Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

Dia termenung setelah terbangun dari tidurnya. Masih berbaring di sofa, masih di posisi yang sama. Menatap kosong ke langit ruang kerjanya—yang sudah terang dikarenakan cahaya matahari yang berhasil menembus gorden di ruangan itu. Sesuatu menyelimutinya. Membuatnya segera bergerak untuk duduk dan setelah itu mengamati selimut itu—yang tengah ia lipat. Tentu ia tahu perbuatan siapa itu.

“Hyung! Apa-apaan ini? Kau tidur disini?” Daniel masuk kedalam ruang kerjanya dengan sebuah paper bag yang tadinya ia ambil di kamar Sehun—sewaktu mencari keberadaan saudara laki-lakinya itu. Mulutnya yang tengah mengunyah sebuah jelly kini tersenyum ramah karena akhirnya bisa melihat saudaranya yang tampan itu. “wah, aku sangat merindukanmu hyung.” Ucapnya sambil mengunyah jelly dan permen sekaligus dan kini sudah duduk disamping Sehun. Sedari tadi Sehun hanya mengamati paper bag yang ada pada adiknya. Ada gambaran tak suka dari sorot matanya. “waeyo hyung? Apa ada yang salah?” dan akhirnya Daniel menyadari sorot mata itu—yang mengarah ke paper bag—yang ada dipangkuannya.

“Kau sudah sarapan?” tidak merespon, Sehun melangkah santai menuju pintu.

“Tadi aku sarapan bersama nuna.” Langkah Sehun terhenti sejenak. Ia tampak memikirkan sesuatu yang beberapa detik setelah itu lanjut melangkah.

“Kalau begitu aku mau sarapan dulu.”

“Aku akan menemanimu hyung!” pada akhirnya Daniel kembali sarapan bersama Sehun.

--

“Kalian belum melakukannya juga?” tanya Bibi Song berbisik. Ia baru saja menarik Yoona masuk kedalam kamarnya, tidak ingin obrolan mereka didengar suami dan anaknya—yang mencoba menguping dibalik pintu—namun tak berhasil mendengar apapun.

“Kami tidak akan melakukannya.” Yoona tampak bosan dengan pertanyaan itu. Ya, pertanyaan itu seperti sudah menjadi pertanyaan wajib ketika ia mengunjungi rumah pamannya.

“Waeyo? Kenapa tidak? Kalian itu kan suami-istri.” Malah melotot kecewa.

“Bibi, kau kan tahu, kami tidak benar-benar menikah. Tepatnya, dia terpaksa menikah denganku. Begitu juga denganku.”

“Eish, itu tidak benar. Kalian sudah 5 bulan tinggal bersama. Tidak ada yang tidak mungkin kalau kau sedikit lebih berusaha.”

“Apa maksudmu?” Yoona mulai mencium aroma nakal.

“Sepertinya kau harus lebih banyak belajar denganku.”

“Bibi, apa maksudmu?!”

“Kau harus belajar bagaimana caranya menggoda.” Yoona merasa geli mendengarnya. Ia tidak mungkin melakukan hal semacam itu.

“Sudahlah, Bibi tidak perlu mengajarkan apapun. Karena aku tidak akan pernah melakukannya. Ini sudah malam, aku harus segera pulang.” Ia benarkan letak jepitan di poninya lalu melangkah keluar dari kamar itu. “astaga, kalian sedang apa? Mengagetkanku saja.” karena disambut wajah pamannya dan Sejeong yang masih menguping dari balik pintu.

“Yoona-a, apa yang bibimu katakan?” tanya pamannya dengan cemas, seakan mengetahui tingkah nakal isterinya. “jangan pernah kau lakukan apapun yang dia suruh, mengerti?” Yoona tersenyum melihat raut cemas di wajah pamannya.

“Iya, aku mengerti. Aku harus pulang sekarang.”

“Eonni, aku akan mengantarmu kedepan.” Dan Sejeong sudah menariknya menuju halaman depan. “eonni, kapan kau akan kesini lagi? Belakangan ini kau sudah jarang berkunjung.” Tanya Sejeong yang saat ini sedang menemani Yoona menunggu taksi di tepi jalan.

“Kalau kau merindukanku, kau bisa datang kerumahku. Aa.. Ada Daniel dirumah. Kau mau ikut?” Sejeong yang tadinya berdiri didekat dengan Yoona mendadak melangkah mundur.

“Hoh, aku sangat tidak suka mendengar nama itu!” ia tampak sangat kesal.

“Kalian masih marahan?”

“Entahlah. Aku tidak mau membahasnya. Eonni, itu ada taksi!” karena taksi terlanjur datang, Yoona terpaksa menahan berbagai pertanyaan yang sangat ingin ia tanyakan kepada sepupunya itu.

“Kalau begitu aku pulang dulu. Kau bisa datang kapanpun kau mau, tapi sebelum itu kau harus mengabari aku dulu.” kata Yoona sebelum menutup pintu taksi. Apa yang sebenarnya telah terjadi diantara mereka? Pikir Yoona disaat taksi mulai melaju pergi.

Trrt.. Trrt.. Trrt.. (Tampak nama Daniel di layar ponselnya).

“Ada apa?” sapa Yoona setelah menerima panggilan itu.

[Nuna, aku mendadak harus kembali ke dorm.]

“Lalu kenapa?”

[Bisakah kau jemput hyung? Dia mabuk berat. Aku sudah mencoba menghubungi sopirnya, tapi nomornya tidak bisa dihubungi.]

“Dia mabuk? Memangnya dimana dia sekarang?”

[Di bar.]

--

Apa yang harus aku lakukan? Batin Yoona mengamati tubuh Sehun yang sudah terkulai tak sadar diatas sofa dengan kakinya terletak asal di atas meja. Syukur dia berada di ruang VIP dan tentunya sangat menjaga privasi pelanggannya. Yoona sudah mencoba menghubungi Paman Kang, tapi panggilan darinya tidak diangkat sekalipun. Mungkin Paman Kang sudah tidur. Yoona kembali mengamati tubuh suaminya dengan penuh rasa bimbang. Biasanya dia tidak semabuk ini, tapi kenapa kini sampai tumbang seperti ini?

Yoona termenung sejenak. Entah mengapa baginya pada saat itu suaminya tampak sangat seksi. Tak serapi biasanya, Sehun sudah melepaskan jas dan dasinya. Kancing kemeja bagian atasnya juga sudah ia buka. Lengan kemejanya juga ia lipat sebatas siku. Menyisakan rambut rapinya, kemeja putihnya yang kusut dan wajah tampannya. Tidak masalah, aku hanya perlu membantunya berjalan menuju parkiran. Dimana kunci mobilnya?

Yoona melangkah mendekati Sehun. Diraihnya jas yang terdapat disamping tubuh suaminya itu. Tak butuh waktu lama, ia sudah menemukan kunci mobil suaminya. Ponsel, dasi dan jas suaminya sudah berada ditangannya. Sekarang aku hanya perlu membangunkannya. Tidak masalah, Im Yoona, lakukanlah! Tapi ia tak juga bergerak. Terlalu takut untuk menyentuh tubuh itu. Tidak, aku tidak bisa hanya diam seperti ini. Cepat lakukan Im Yoona!

Setelah meyakinkan dirinya yang belum sepenuhnya berani, Yoona tepuk pelan lengan Sehun. Tak ada respon. Huh.. Hanya melakukan ini, mengapa jantungku harus berdebar senorak ini! Kali ini Yoona mencoba untuk menendang kaki pria itu. Ia berhasil. Sehun bergerak dan sudah duduk tegak—kaki pria itu tak lagi diatas meja—tetapi matanya tetap tertutup. Sepertinya kesadarannya belum kembali. Tentu saja, melihat banyaknya botol minuman diatas meja, sudah pasti suaminya itu akan sangat mabuk.

Yoona melirik sejenak ke jam tangan yang dikenakan Sehun. Jarum jam menunjukkan pukul 11 malam. Waktu berlalu sangat cepat. Sudah berapa lama aku berada diruangan ini hanya karena memikirkan bagaimana cara membawanya pulang? Rasa takut perlahan tersingkirkan. Tidak bisa, aku harus segera membangunkannya. Yoona tendang kaki Sehun, kali ini lebih kencang. Wah, sebenarnya ada apa dengan jantungku? Apa dia semenakutkan itu untukku?

“Presdir..” Aa, aku harus memanggilnya apa? “Tuan..” tidak ada satupun yang bisa aku gunakan untuk memanggilnya. “Oppa..?” Tubuh Yoona menggeletar seketika. Ia merasa geli menyebut kata itu. “hei paman, bangunlah. Malam sudah sangat larut. Kita harus segera pulang.” Bentaknya akhirnya. Paman? Ya, hanya itu sebutan yang menurutnya paling pantas. Bagaimanapun juga jarak umur mereka lumayan jauh. “paman, kalau kau tidak bangun juga, aku terpaksa memaksa tubuhmu untuk berjalan.” Suaranya semakin meninggi, tapi tampaknya Sehun tak juga memberikan reaksi. Hanya duduk tegak dengan mata tertutup. “baiklah, aku terpaksa harus melakukannya.” Belum sempat untuk menyentuh tubuh itu, tangan Yoona sudah lebih dulu dicengkram oleh Sehun. Yoona sampai melotot kaget.

“Tunggu sebentar lagi. Aku masih terlalu pusing.” Suara berat suaminya merangsang seluruh indra tubuhnya. Tak tahu mengapa, hanya mendengar suara itu, ia langsung merasa merinding. Usai Sehun melepaskan cengkramannya, Yoona yang mendadak melemas langsung terduduk di sofa, jauh dari suaminya berada.

-

-

-

Continued..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel