Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 15

Ia dorong tubuh Yoona hingga terbaring di lantai disampingnya. Penuh usaha Eujin bangkit, sebelum pria itu menyadarinya, Eujin sudah lebih dulu meraih sebuah asbak. Sialnya pria itu lebih dulu menemukan keberadaannya—yang tengah berusaha berdiri tegak di sudut ruangan. Lagi-lagi pria itu menunjukkan wajah beringasnya. Ia melangkah menghapiri Eujin, tetapi asbak yang ada ditangan Eujin lebih dulu mengenai kepalanya. Ya, Eujin berhasil melempar asbak kayu itu dan mendarat tepat di kepala pria itu.

Tetapi pria itu tak bergeming. Kebetulan banyak botol kaca di disana. Tangan Eujin segera meraih 2 botol kaca. Sayangnya tubuhnya tersungkur akibat pukulan dari pria itu. Tak kenal ampun. Pria itu menduduki tubuhnya lalu memukulinya. Kesadarannya nyaris hilang. Hanya saja, ia tidak ingin menyia-nyiakan kedua botol kaca yang sudah ada padanya. Dan ketika pria itu sedang lengah, ia hantamkan kedua botol kaca itu ke kepala pria itu secara bersamaan. Syukur sekali, pria itu pun pingsan. Dan tak lama setelah itu, Eujin juga tak sadarkan diri.

--

Seluruh tubuhnya terasa nyeri. Rasa sakit dan udara dingin membuatnya semakin sulit untuk bergerak. Tunggu, diluar masih gelap. Ya, Eujin sadari itu. Dari apa yang ia lihat disela gorden jendela yang tak tertutup, hari masih gelap, pertanda saat itu sudah dini hari menuju pagi. Ia merasa sangat bersyukur karena ia sadar lebih cepat dari yang lainnya. Penuh usaha ia mencoba untuk duduk. Rasa pusing menyerangnya, tapi berhasil ia atasi meski harus menahan rasa sakit yang mulai muncul.

Ia lihat Yoona masih terbaring dilantai. Masih dengan darah yang mulai mengering di area kepalanya. Eujin hampiri Yoona. Ia lebih dulu memeriksa denyut nadi gadis kecil yang malang itu. Eujin pun menghela nafas dengan lega. Ia masih bisa merasakan denyut nadi Yoona. Di tempat lainnya, pria itu masih pada posisinya. Bersama pecahan botol kaca, masih tak sadarkan diri. Baiklah, Eujin, kau tidak bisa menundanya lagi. Ia genggam tangan Yoona dengan airmatanya yang kembali mengalir di wajahnnya.

“Yoona-a, bertahanlah. Eonni akan segera mencari petolongan. Kumohon, kau harus bertahan. Eonni pasti akan kembali.” usai itu, dirinya sudah memaksakan dirinya untuk melangkah keluar dari rumah itu. Dengan terseok-seok, Eujin pergi mencari pertolongan.

Selama diperjalanan, Eujin menyeka darah yang ada diwajahnya, tak terlalu banyak dan semua itu berkat Yoona. Mungkin ada 4 jam lamanya ia diluar sana. Kini langit sudah terang tetapi tak terlihat seorang pun diluar sana. Mungkin dikarenakan cuaca pagi itu jauh lebih ekstrim dari yang biasanya. Pantas saja Eujin mengalami mimisan yang cukup banyak. Darah hingga meninggalkan bekas diatas salju yang ia lewati. Tunggu!

Tangan Eujin yang tengah menyeka darah di bibirnya tak sengaja menyentuh sebuah syal yang melingkar di lehernya. Ini syal milik Yoona! Dan tak hanya itu, ia juga mengenakan jaket coklat milik Yoona. Kapan anak itu memakaikan semua ini padaku?! Apa tadinya dia sempat sadarkan diri? Ternyata ukuran jaket itu cocok di tubuhnya—walau sedikit ketat tetapi dapat menghangatkan tubuhnya. Oo? Ia melihat pos polisi! Dengan penuh harapan, ia berlari menahan sakit menuju pos polisi itu. Sayangnya beberapa langkah menuju pos, Eujin tersungkur dan kembali tak sadarkan diri. Sejak saat itulah dirinya tidak pernah bertemu Yoona lagi.

Ketika ia sadarkan diri—dari yang ibunya katakan, ia pingsan selama 4 hari—dan lokasinya kini sudah di Seoul. Ia dapat merasakan seluruh tubuhnya seperti memar dan akan sakit ketika digerakkan. Bernafas pun terasa berat. Pantas saja ibunya terus-terusan menangis dihadapannya.

“Dasar anak nakal. Bagaimana jika polisi tidak menemukanmu disana?!!” omel ibunya sejak ia sadarkan diri di rumah sakit itu. “mau sampai kapan kau melarikan diri seperti ini? Dan juga, kenapa kau harus pergi sejauh itu?!!” ya, fakta yang lebih menyakitkan. Orangtuanya mengira semua itu murni melarikan diri. Mereka benar-benar tidak mengetahui mengenai penculikan dan penyiksaan itu. Astaga! Yoona!

Ia singkirkan selimut yang menyelimuti tubuhnya. Jaket dan syal milik Yoona sudah tidak ada padanya. Tubuhnya kini hanya mengenakan setelan pakaian rumah sakit. Penuh cemas, matanya yang sudah memerah langsung menatap ibunya.

“Eomma, dimana pakaianku?” ibunya diam kebingungan—bingung melihat sikap anehnya. “dimana pakaianku!!!”

Airmata mengalir bebas diwajahnya. Jaket dan syal itu baru saja ibunya berikan padanya. Ibunya telah mencuci semua itu—karena tercium kuat aroma pengharum kesukaannya pada jaket dan syal itu.

“Ketika mencucinya, eomma temukan kalung didalam sakunya jaketnya. Kau dapat dari mana kalung ini?” Sesaat Eujin mematung. Ia raih kalung itu. Kalung milik Yoona. Kalung dengan mainan berbentuk sayap yang bersinar.

“Kalung ini milik gadis kecil yang telah menyelamatkan hidupku.” Ujarnya dengan airmata yang kembali mengalir diwajahnya. Ibunya kembali tampak kebingungan.

“Sebaiknya kau istirahat lagi. Dokter bilang lusa kita sudah harus berangkat ke Jerman. Kau akan fokus menjalani terapi disana.”

“Jerman?” Lalu bagaimana dengan Yoona? Aku bahkan belum mengetahui kondisinya saat ini.

Padahal banyak hal yang ingin ia lakukan pada gadis kecil itu. Dulunya mereka tidak sempat mengobrol karena keadaan. Hanya dalam waktu singkat itu—yang semakin terasa singkat dikarenakan Eujin pingsan selama 2 hari—membuat mereka tidak memiliki waktu untuk mengobrol dengan leluasa. Bahkan Eujin baru menyadari sesuatu, dia tidak memberi tahu Yoona mengenai namanya. Yoona juga tidak pernah bertanya—mungkin juga disebabkan kondisi. Saat ini hanya berdoa yang bisa ia lakukan.

‘Aku harap suatu saat nanti kami akan bertemu. Tapi, jika memang Engkau tidak mengabulkannya. Hanya satu yang aku inginkan dan sangat aku harapkan untuk Engkau kabulkan. Tuhan, berikan gadis kecil itu lelaki yang baik. Lelaki yang sangat mencintainya, dan menjaganya dengan sepenuh hati. Dia terlalu baik untuk disakiti.’

Tetapi memang itu yang terjadi. Eujin tidak pernah mendengar kabar Yoona. Sekalipun ia mencoba mencari tahu atau mungkin berusaha meminta orangtuanya untuk mencari tahu, ia tetap tidak mendapatkan jawabannya. Karena orangtuanya tidak pernah mempercayai semua ceritanya. Mengapa?

Eujin menderita leukimia. Penyakit itu membuat tubuhnya sering merasakan nyeri hingga demam. Ia juga mudah mengalami mimisan bahkan pingsan. Karena itu obat yang ia konsumsi berdosis tinggi. Dan dari apa yang dikatakan dokter, efek dari obat yang ia konsumsi bisa berupa mengantuk bahkan sampai daya hayal yang meningkat. Karena itu, setiap cerita yang Eujin katakan, tidak ada seorang pun yang mempercayainya.

Selama 11 tahun Eujin menjalani terapi di Jerman. Tetapi kanker yang berada ditubuhnya semakin mengganas. Orangtuanya memutuskan untuk membawanya kembali ke Korea dan pada saat itu ia sudah berumur 29 tahun. Disanalah ia bertemu Sehun—setelah dikenalkan dengan ayahnya yang kebetulan berteman baik dengan ayah Sehun.

Mereka berteman selama 1 tahun lamanya sebelum akhirnya memilih untuk berpacaran. Hanya dalam sebulan, Sehun langsung melamarnya dan mereka pun menikah. Tetapi tidak sampai setahun, Eujin pergi meninggalkan Sehun untuk selamanya. Dan kejadian itu bersamaan dengan kondisi ayah Sehun yang mendadak mendapat serangan jantung—yang syukurnya masih bisa terselamatkan. Karena itulah ayah Sehun memutuskan untuk meninggalkan posisi Presiden Direktur di perusahaannya dan meminta Sehun untuk segera mengisi posisinya.

-

-

-

-

Continued..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel