Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Pada posisinya ia amati diam-diam keberadaan Sehun. Suaminya itu masih duduk dengan mata tertutup. Sesekali tangannya memijit kening—menunjukkan bahwa dirinya benar-benar merasa pusing. Setahu Yoona, Sehun adalah peminum yang hebat. Tetapi malam ini Sehun tampak berbeda. Disaat Yoona masih merenungkan pemikirannya, Sehun bangkit dari duduknya dan melangkah sempoyongan keluar dari ruangan itu. Tentu Yoona langsung mengikuti langkah suaminya itu.

Untuk menuju lift mereka harus melewati sebuah koridor yang cukup panjang. Selama kaki melangkah, tak sekalipun Yoona melepaskan pandangannya dari tubuh suaminya—yang berjalan saja tampak kesusahan—tetapi Yoona tak sekalipun berpikir untuk membantu suaminya itu, terlalu takut untuk mendekat dan hanya bisa menjaga jarak beberapa langkah dibelakang Sehun. Oo? Sehun kehilangan keseimbangan, Yoona yang berada dibelakangnya langsung melangkah cepat lalu menahan tubuh Sehun agar tak terjatuh—tetapi malah terlihat seperti memeluk tubuh Sehun dari belakang.

Keduanya sama-sama terdiam—pada posisi yang canggung itu—karena itu adalah pertama kalinya mereka berpelukan. Sesak. Yoona merasa sesak. Entahlah, sesuatu mengganggunya dan itu sangat menyesakkan. Sehun melepas tangan Yoona yang melingkar di tubuhnya. Sedikit menghempas tangan Yoona—mungkin dia tidak suka diperlakukan seperti itu. Masih sempoyongan Sehun lanjut melangkah.

Mereka sedang menunggu dihadapan lift—yang pintunya tak juga terbuka. Yoona masih menjaga jarak dari Sehun, berdiri beberapa langkah dari Sehun yang kini terpaksa bersandar pada dinding karena rasa pusing yang terus mengganggunya. Pintu lift terbuka tetapi Sehun tampak tak menyadarinya, karena itu Yoona melangkah mendekati pria itu berniat untuk menegur. Tetapi, belum juga dia mengeluarkan suara, Sehun sudah mendahuluinya melangkah masuk kedalam lift.

Pintu lift yang tadinya sudah tertutup mendadak kembali terbuka. Seorang wanita seksi melangkah masuk kedalam lift. Mata Yoona mendelik ketika melihat wanita itu menyapa Sehun—dengan nada khawatir yang terlalu dibuat-buat—seakan mabuk adalah penyakit yang mematikan.

“Sehun-ssi? kau baik-baik saja? Sepertinya kau mabuk berat. Mau aku antar pulang?” disampingnya Yoona sedang menunjuk dirinya sendiri—karena tak mampu mengucapkan ‘Hey nona, saya isterinya!’. “bagaimana bisa kau menjadi semabuk ini? Apa kau sedang ada masalah?” dan wanita itu masih saja berkicau tak penting, bahkan sudah nyaris merapat pada tubuh Sehun. Kesal bukan main melihat tangan wanita itu yang kini tengah merangkul lengan Sehun. Mulut Yoona mulai memaki, meski tak mengeluarkan suara sedikitpun. “lain kali kau bisa menghubungiku jika ingin minum sebanyak ini.” Siapa sih dia? Kenapa dia berkata seperti itu? Apa mereka dekat? Dan, apa dia tidak mengenalku? Tidak, apa dia tidak menyadari keberadaanku? Karena posisi wanita itu sudah membelakangi Yoona—seakan tak ada siapapun didalam sana selain dirinya dan Sehun.

Sesaat Yoona menyadari sesuatu. Bahwa, jarak antara dirinya dan suaminya sangat jauh. Melihat wanita itu yang dapat dengan santai menyentuh Sehun, sedangkan dirinya? Baiklah tidak usah dibahas lagi. Ting! Lift tiba di lantai tujuan mereka. Dengan si wanita seksi yang masih memeluk lengan Sehun, mereka keluar dari lift—tanpa Yoona—karena Yoona terhanyut pada makian dalam hatinya dan tak menyadari bahwa ia masih berada didalam lift.

“Kau tidak keluar?” suara itu menarik Yoona dari alam khayalnya. Ketika itu matanya langsung menangkap sebuah pemandangan langka, Sehun tengah menahan pintu lift dengan tangannya yang tampak seperti sedang menunggunya. Lalu si wanita seksi? Sudah tak menempel pada Sehun dan hanya berdiri kesal beberapa langkah dibelakang Sehun. “kau akan terus disitu?” tegur Sehun karena Yoona masih saja berdiri pada posisinya.

Begini. Selama ini Yoona sudah sering diperlakukan tidak baik dengan suaminya itu. Meski tidak seburuk itu, tetapi cukup buruk untuk hubungan suami-isteri. Salah satu contohnya seperti, ditinggalkan didalam mobil ketika Yoona sedang ketiduran. Sehun bukanlah pria yang rela menunggu, demi apapun termasuk pekerjaan apalagi urusan wanita. Namun kini, Sehun bahkan menahan pintu lift untuknya.

Bukan berlebihan, tetapi itu sangat luar biasa untuk Yoona. Duh, ekspresinya mulai berubah kesal. Sadar Yoona. Sebelum suaminya itu kembali seperti semula, Yoona buru-buru melangkah keluar dari lift. Sehun kembali sempoyongan dan sepertinya hendak terjatuh, tentu saja Yoona kembali reflek untuk menahan tubuh itu dengan memeluk lengan kekar suaminya itu. Tetapi si wanita seksi juga melakukan hal yang sama sepertinya. Hal hasil keduanya memeluk lengan Sehun di sisi yang berbeda. Yoona bahkan sampai shock melihat tingkah wanita itu.

“Nana-ssi, aku akan pulang dengan isteriku.” Ujar Sehun kepada wanita seksi itu—yang ternyata bernama Nana. Perkataan Sehun tentu saja sebagai penolakan atas aksi tak tahu malu wanita itu. Bagaimana dengan Yoona? Dia merasa sangat senang karena Sehun menyebut ‘Isteriku’. Bisa dihitung kapan saja Sehun mengucapkan sebutan itu. Masih dengan ekspresi tak tahu malu, Nana si wanita seksi melepaskan tangannya dari tubuh Sehun lalu melangkah mundur. “kalau begitu aku pergi dulu.” Berusaha tetap sopan, Sehun pamit dengannya dan langsung melangkah jauh diikuti Yoona yang masih membantunya agar tak kehilangan keseimbangan.

--

‘Dia tersenyum padaku. Menunjukkan seberapa bahagia dirinya pada saat itu. Sepertinya satu keranjang penuh permen yang aku hadiahkan padanya sudah sangat membuatnya senang.

Walaupun pada akhirnya permen-permen itu akan masuk kedalam tempat sampah—karena dia tidak boleh mengkonsumsi permen bahkan satu bungkus kecil pun. Kondisinya pada saat itu tidak memungkinkannya untuk melakukannya. Aku ikut berbaring disampingnya. Diatas tempat tidur milik rumah sakit—yang memang diperuntukkan hanya untuk satu orang saja. Aku memeluknya penuh kasih sayang. Ia meletakkan hadiah dariku keatas meja yang berada disamping tempat tidur, lalu dengan tangan bebasnya ia balas memelukku. Aku selalu melakukan itu. Mengunjunginya lalu tidur disampingnya tanpa mempedulikan kondisi tempat tidurnya. Meskipun aku pulang sangat larut dikarenakan pekerjaan, aku pasti akan mengunjunginya disana. Dirumah sakit tempat dimana dia dirawat.’

-

-

-

-

-

Matanya terbuka seiring mengalirnya airmata yang sepertinya sudah tertahan lama didalam mata tertutupnya. Sehun sadari, dirinya masih berada didalam mobil dan dari apa yang ia lihat dari balik kaca, ia sudah berada di halaman rumahnya. Aku tetidur? Ya, dia tertidur selama perjalanan mereka menuju rumah. Ia baru mengingatnya, tadinya dia meminta Yoona untuk menyetir. Ia menoleh ke arah pengemudi. Isterinya sudah tertidur pulas disampingnya. Tampak tak peduli, dengan sempoyongan Sehun keluar dari mobil. Melangkah penuh hati-hati menaiki tangga lalu masuk kedalam kamarnya.

--

Pagi itu Sehun bangun telat. Karena tiga hari kedepan mereka akan libur untuk merayakan Chuseok, dengan begitu dia bisa lebih bersantai dipagi itu. Tok! Tok! Tok!

“Tuan, apakah anda sudah bangun?” Suara Pak Kang terdengar dari balik pintu. Sehun paksakan tubuhnya untuk duduk. Ia merasa tidak enak badan, mungkin karena semalam terlalu mabuk.

“Pak Kang, masuklah.” Ujarnya dengan suara beratnya. Pak Kang masuk dengan ekspresi wajah penuh cemas dan keraguan. “ada apa?” dan pertanyaan Sehun semakin membuatnya kebingungan.

“Baru saja Tuan Besar menghubungiku. Beliau memintaku mengingatkan anda untuk mengunjungi makam Nyonya Besar.” Sehun hanya diam, tetapi matanya menatap Pak Kang dengan isyarat bahwa dirinya masih menunggu perkataan selanjutnya. Pak Kang menyadari itu dan menjadi semakin gugup.

“Katakanlah.” Kata Sehun tak suka menunggu.

“Itu.. Apakah.. Saya harus.. Membuat—“

“Katakan dengan jelas.” Sela Sehun.

“Mengenai mendiang Nyonya Eujin..” raut wajah Sehun langsung suram. Penuh keberanian, Pak Kang melanjutkan perkataannya. “apakah aku harus menyusun meja penghormatan untuk beliau?”

“Kau tidak perlu melakukannya.” Jawab Sehun tanpa sempat memikirkannya. Meski raut wajahnya kini tampak tenang, tetapi tidak dengan batinnya. Kondisi hatinya kini menjadi kacau. “katakan pada Yoona, dia akan ikut denganku ke makan ibu.”

“Baiklah jika begitu. Saya permisi dulu.” Usai kepergian Pak Kang, Sehun menghembus nafasnya dengan geram. Dia tidak suka perasaan yang seperti ini. Tak ingin terlalu larut, ia melangkah masuk kedalam kamar mandi lalu menikmati semburan air hangat. Seketika dirinya menjadi tenang.

-

-

-

-

Continued..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel