Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4

Anwar pun segera bangkit lalu duduk sambil memperhatikan tubuhnya sendiri. Rasa terkejut langsung menyeruak dalam benak Anwar karena dirinya baik-baik saja. Anwar nampak bingung “Bagaimana bisa?”

‘Apanya?” Tanya salah satu ibu tetangga yang juga nampak kebingungan melihat sikap Anwar.

‘Tadi aku merasa tubuhku tersambar petir makanya aku pingsan, Tapi kenapa tubuhky baik-baik saja?”

Orang-orang yang ada di sekitar Anwar semakin bertambah bingung. Mereka saling pandang dengan kening berkerut “Kamu mimpi? Orang dari tadi di sini tidak ada petir sama sekali”

“serius Bu, Tadi ada petir yang menyambar pahaku, aku tadi pingsan gara-gara tersambar petir itu’ kekeh Anwar.

Semua yang ada di sana tentu tak percaya begitu saja. “”Mungkin kamu sangat terpukul dengan meinggalnya bapak kamu. sudahlah sekarang lebih baik kamu makan.kata orang yang ikut sama kamu, kamu belum makan sejak sampai dirumah sakit”

“Orang yang ikut sama aku? siapa?”

“Orang yang katanya bekerja dengan bapak kamu, thu dia masih di luar”

Anwar lantas mengangguk. Dia memang belum makan sedikitpun sejak sampai dirumah sakit kemarin. Terakhir makan saat Anwar baru turun dari bis, Salah seorang tetangga membawakan Anwar makanan, Bersamaan dengan itu, orang yang bekerja dengan Bapak menghampiri Anwar. Karena sepertinya akan ada pembicaraan serius, para warga meninggalkan rumah Anwar yang keadaannya semakin memprihatinkan.

“bapak belum pulang? “ Tanya Anwar sambil menikmati hidangan secara perlahan.

“Saya akan pulang setelah menyerahkan ini sama kamu” balas pria itu sambil menyerahkan amplop cokelat yang cukup tebal dan meletakkannya di atas kasur busa yang dimana kini Anwar berada.

“Apa itu, pak?’

“Uang pesangon milik bapak kamu. Keluarga Alex minta maaf karena tidak bisa hadir dalam acara pemakaman ayah kamu.”

Anwar mengangguk pelan. Dia tahu kalau bos ayahnya juga sedang tidak baik-baik saja. “Apa Tuan Alex memiliki musuh? Aku yakin apa yang terjadi sama bapak, itu bukan perampokan biasa”

“Saya juga berpikirnya begitu., tapi kita tidak memiliki bukti yang kuat. Wajar jika Tuan Alex memiliki banyak musuh. Banyak yang iri akan kesuksesan yang dia raih. Bahkan kakak dan adiknya juga sama-sama saling iri dan saling menyerang. Dunia orang kaya memang mengerikan, Nak”

Anwar tersenyum kecut. Apa yang dikatakan orang itu benar adanya. Orang kaya memang bertindak semaunya, bahkan orang kaya tak segan melakukan cara apapun agar terlihat kaya. Tak peduli cara itu benar atau salah, yang penting mereka bertahan menjadi orang kaya. Orang kaya identik dengan keserakahan dan sifat berkuasa.

“Apa kamu di sini juga punya musuh, Nak? Saya dengar rumah kamu jadi berantakan begini karena di serang sekelompok orang?’

Anwar yang sedari tadi menunduk sembari menikmati makanannya yang tinggal sedikit lantas mendongak, menatap pria yang ada dihadapannya “Ini juga ulah orang kaya, Pak. Hanya karena mereka kaya, mereka seenaknya menghinaku, merendahkan harga diriku. Di saat aku meluapkan amarahku karena hinaan mereka, mereka malah tak terima. Mungkin jika aku ada di rumah, aku sudah menjadi korban amukan orang kaya itu”

Bapak itu tersenyum masam “Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?’

“Belum tahu pak, aku juga masih belum ada pemikiran ke arah sana”

Bapak itu nampak mengangguk beberapa kali “Baiklah, karena tugas saya sudah selesai, saya pamit, Nak. maaf karena saya tidak lama menemani kamu, kalau ada apa-apa hubungi saya saja. Siapa tahu saya bisa membantu. Nomer saya ada diponsel bapak kamu dengan nama Budiman”

“Baik,pak Terimakasih atas bantuan bapak dan maaf selama ini bapak saya ada salah”

Bapak itu lantas tersenyum , tak lama kemudian dia pamit meninggalkan Anwar yang sudah selesai makan. Anwar termenung sendirian di kamar tersebut. Pikirannya kembali menerawang mengingat sosok ayahnya yang telah tiada. Tetesan bening pun kembali mengalir dari sudut mata pemuda itu.

DI saat Anwar sedang mengusap airmatanya, dia melihat amplop cokelat yang tergeletak di depannya. Tangan Anwar bergerak, terulur meraih amplop itu dan membuka isinya

“Banyak sekali pesangon bapak”

Di saat bersamaan , ponsel jadul Anwar yang masih ada di saku celananya bergetar. Anwar sontak mengambilnya dan ternyata ada pesan masuk. Begitu pesan di buka, kening Anwar sontak berkerut saat membaca pesan tersebut.

[Selamat, anda terpilih system kami untuk menjalankan misi dari kami denga imbalan yang fantastis. Jika Anda bersedia bergabung dan menjalankan misi dari kami, silahkan tekan angka satu]

Kening Anwar sontak saja berkerut saat membaca pesan tersebut. Berkali-kali dia membaca pesan itu dengan benak yang bertanya-tanya. Apa maksud dari pesan itu? Anwar mengecek nomor si pengirim pesan, tapi dia tidak menemukannya. Yang ada hanya nama super system yang tertera sebagai si pengirim. Anwar merasa itu pesan yang tidak jelas dan mungkin saja hanya sebuah pesan penipuan. Anwar mengabaikan pesan tersebut, Karena badan yang cukup lelah, Anwar merebahkan badannya dan tak lama kemudian dia terlelap.

Waktu terus bergulir dengan pasti. dan begitu pagi menjelang. Anwar pun terbangun. Saat mata Anwar membuka sempurna, pikirannya menerawang sembari menatap genting rumah yang sudah berubah warnanya. Rasa sedih karena hidup sebatang kara kembali menyelimuti dirinya. Meski Anwar tahu dia mempunyai kakek dan nenek dari kedua orangtuanya, Anwar sama sekali tidak berniat menyambangi mereka. Karena Anwar tahu, hanya hinaan yang akan dia dapatkan jika dia nekad datang ke sana.

Pada suatu hari, Anwar bersama kedua orangtuanya mendatangi rumah nenek dan kakeknya serta saudara dari keluarga dari bapak atau ibu. Berharap ada belas kasih dan bantuan karena saat ibunya butuh buat berobat, Namun yang mereka dapatkan hanya hinaan, cacian dan makian yang tiada henti dan sangat menyakitkan. Anwar yang saat itu masih duduk di kelas dua SMP, tentu masih ingat dengan perlakuan anggota keluarga dari kedua orang tuanya itu.

Beruntung, tak lama setelah itu, Bapaknya Anwar bertemu dengan Pak Budiman dan Bapak mendapat pekerjaan sebagai supir orang kaya. Dari hasil kerja itulah, Bapak bisa membeli sepetak tanah yang saat ini menjadi tempat tinggal Anwar dan juga untuk pengobatan ibunya.

Dalam hati Anwar bertekad ingin menjadi orang sukses dan bisa membayar semua penghinaan dari orang-orang yang telah menyakiti orang tuanya. Namun nampaknya doanya belum terkabul. Hingga usia Anwar menginjak angka dua puluh tiga tahun, jalan hidupnya masih tak tentu arah.

DI saat Anwar sedang asyik termenung, ponsel Anwar tiba-tiba kembali menyala sangat terang dan juga bergetar

Bagaimana kelanjutan ceritanya.? 

Ada apakah dengan ponsel Anwar?

Nantikan di bab selanjutnya….

Tetap berikan dukungan dan motivasi yah biar othor lebih semangat lagi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel