Pustaka
Bahasa Indonesia

Candy Boy

51.0K · Tamat
Hyull
47
Bab
11.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Yoona adalah wanita yang super baik. Bahkan saking baiknya ia sampai rela dinikahkan dengan seorang duda yang sangat tampan namun super dingin. Semua itu Yoona lakukan hanyalah untuk menyenangkan hati sang paman yang selama ini sudah merawatnya sejak kecil. Tapi sayangnya, kehidupannya setelah menikah malah membuatnya sengsara. Sehun sang suami sama sekali tidak peduli padanya. Suaminya itu yang merupakan seorang presdir di sebuah perusahaan ternama terlalu sibuk bekerja bahkan mereka sangat jarang sekali bertemu walau tinggal di rumah yang sama. Suatu ketika Sehun dikagetkan dengan sebuah kenyataan. Bahwa ternyata dulunya Yoona pernah menyelamatkan nyawa mantan isterinya, yang hingga kini masih Sehun cintai. Setelah mengetahui semua itu, mulai timbul rasa penyesalan di dalam diri Sehun. Tanpa sadar Sehun mulai merubah sikapnya. Ia juga mulai mendekatkan diri pada Yoona. Dan ketika proses pendekatan itu ia lakukan, barulah ia sadari. Selama ini ia sudah sangat membuat Yoona menderita. Sehun semakin berhati-hati ketika menghadapi Yoona. Seakan tak ingin melakukan kesalahan sedikitpun hingga tak terasa hatinya mulai berdebar karena wanita itu.

PresdirKawin KontrakLove after Marriage

Bab 1

Puntung rokok sudah berserakan disudut meja kerjanya. Abu rokok juga hampir memenuhi asbak yang ukurannya memang tak terlalu besar. Aroma asap rokok tentu tercium kuat di ruangan itu. Kepulan asapnya terus keluar dari lubang hidung dan juga mulutnya. Menyerbak pelan di depan wajah tampannya. Mungkin sudah 1 jam lamanya ia menghisap puntung rokok itu—yang merupakan puntung ke 11, mungkin?

Dia bukan perokok berat, bisa dikatakan hampir jarang menyentuh rokok. Tapi hari ini pengecualian. Pikirannya kini tengah kacau. Masalah di perusahaan mendadak datang dari berbagai arah. Cukup berat untuknya tanggung sendiri. Sendiri? Ya, sendiri. Kini perusahaan telah menjadi tanggung jawabnya sepenuhnya. 5 bulan yang lalu ayahnya telah memberikan perusahaan itu kepadanya. Termasuk hampir semua saham—yang dulu ayahnya merupakan penyumbang terbesar—tapi kini sudah dilimpahkan kepadanya.

Dia tampak tidak senang bukan? Benar sekali. Dia memang tidak senang akan semua itu. Mengapa? Karena dia memang tidak menginginkannya. Kalau disuruh memilih, dia lebih nyaman dengan jabatannya yang sebelumnya. Yang hanya seorang General Manager. Tapi, ayahnya melakukan semua itu juga bukan tanpa alasan. Itu karena beliau tengah sakit parah, dan dirinya lebih bisa diandalkan—menurut ayahnya.

Sebenarnya dia memiliki seorang adik laki-laki. Adiknya itu masih remaja dan sama sekali tidak tertarik dengan urusan perusahaan. Adiknya itu lebih tertarik menjadi trainee karena impiannya adalah menjadi anggota Boy Band terkenal. Padahal dia bisa saja meminta ayahnya untuk membeli salah satu perusahan entertainment diluar sana.

Ibunya sudah meninggal sejak ia masih berumur 13 tahun—ketika melahirkan adiknya. Dia selalu menyimpan foto ibunya di sela dompetnya. Mengingat sang ibu, ia raih dompetnya. Ternyata tak hanya foto ibunya, tetapi juga ada foto itu. Ya, ada dua lembar foto didalam dompetnya. Foto ibunya dan foto mantan isterinya. Yang tengah ia lihat dengan sorot mata penuh kerinduan. Ia tekan ujung rokoknya di atas asbak dan kembali mengamati kedua foto itu. Yang berakhir fokus pada foto mantan isterinya.

Kelopak matanya bergetar pelan. Ada airmata di sudut matanya. Sudah satu tahun lebih lamanya, tapi hingga kini ia masih sulit melupakan wanita itu. Dia masih sangat mencintai wanita itu. Lalu dimana mantan isterinya saat ini? Jika dia masih mencintai wanita itu, mengapa tidak ia pertahankan? Karena semua itu adalah takdir yang diberikan tuhan. Takdir yang tidak bisa dihindari. Yaitu kematian. Istrinya meninggal dikarenakan kanker.

Tuk. Tuk. Tuk.

Seseorang mengetuk pintu. Sesaat ia tersadar bahwa ia telah melamun sangat lama. Buru-buru ia selipkan kembali foto itu kedalam dompetnya. Bersikap santai sebelum seseorang yang berada dibalik pintu itu menemuinya—yang sudah bisa ia tebak bahwa orang tersebut adalah Manager Ji.

“Direktur, bolehkah saya masuk?” tanya Manager Ji—yang merupakan karyawan senior, satu-satunya orang yang sangat ia percaya di perusahaannya. Sebenarnya Manager Ji bisa saja langsung masuk, tetapi ia mengetahui kondisi Direkturnya saat itu, tidak hanya dirinya, seluruh karyawan juga mengetahuinya. Dan dalam keadaan yang seperti itu, tidak ada satupun karyawan yang berani mendekati sang Direktur. Mengapa? Dia sangat menyeramkan. Begitulah yang mereka pikirkan.

“Ya, silahkan.” Jawaban singkatnya itu membuat sang manager menciut ketakutan yang tengah melangkah kikuk menghampiri meja kerjanya. “ada apa lagi?” belum juga Manager Ji berkata, dia sudah bertanya dengan tegas.

“Aa.. Begini.. Tadi aku baru saja mendapatkan telepon dari Komisaris Yoo, dia mengundang anda untuk makan malam bersama dirumahnya.” Wajah sang Direktur langsung masam tak senang. “apa anda akan pergi?” beberapa saat tidak ada jawaban.

“Ya, aku akan pergi.” Jawabnya karena merasa akan menambah masalah jika tidak menerima undangan itu.

“Dan.. Komisaris Yoo juga mengundang Nyonya.” dia menutup matanya seraya menghela nafas dengan penuh rasa lelah.

“Hmm.” Hanya itu reaksinya—yang jelas sekali tampak tak bersemangat.

“Kalau begitu saya akan siapkan—“

“Tidak perlu. Aku yang akan menyetir.”

“Baiklah jika begitu. Saya permisi dulu.” Raut lelah dan menyesal tergaris jelas di wajahnya—yang tengah mengamati kepergian Manager Ji dari ruangannya. Biasanya dia tidak seketus itu pada Manager Ji. Tapi kondisinya kini membuatnya tak mampu mengatur ekspresi dan perasaannya.

Sesaat ia teringat pada makan malam itu. Dialihkannya pandangannya ke luar dinding kaca yang ada disampingnya. Malam akan segera tiba. Ia kembali menghela nafas yang bahkan kini semakin terasa berat. Ia raih ponselnya lalu mencari sebuah kontak. Sedikit ragu, ia sentuh layar ponselnya tepat di sebuah nama bertuliskan—Im Yoona.

[Halo?] seorang wanita menyambut telepon darinya.

“Komisaris Yoo mengundang untuk makan malam. Bersiap-siaplah. Aku akan menjemputmu.” Dan ia langsung memutuskan telepon itu.

Ia bangkit dari tempat duduknya. Ia raih jasnya lalu mengenakannya. Tak lupa ponsel dan dompetnya—yang kembali ia masukan kedalam saku jasnya. Dengan ekspresi tenang ia keluar dari ruang kerjanya. Langkah gagahnya melewati meja karyawannya yang masih sibuk bekerja. Kehadirannya membuat semua karyawannya berdiri tegak untuk memberikan hormat—walau nyatanya dirinya hanya melintas begitu saja.

“Ketampanannya benar-benar tersingkirkan.” Bisik seorang editor ke rekannya.

“Kalau saja dia tidak menyeramkan, aku pasti akan mengidolakannya.” Sahut seorang sekretaris yang berada disampingnya.

“Apa kau masih tidak melakukan apapun? Bukankah kau sekretarisnya?” Tanya si editor, mengingat rekannya itu adalah sekretaris sang Direktur.

“Dia lebih mempercayai Manager Ji.” Jawab sekretaris itu, meratapi nasibnya seraya mengamati punggung sang Direktur—yang sebenarnya luar biasa tampan dimatanya, juga dimata semua karyawati di perusahaan itu—tetapi mereka lebih memilih menghindari Direktur mereka itu.

Benar sekali. Penampilan fisiknya benar-benar diatas rata-rata. Apalagi ketika ia mengenakan setelan jas mahal seperti itu. Bisa disebut luar biasa. Dada tegapnya tampak keras dibalik jas yang ia kenakan, begitu juga dengan lengannya yang membulat tegang. Ditambah celana bahan miliknya yang mempertegas bentuk bokongnya. Tentu wanita manapun akan jatuh cinta padanya. Tingginya juga diatas rata-rata, sekitar 183cm atau mungkin lebih. Dan mengenai wajahnya, tidak perlu dijelaskan lagi.

--

Saat ini ia sudah berada didalam mobilnya yaitu Audi berwarna hitam dengan kaca mobil yang sangat gelap. Ia menyetir pelan menuju rumahnya. Sebenarnya siapa yang hendak ia jemput? Ia akan menjemput isterinya. Ya, ia telah menikah lagi. Tepatnya 5 bulan yang lalu. Atas paksaan ayahnya juga dikarenakan rasa sayang yang berlebihan kepada sang ayah, ia pun mengabulkan permintaan ayahnya. Yaitu menikahi seorang mahasiswi cantik bernama Im Yoona.

Jarak umur mereka lumayan jauh. Saat ini dirinya berumur 32 tahun, dengan begitu jarak umur mereka adalah 8 tahun. Karena sang isteri masih berumur 24 tahun dan sedang disibukkan dengan tugas akhir di kampusnya. Lalu apa yang terjadi setelah pernikahan itu? Mereka hanya berlaku seperti suami-isteri ketika dihadapan orang saja. Terutama ayahnya. Selain itu, mereka akan berlaku seakan tak saling kenal. Itu masalah hati. Terutama hatinya. Karena sesungguhnya isterinya yang sekarang adalah wanita yang super baik.

-

-

-

Continued..