya?!''
Gita diam saja tak mereposnya, malah ngeloyor pergi ke kamarnya lagi.
Terlintas di otaknya, Gita pun ingin mencari tahu latar belakang keluarga Wulan yang sebenarnya. Karena, Gita juga tiba-tiba ikut penasaran dengan apa yang dibilang mamanya.
***
''Han..., kapan-kapan ke apartemen Wulan yuk,'' ajak Gita ke Hana.
''Lho kata kamu, kamu lagi males sama dia? Tumben ngajakin ke rumah Wulan.'' tanya Hana heran.
''Kalau nggak mau ya nggak apa. Nanti aku cari kawan lain.'' kata Gita sok jual mahal.
Spontan Hana langsung menyanggupi permintaan Gita.
''Hahahahah. Gitu aja marah. Oke....oke....besok kita on the way ke rumah Wulan. Tapi, janjian dulu sama dia, dia ada di rumah nggak, pulang sekolah.'' kata Hana memberi usulan.
''Serius? Oke aku coba chat dia.'' kata Gita by ponsel genggamnya.
Tanpa menunda lama, Gita langsung chat Wulan, penuh antusias.
''Wulan, besok boleh nggak main ke apartemen kamu?''
Masih centang satu, chatnya belum dibaca Wulan.
''Gimana?'' tanya Hana masih by chat.
''Tunggu.....nanti aku kabari. Chat aku masih centang 1 di whatsapp Wulan. Di lagi nggak online.'' jelas Gita, memberi kepastian ke Hana.
''Oke....oke....ditunggu.'' jawab Hana lagi.
***
Ketemuan di sekolah, Wulan merasa biasa-biasa saja. Nggak ada pembicaraan soal chat yang dikirim Gita.
Gita langsung to the point saja ke Wulan.
''Demi misi aku, terpaksa aku berbaik-baik sama dia,'' gerutu Gita dalam hati, dengan kesal.
''Sok banget kamu ya!'' maki Gita tapi masih dalam hati. Karena nggak ingin didengar Wulan. Karena, kalau sampai kalimat itu meluncur ke telinga Wulan, bisa gagal misi Gita.
''Hai. Udah makan siang belum?'' sapa Gita.
Wulan hanya menjawab sekedarnya.
''Hmm......,'' jawabnya.
''Ke kantin yuk,'' ajak Gita berusaha menahan kesabarannya. Karena sikap Wulan, membuat Gita emosi.
''Nggak.'' jawabnya sedikit ketus.
''Eh marahan sama aku ya?'' tanya Gita.
''Kan kamu yang duluan nggak mau temanan sama aku!'' celetuk Wulan dengan judes.
''Ya ampun....maaf, aku sibuk bantu mama aku, Kan aku cerita ke Hana kemarin, pembantu aku balik kampung jadi mama aku kerja sendiri di rumah.'' jelas Gita pura-pura merendah.
''Oh.'' sahut Wulan menimpali.
''Tunggu Wulan pembalasan aku. Dasar gadis sombong! Aku yakin apa yang kamu punya saat ini, bukan hasil dari pemberian orang tua kamu. Akan aku buktikan semuanya. Wulan!'' maki Gita bicara sendiri dalam hati.
''Kalau bukan demi menjalankan misi aku, aku nggak bakal ngemis-ngemis pertemanan seperti ini,'' keluh Gita masih mengungkapkannya dalam hati.(***)
