Bab 4
Sopir taksi sudah menepikan mobilnya sesuai dengan target yang ia ikuti. Tetapi Yoona belum juga keluar dari sana. Ia mendadak ragu. Lakukan? Atau tidak? Pikiran itu membuatnya cemas. Pertama ia cemas dengan rasa penasarannya dan kedua tak ingin ketahuan dengan suaminya itu. Oke, tidak masalah. Aku hanya perlu menjaga jarak darinya. Setelah membayar tagihan, ia berjalan kikuk masuk kedalam toko itu.
Wah.. Yoona terpana akan interiornya. Itu pertama kalinya untuknya memasuki sebuah Candy shop. Disaat memasuki toko itu, pengunjung akan disambut pohon berbentuk lollipop. Di bagian lain, terdapat stoples kaca yang diisi dengan aneka permen dan jelly yang disusun rapi diatas rak kayu. Juga tampak beberapa macam camilan manis yang terdapat didalam etalase kue.
Jendela kaca ditetapkan sebagai pembatas antara toko dan dapur membuat pengunjung dapat melihat aktivitas di dapur. Tidak hanya pastry chef yang berada di dapur, juga terdapat sebuah ruangan—yang letaknya tepat disamping dapur—dimana para pengunjung bisa langsung mencoba untuk membuat camilan mereka sendiri.
Tak hanya produk buatan sendiri, toko itu juga menjual permen internasional. Salah satunya M&M dan Hershey yang merupakan brand permen ternama. Produk dan interiornya benar-benar menyatu. Color full dan pastinya akan membuat pengunjung berlama-lama didalam sana. Seperti yang terjadi pada Yoona, bukannya mencari keberadaan suaminya, ia malah mencoba aneka tester yang toko itu sediakan.
“Nona, apa anda mau merasakan permen terbaru kami? Baru saja di launching minggu lalu.” Sapa seorang pelayan dengan sebuah nampan di tangannya.
“Aa, baiklah.” Dia terlihat sangat antusias. Tidak pernah berpikir bahawa dirinya akan menyukai camilan manis seperti itu. “oo? Teksturnya kenyal dan rasanya asam. Aku suka ini.” kata Yoona ketika mendapatkan cita rasa yang berbeda.
“Iya Nona. Kami mencampurkan anggur hijau dan kismis muda.” Jelas si pelayan sama antusias dengannya.
“Kalau begitu aku akan beli ini.” Mungkin karena dirinya tidak terlalu menggilai rasa manis yang terlalu berlebihan, permen dengan rasa asam menjadi pilihannya. Oo? Dimana dia? Ia sadari itu, ia tidak dapat menemukan Sehun disana. Ia coba untuk menelusuri toko itu sekali lagi. Sehun benar-benar sudah tidak berada disana lagi. Penuh penyesalan, Yoona melangkah keluar dari toko itu—sambil mengutuk kebodohan dirinya—membawa sebuah paper bag dengan logo lollipop yang berisikan permen yang tadinya ia beli.
Didalam taksi ia pandangi paper bag itu. Gara-gara permen ini aku jadi melupakannya. Batinnya, masih menyesali perbuatannya. Penyesalannya itu membuatnya tak sadar bahwa taksi yang ia tumpangi sudah tiba didepan gerbang rumahnya. Ia melangkah melalui gerbang yang tak tertutup rapat—disambut Paman Kang yang kebetulan sedang duduk santai di sekitar pepohonan, mungkin memang sedang menunggu kepulangannya. Merasa sedang tidak mood untuk mengobrol, Yoona lanjut melangkah menuju rumahnya.
Kaki jenjangnya menapak pelan diatas aspal berwarna hitam pekat—yang merupakan jalan menuju rumahnya. Jarak antara gerbang dan rumah lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Tetapi udara sejuk dari pepohonan—yang berbaris di sepanjang tepi jalan—membuatnya sangat menikmati itu. Malam sudah terhitung larut, dan udara juga berangsur menusuk. Tak terlalu, karena udara segar dari pepohonan membuat Yoona tak begitu menghiraukan dinginnya cuaca pada malam itu.
Bibi Kim yang juga sedang menunggunya langsung berlari penuh tenaga. Dengan tubuh gempalnya, menghampiri Yoona yang sedang menaiki tangga kecil beranda rumah mewah itu. Tetapi lagi-lagi Yoona hanya memperlihatkan senyumnya—yang jelas sekali tampak terpaksa—dan terus melangkah melewati kepala pelayan itu.
Menaiki tangga menuju lantai 2 saja membuatnya tak bersemangat. Entahlah, dia juga tidak mengerti mengapa dirinya menjadi tak bersemangat seperti itu. Dugg! Suaminya sedang berdiri bersandar didepan pintu kamarnya. Melihat kearahnya dengan tatapan penuh amarah. Oh tidak! Tatapan suaminya beralih ke paper bag yang ada ditangan Yoona. Tentu, tenaga Yoona mendadak menghilang. Ia tak mampu melangkah dan hanya mematung diposisinya—tidak jauh dari pintu kamarnya—dimana Sehun masih berdiri disana, dan sekarang sedang melangkah menghampirinya.
“Kau tidak sedang menguntitku kan?” suaranya rendah dan sangat berat. Mata kelamnya menatap Yoona tak suka. Saking ketakutan, Yoona bahkan tak bisa bicara. “wae? Apa ayahku yang menyuruhmu? Mencari tahu mengenai aktifitasku?” nada ketus itu semakin membuat jantung Yoona melemah. “jika memang—“
“Tidak, aku..” Yoona alihkan pandangannya dari wajah itu, terlalu menegangkan jika terus membalas tatapan suaminya itu. “mianhaeyo.” Hanya itu yang bisa ia katakan. Yoona yang sedang merunduk dapat melihat kepalan tangan Sehun yang tengah memegang geram sebuah paper bag—sama seperti miliknya. Hela nafas pria itu terdengar jelas olehnya, yang tak lama dari itu melangkah menjauh darinya lalu masuk kedalam kamar dengan suara bantingan pintu yang sangat keras. Yoona sampai mengerjap kaget saking kerasnya suara itu. Huh.. Tamat sudah riwayatku.
--
Yoona baru saja selesai memoles wajahnya dengan sedikit krim wajah dan lipstik. Tak lupa menyemprotkan parfum beraroma mirip dengan wangi pegunungan dimusim semi yang berasal dari bunga-bunga di pegunungan. Ia pandangi pantulan tubuhnya di cermin. Dengan mengenakan blouse berlengan panjang berwarna cream dipadani dengan rok panjang berwarna kuning muda bercorak bunga. Rambut coklatnya yang panjang ia gerai dan menjepit poninya ke samping. Ia merasa puas dengan pakaiannya di pagi itu. Terlihat bersemangat—karena akan mengunjungi rumah Paman Ji ayahnya Sejeong—Yoona pakai sepatu ketsnya lalu berjalan riang keluar dari kamarnya.
Ketika hendak menuruni tangga, tubuhnya mendadak berbalik. Ia melihat pintu ruang kerja suaminya terbuka setengah. Merasa penasaran, ia berlari kecil menuju pintu itu. Terlihat Sehun disana. Sedang tertidur nyenyak disebuah sofa disamping meja kerjanya. Dari bahasa tubuh suaminya, sepertinya dia tengah kedinginan. Tentu saja, pintu ruangan itu lupa ia tutup rapat.
Dengan mengendap-endap, Yoona masuk kedalam ruangan itu. Ia buka laci di sebuah lemari guna mengambil selimut. Kembali mengendap-endap, ia hampiri tubuh suaminya. Segera ia selimuti tubuh itu. Setelah itu ia sudah berlari kecil keluar dari ruangan itu dan tak lupa menutup pintunya. Huh.. Cukup menegangkan untuknya. Kini senyuman diwajahnya mengembang manis.
“Nuna!” teriak seseorang dari lantai bawah. “oo? Kau mau kemana?” tampaklah Daniel disana, sedang menaiki tangga. Sebelum suara Daniel membangunkan Sehun dari tidurnya, Yoona segera menarik Daniel untuk turun bersamanya. “wae? wae?”
“Jangan berisik. Dia sedang tidur.” Ujar Yoona pelan yang sudah membawa Daniel ke meja makan.
“Aa..” Daniel mengangguk, mungkin baru paham.
“Kau sudah sarapan?” tanya Yoona yang sudah duduk di kursi.
“Belum. Wah.. Bibi Kim! Aku rindu sekali masakanmu!” suaranya kembali menggelegar dilantai 1 itu. Mata sipitnya langsung membesar ketika dilihatnya Bibi Kim membawa makanan kesukaannya.
“Tadi malam tuan mengatakan padaku, bahwa anda akan datang kesini. Karena itu saya masakan sup ayam gingseng kesukaan anda.”
“Benarkah? Hyung perhatian sekali padaku!”
“Makanlah dan jangan berisik.” Tegur Yoona, memaksa Daniel meraih sumpit dan sendoknya. Benar sekali, usai itu dia sudah meraih semua side dish di meja itu.
“Nuna, kau mau pergi? Kenapa rapi sekali?” mulutnya memang tidak bisa diam meski sedang makan.
“Aku mau kerumah pamanku.”
“Rumah Sejeong?” suaranya mendadak pelan. Yoona lirik ia sejenak, Daniel tampak murung beberapa detik yang setelah itu kembali mengunyah dengan semangat.
“Kau mau ikut?” tawar Yoona.
“Oho! Kenapa juga aku harus ikut? Tidak ada alasanku untuk kesana. Lagi pula aku kesini mau menghabiskan jelly milik hyung!” dan kenapa juga dia harus berteriak seperti ini?
“Baiklah, aku tahu itu. Lanjutkan saja makannya.” Mungkin makhluk disebelahnya itu tidak bisa jika tidak berteriak. Syukur Yoona sudah terbiasa dengan tingkah anehnya itu. Yoona menyudahi sarapannya. “Bibi Kim, mianhaeyo. Aku bukannya tidak mau menghabiskan sarapanku, tapi aku sudah terlanjur berjanji untuk makan bersama pamanku.”
“Tidak masalah. Lagi pula ada Tuan Daniel disini. Sudah, Nyonya pergi saja.”
“Kalau begitu aku pergi dulu.”
“Nuna!” panggil Daniel disaat Yoona hendak melangkah pergi.
“Oo wae?!”
“Aa.. Tidak jadi.” Mimik keraguan diwajah Daniel membuat Yoona tersenyum.
-
-
-
Continued..
