Bab 14
“Sekarang ceritakan padaku. Siapa pria itu dan apa yang sebenarnya telah dia lakukan padamu?” lagi-lagi Yoona memperlihatkan mimik keraguan di wajahnya. “ceritakan padaku.” Dan Yoona masih saja tutup mulut. “yak, aku sudah melarikan diri dari Kyoto hanya untuk menyelamatkanmu. Saat ini orangtuaku pasti sedang kesusahan mencariku. Ya.. Walaupun melarikan diri adalah kebiasaanku. Tetapi ini bukan Korea, kepanikan mereka tentunya akan lebih ekstra. Aku juga tidak bisa berlamaan disini, jadi sebelum aku menentukan kapan aku akan kembali ke Kyoto, cepat ceritakan padaku.”
“Jangan membenci paman.” Eujin mengerutkan keningnya.
“Yak, bagaimana bisa aku tidak membencinya setelah apa yang telah dia perbuat pada—“
“Paman tidak sepenuhnya bersalah.” Yoona menyela perkataannya dengan lembut—memperlihatkan seberapa sabar gadis kecil itu. “ini semua dikarenakan ibuku. Dulunya ibuku berpacaran dengan paman, dan itu dalam keadaan dirinya masih bersama ayahku. Paman tidak tahu mengenai status ibuku dan mengira bahwa ibuku adalah seorang janda. Hingga ayahku meninggal dunia karena sakit, ibuku malah menikah dengan lelaki asing lalu pergi keluar negeri tanpa memberi tahu paman. Dan yang membuat paman sangat kesal, ibuku berhutang di banyak tempat atas nama paman. Tentu dengan terpaksa paman harus melunasi semua hutang ibuku dan berakhir tinggal dirumah kecil ini.”
“Tapi dia memukulmu, itu tidak benar.” Yoona diam menatapnya. “tadi malam aku sempat terbangun. Aku dengar kau menjerit kesakitan. Luka ini pasti dari pukulannya kan?” Eujin sentuh bekas luka di wajah manis itu.
“Paman memukulku dalam keadaan tidak sadar. Dia sedang mabuk.”
“Yak!” Eujin kesal bukan main. Yoona masih saja membela pria itu. “kau tahu? Aku bisa saja berlari ke kantor polisi saat ini juga untuk melaporkan masalah ini. Sekalian saja aku mengaku bahwa aku juga diculik olehnya, agar nantinya dia dihukum lebih berat.”
“Eonni!” kini malah Yoona yang membentaknya. “kalau memang kau mau kembali ke Kyoto. Kembalilah. Tidak usah pedulikan aku. Aku baik-baik saja.”
“Aish, kau gila ya?!!” Eujin berdiri mengacak pinggang menghadapnya. “dia sudah memukulmu. Jika memang dia melakukannya tanpa sadar karena dalam keadaan mabuk, bisa saja nantinya tanpa sadar membunuhmu! Kau tidak takut akan itu?!!” sampai melotot saking geramnya. Tetapi, Yoona tetap dengan ekspresi tenangnya seakan semua itu bukanlah apa-apa.
“Paman tidak akan membunuhku.”
“Sial! Terserahmu!” Terlalu mengesalkan. Eujin melangkah keluar dari rumah itu. Brukk! Dirinya malah terjebak di tumpukan salju.
Salju menutupi halaman rumah itu hingga membuat kaki Eujin tenggelam sedalam setengah meter. Ia menjadi kesulitan melangkah akibat terjebak. Astaga, dingin sekali! Ia mendadak menyesal telah keluar dari rumah itu. Dibelakangnya tampak Yoona yang baru saja keluar melewati pintu. Melangkah menujunya dengan sebuah sekop. Masih dengan ekspresi tenang, Yoona mulai menyingkirkan salju disekitar Eujin.
“Suhu udara saat ini sudah dibawah 0 derajat. Tidak seharusnya eonni keluar dari rumah.” imbuhnya usai menyelamatkan kaki Eujin dari salju. “masuklah, eonni harus segera menghabiskan buburnya.”
“Apa-apaan anak itu.” ia merasa aneh dinasihati dengan Yoona. “yak, berapa umurmu?” tanya Eujin setelah duduk bersama Yoona di meja makan.
“10 tahun.” Jawab Yoona seraya meletakan semangkuk bubur kehadapan Eujin.
“Kau seharusnya sekolah kan?”
“Hmm..”
“Dan kau sudah bolos selama sebulan lebih karena diculik kesini?”
“Hmm..” Aish, kenapa anak ini santai sekali!
“Memangnya tidak ada yang mencarimu? Kau tidak memiliki keluarga?”
“Mereka tentu mencariku. Tapi paman membawaku kesini dengan menumpang disebuah kapal gelap. Jadi akan semakin sulit melacak keberadaanku.”
“Kalian masuk ke Jepang sebagai penumpang gelap?”
“Hmm. Eonni, berhentilah bertanya dan makan buburnya.”
“Yak, anak berumur 10 tahun sepertimu kenapa bisa memasak bubur? Dan juga, dari mana kau mendapatkan bahan-bahannya?”
“Kan sudahku bilang. Paman tidak sejahat yang eonni pikirkan.”
Seharian itu mereka menghabiskan waktu dikamar. Berbaring dalam diam—fokus pada pikiran masing-masing hingga tak terasa tertidur di atas alas yang sama. Mengandalkan satu buah selimut dan pakaian yang mereka kenakan, mereka tertidur pulas hingga malam kembali tiba.
“Yoona-a! Yak! Im Yoona! Dimana kau?!!” teriakan itu membangunkan mereka. Eujin dan Yoona sontak berdiri ketakutan. Berusaha bersikap tenang, Yoona melangkah keluar dari kamar. Tak ingin Yoona kembali terluka, Eujin mencoba menahannya, tetapi..
Baru saja Yoona hendak membuka pintu kamar, pria itu sudah lebih dulu membuka pintunya lalu menarik Yoona hingga membuat Yoona terlempar dan membentur dinding dengan keras. Pria itu hendak menendang Yoona dengan kakinya yang masih mengenakan sepatu boot. Tak tinggal diam, Eujin segera berlari sekencang mungkin lalu memeluk tubuh Yoona.
“Siapa kau! Jangan mengganggu! Pergi sana!” kata pria itu yang mengurungkan niatnya untuk melayangkan tendangan. Pria itu menarik Eujin agar terpisah dari tubuh Yoona. Tetapi Eujin memeluk Yoona sangat kuat.
“Kumohon sadarlah! Kau telah menyakitinya!” Meskipun Eujin tahu, perkataannya tak akan didengar—karena aroma alkohol tercium kuat pada tubuh pria itu—menunjukkan bahwa pria itu sedang mabuk berat.
“Dia pantas menerimanya! Ibunya telah berkhianat padaku!!!” pada saat itu Eujin tidak mengancing jaketnya. Pria itu mencengkram jaketnya sangat erat sedangkan Eujin masih berusaha menyelamatkan Yoona dengan cara terus memeluk gadis kecil itu. Tetapi saking kuatnya cengkraman dan tarikan pria itu, jaket Eujin pun terlepas dari tubuhnya. “arrgggh! Kau membuatku kesal!” pria itu lempar jaket Eujin hingga tersangkut diatas lemari didapur. Lalu dengan amarahnya yang tak terkendali, ia tendang tubuh Eujin hingga membuat Eujin dan Yoona mengerang kesakitan.
Eujin yang melemah dengan terpaksa melepaskan pelukannya dari Yoona. Ia terbaring lemas disamping Yoona. Merasa tidak puas, pria itu meraih sebuah cermin yang menempel di dinding. Penuh amarah, ia menghantamkan cermin itu ke kepala Eujin. Suara benturan kaca pun terdengar. Pria itu tertawa puas, sebelum akhirnya ia tersadar. Cermin itu tidak mengenai Eujin melainkan Yoona.
Ia marah besar, targetnya adalah Eujin dan Yoona merusak itu. Ia tarik tubuh Yoona—yang masih berusaha membuka mata dengan darah yang sudah memenuhi kepalanya—lalu ia lempar hingga kembali membentur dinding. Eujin yang sudah setengah sadar menyadari bahwa pria itu kembali menargetkannya.
Ia merasa harus berusaha untuk bergerak, ia tidak boleh berbaring seperti itu saja. Dan juga kini dapat ia lihat pria itu tengah mengangkat sebuah kursi kayu yang tentunya akan pria itu lempar ke tubuhnya. Eujin, bergeraklah!!! Tapi nyatanya, ia terlalu lemah dan tidak bisa menghindari itu. Tidak. Kursi itu tidak mengenai tubuhnya. Yoona kembali menyelamatkannya.
Kepala Yoona semakin dibanjiri darah segar. Sungguh, ia sangat ketakutan. Reflek airmatanya mengalir bebas. Sementara pria itu tengah tertawa—karena mengira ia tepat sasaran—Eujin fokus pada wajah Yoona yang kini sedang berada diatas tubuhnya. Yoona sudah menutup mata dan deru nafasnya nyaris tak terdengar. Tubuh Eujin kontras bergetar.
Ia dorong tubuh Yoona hingga terbaring di lantai disampingnya. Penuh usaha Eujin bangkit, sebelum pria itu menyadarinya, Eujin sudah lebih dulu meraih sebuah asbak. Sialnya pria itu lebih dulu menemukan keberadaannya—yang tengah berusaha berdiri tegak di sudut ruangan. Lagi-lagi pria itu menunjukkan wajah beringasnya. Ia melangkah menghapiri Eujin, tetapi asbak yang ada ditangan Eujin lebih dulu mengenai kepalanya. Ya, Eujin berhasil melempar asbak kayu itu dan mendarat tepat di kepala pria itu.
-
-
-
-
Continued..
