
Ringkasan
Anwar terpaksa melakukan permainan dari sebuah SMS di ponselnya umtuk membalas dendam terhadap pembunuh keluarganya
BAB 1
Jedder!
Gemuruh suara petir menggelegar. Menyentak sebagian orang yang sedang terkurung air dari langit. Hujan deras disertai angin masih mengguyur sebagian wilayah bumi. Udara terasa begitu dingin hingga menyebabkan sebagian penduduk di salah satu muka bumi memilih merapatkan tubuhnya dengan selimut atau apapun yang bisa digunakan untuk menghalau rasa dingin yang menerpa kulit mereka.
“Ingin menikahi anakku? Apa kamu sedang bermimpi!’
Ucapan lantang seorang pria paruh baya terdengar mengejutkan seperti petir yang baru saja menyambar.
Pria paruh baya itu menatap sinis pada pemuda didepannya dengan tatapan nanar “Kamu ini hanya pemuda miskin, mau dikasih makan apa anak saya? Cilok!”
Pemuda itu terkejut. Matanya masih menatap orang yang baru saja melontarkan hinaan pedas padanya.
Ada rasa amarah yang membakar benaknya, namun apa daya pemuda itu tidak bisa meluapkan amarah itu karena dia masih menghormati orang tua wanita yang sangat dicintai oleh pemuda itu sejak lima bulan yang lalu.
“Heh, Anwar. Kamu itu harusnya ngaca. Adik aku mana pantas nikah sama kamu!” Hinaan yang hampir sama keluar juga dari kakak sang kekasih. Mata pemuda bernama Anwar langsung mengedarkan pandangan ke arah wanita yang baru ikut melontarkan ucapan pedasnya “Harusnya tuh kamu mikir, apa adikku serius suka sama kamu? Lihat dia saja nggak ada di sini begitu dia tahu kamu akan datang”
Anwar tercenung. Matanya mengedar ke sekitar teras dimana dia sedang berhadapan dengan keluarga wanita yang dicintainya. Ternyata benar, sejak Anwar datang, dia tidak melihat wanita pujaan hatinya berada di tempat yang sama.
“Kamu itu harusnya berpikir dulu sebelum niat menikahi anak saya” kini giliran wanita yang melahirkan sang kekasih ikut berbicara “Kamu itu hanya pedagang cilok keliling, Bahkan jualan saja ikut ambil dagangan orang dan kamu berharap kami akan menerima niat kamu. Sebaiknya kamu bangun dari tidur dan menerima kenyataan, jangan terlalu bermimpi kalau ingin numpang hidup sama kami”
Meski tutur katanya sangat lembut, nyatanya ucapan ibu sang kekasih lebih menyayat hati daripada yang lainnya.
“Tapi kami saling mencintai, Bu dan saya janji saya akan membahagiakan anak ibu” Anwar tetap berusah meyakinkan keluarga kekasihnya. Pemuda itu masih berharap kalau keluarga kekasihnya melihat ketulusan pria itu.
“Cinta? Hahaha…Apa anakku bakal kenyang dikasih cinta sama kamu?” kata bapak mengeluarkan hinaanya. “Hidup harus realistis, Nggak ada duit nggak bakal bahagia. Kamu saja masih susah senangin orang tua kamu, pake gaya mau nyenengin anak aku”
“Tapi Pak…”
“Nggak ada tapi-tapian, sekali aku bilang tidak ya tidak! Nggak sudi aku memiliki menantu kere kayak kamu. Dua menantuku saja Polisi sama dosen, eh kamu yang hanya pedagang dengan sangat percaya diri mau menikahi anakku. Enak banget ya mau menumpang hidup’
“udah deh, Pak. Mending kita masuk, Enakan dikamar hangat daripada ngurusin anak tidak tahu diri ini. Miskin tapi nggak sadar diri”
Semuanya lantas masuk meninggalkan pemuda yang masih menunduk dan menahan semua rasa sakit serta amarah yang berbaur di dalam dadanya. Tanpa terasa ada beberapa tetes air mata yang keluar dari sudut mata Anwar. Pemuda itu lantas berdiri dengan gontai, beranjak pergi dari teras meraih mantelnya yang tergeletak dipojokan sana.
Begitu mantelnya sudah terpakai. Anwar dengan langkah gontai menuju motor bututnya yang telah lama mati pajak. Motor yang sudah basah itu dia nyalakan. Tapi sayang, motor itu sepertinya mendukung nasib sial pemiliknya. Motor model lama itu tak mau menyala meski dicoba berkali-kali. Emosi Anwar makin bertambah. tapi dia masih bisa menahannya dan dengan sangat terpaksa dia menuntun motor butut itu keluar dari halaman rumah sang kekasih.
Dalam guyuran hujan deras, kaki Anwar terus melangkah, Meski dirinya memakai mantel, tapi mantel yang murah itu tidak sepenuhnya bisa melindungi pakaian Anwar dari air hujan. Pemuda itu tetap kebasahan di sepanjang langkah kakinya.
Begitu sampai di jalan raya, dia kembali mencoba menyalakan motor.
“Brengsek! Sialan! Motor nggak ada gunanya!” maki Anwar sambil menendang motor itu hingga terjungkal. Anwar sungguh meluapkan amarahnya yang sedari tadi dia pendam kepada motornya, Dadanya kembang kempis dengan amarah yang begitu besar, dia sedang merutuki nasibnya saat ini.
Puas melampiaskan amarahnya, Anwar kembali memperbaiki posisi motornya lalu menuntun motor itu menuju rumahnya yang jaraknya masih cukup jauh. Saat langkah kakinya menginjak jalan di depan sebuah hotel. Mata Anwar dikejutkan dengan seseorang yang baru saja turun dari mobil di depan hotel itu.
“Arinda!’
Anwar memekik menyebut nama wanita yang sudah lima bulan membuat hari-harinya bahagia. Wanita yang sangat ia cintai, kini tak jauh dari tempat Anwar berdiri. Wanita itu tersenyum manis tapi sayang senyum wanita itu bukan untuk Anwar. Senyum wanita itu terkembang dan tertuju pada pria yang baru saja turun dari mobil yang sama yang dipakai Arinda.
Sakit tak berdarah. itu yang dirasakan Anwar saat ini, Bagaimana mungkin wanita yang sedang dia perjuangkan bisa berpeluk mesra dengan pria lain.
Wanita yang selalu dituruti permintaannya oleh Anwar hingga pemuda itu harus terlilit hutang demi membahagiakan pujaan hati, kini justri wanita itu masuk ke dalam hotel bersama pria lain di depan mata Anwar.
Ya, sejak menjalin kasih dengan Arinda, Anwar menjadi orang yang terlilit hutang cukup banyak, baik kepada boss cilok, teman atau tetangganya. Semua itu dia lakukan demi menyenangkan hati kekasih agar selalu bersamanya. Karena cinta, Anwar membutakan mata dan menulikan telinga, untuk menepis setiap nasehat yang mengalir untuknya. Dimata Anwar, Arinda adalah wanita yang sangat cantik dan sangat baik karena mau menerima dia apa adanya.
Dengan segala amarah yang menderu. Anwar melangkah cepat menuju kearah dimana Arinda saat ini berada “Arinda!” panggil Anwar dengan suara cukup lantang hingga wanita yang dia panggil langsung menoleh.
Arinda awalnya terkejut melihat seseorang yang telah berteriak memanggil namanya, tapi rasa terkejutnya tak berlangsung lama, Arinda langsung menatap jengah pada pria yang tadk diharapkan kemunculannya.
“SIapa?” Tanya pria yang sedang bersama wanita itu.
“bukan siapa-siapa”Jawab Arinda enteng lalu dia kembali memutar kepala dan meneruskan langkah kakinya bersama sang lelaki melangkah menuju pintu hotel.
Anwar terkejut, Arinda mengabaikannya. DIa segera menghampiri wanita itu dan mencekal tangannya “Apa yang kamu lakukan di sini, hah!” hardik Anwar begitu tubuh Arinda berbalik dan menghadapnya.
**
Karya baru telah datang, Hy Reader selamat datang dan selamat menikmati karya terbaru saya, Othor mencoba karya diluar jalur yang sering dibuat. Semoga kalian terhibur dan jangan lupa dukungannya ya? Terima kasih.
