Bab 13
Jemari tangan dan kakinya terasa kebas. Tulang punggungnya juga mulai terasa nyeri. Ia berharap perjalanan itu berakhir agar dirinya bisa segera menghangatkan diri disuatu tempat. Dari yang ia tangkap, cahaya matahari mulai tampak dan pemandangan yang ia lewati perlahan terlihat jelas. Wah.. Indah sekali!
Pegunungan mengiringi perjalanan mereka. Dengan barisan pepohonan yang tampak diselimuti salju. Tak lama dari itu, dari sela pepohonan tampak rumah warga dengan salju yang sudah memenuhi atap rumah. Laju mobil mulai melambat. Eujin benar-benar berharap bahwa itu pertanda mereka akan segera tiba ditempat tujuan, dan ternyata benar. Kini mobil tak melaju lagi. Ia tersenyum lega—walau kenyataan wajahnya nyaris membeku hingga senyuman pun batal terbentuk. Suara pintu mobil terbuka lalu terbanting terdengar. Tidak masalah jika pria itu mengetahui keberadaanku, yang penting aku bisa segera menghangatkan tubuhku. Ia sudah siap bangkit, tetapi tubuhnya mendadak tumbang lalu tak sadarkan diri. Sepertinya dia pingsan.
--
Dia berada disebuah kamar berukuran kecil yang hanya terdapat satu alas tidur disana –tempat dimana dirinya tengah berbaring saat ini. Eujin baru saja bangun dari tidurnya. Tadinya ia pingsan dan tak sadarkan diri selama 13 jam lamanya. Kini hari sudah malam dan udara semakin terasa dingin.
Apa ini?
Sesuatu menyelimutinya. Tidak hanya sebuah selimut, ada juga sebuah jaket berukuran kecil berwarna coklat dan sebuah syal yang sudah melingkari lehernya. Sesaat ia sadari lagi, ada handuk di keningnya. Ia temukan juga sebuah baskom berisikan air di sampingnya. Melihat kondisi disana, tentu ia tahu. Seseorang pasti telah merawatnya.
“Yak Yoona! Dimana kau?!!” tiba-tiba saja terdengar teriakan orang dari luar kamarnya. “sini kau! Cepat telepon ibumu!” pria itu baru saja pulang dan kini dalam keadaan mabuk. Ia melempar ponselnya kepada gadis kecil itu—yang ternyata bernama Yoona.
“Tidak aktif.” Jawaban itu diiringi isak tangis. Dalam diam Eujin dapat mendengar dengan jelas percakapan itu.
“Apa dia sama sekali tidak peduli padamu? Sudah sebulan lebih aku menculikmu kesini! Kenapa dia tidak datang juga, hah?!!” tubuh Eujin meremang seketika. Kecurigaannya selama ini ternyata benar. Tapi, apa hubungan pria itu dengan ibu gadis kecil itu? Aa, namanya Yoona?
Sebenarnya ia masih sangat lemah. Ia masih demam dan ketika hendak duduk, rasa pusing langsung menarik tubuhnya untuk segera berbaring. Huh, kumohon. Tidak untuk saat ini. Ujarnya untuk dirinya. Ia kuatkan tubuhnya untuk kembali duduk.
“Aa.. Apa aku harus mengirim video kau kepadanya? Mungkin aku harus lebih kejam padamu.”
“Paman, kumohon! Maafkan aku! Paman!” lalu suara erangan pun terdengar. Teriakan hingga tangis. Kecemasan memburu Eujin untuk bergerak cepat. Sialnya, dunia yang tengah ia lihat mendadak berputar, membuatnya pusing hingga kembali tak sadarkan diri.
--
Saat ini ia tengah mengamati kondisi dirinya. Masih sama seperti pertama kali ia sadarkan diri pada malam itu. Masih dengan sebuah selimut, sebuah jaket yang bertumpu diatas selimut, lalu sebuah syal yang tetap setia berada di lehernya. Cukup menghangatkan tubuhnya, yang syukurnya kini sudah lebih baik. Karena ia berhasil duduk bahkan berdiri dengan tegak.
Pemandangan diluar rumah terlihat dari balik jendela kamar itu. Pemandangan saat itu hanya salju, yang menumpuk di segala tempat. Bahkan sampai menimbun objek hingga tak terlihat. Benar sekali, ia baru mengingat itu. Kakinya segera melangkah cepat keluar dari kamar itu. Ia cemas bukan main, penasaran dengan keadaan Yoona—si gadis kecil.
“Eonni, kau sudah bangun? Apa kau sudah sehat?” dengan senyum manisnya, Yoona menyapa. Gadis kecil itu sedang memasak bubur? Eujin amati wajah yang tengah memperlihat senyuman itu. Tampak bekas luka disudut bibirnya, dan juga di pelipis mata sebelah kanannya.
Eujin edarkan matanya ke ruangan itu. Ia tidak menemukan pria itu. Ia melihat sebuah pintu di sudut ruangan itu. Kakinya langsung melangkah cepat lalu membuka pintu itu. Itu sebuah kamar yang sangat berantakan, bau rokok dan alkohol. Tapi pria itu tidak ada disana.
“Dimana dia?” tanya Eujin setelah kembali ke dapur dimana Yoona berada. “katakan padaku, dimana dia!” dan tak sengaja membentak Yoona. Tentu gadis kecil itu tersentak kaget. “mianhae.” Eujin menarik nafas sejenak. Ia harus bisa menahan amarahnya. Karena ada yang lebih penting dari pada mencari keberadaan pria brengsek itu.
Eujin matikan kompor yang sedang digunakan Yoona. Ia tarik tangan Yoona untuk ikut duduk disampingnya, di kursi meja makan. Ia genggam kedua tangan gadis kecil itu. Astaga. Matanya berkaca-kaca ketika melihat jemari kecil itu yang nyaris dipenuhi plaster luka. Ia pejamkan matanya, ia tidak boleh memperlihatkan airmatanya dihadapan Yoona.
“Ceritakan padaku.” Ucapnya perlahan. “apa yang sebenarnya telah terjadi?” ia mengatakannya dengan hati-hati. Tidak ingin membuat Yoona merasa tertekan. Yoona menatapnya dengan gelisah. Keraguan tergambar jelas di wajah gadis kecil itu. “begini saja. Anggukan kepalamu jika apa yang kukatakan benar.” Yoona semakin terlihat gugup dan takut?
Eujin semakin menggenggam erat tangan itu.
“Dia menculikmu?” airmata reflek mengalir dimata gadis kecil itu. “benar dia menculikmu?” bibir Yoona bergetar menahan tangis. Dapat Eujin rasakan, tangan yang tengah ia genggam bergetar ketakutan. “gwenchana. Menangislah. Jangan menahannya.” raut kesedihan mulai memenuhi wajah itu, yang perlahan mulai menangis hingga terisak. Tampak rapuh, Eujin pun bergerak maju untuk memeluk Yoona, getar ketakutan dapat ia rasakan pada tubuh itu.
--
“Mwo? Aku pingsan selama 2 hari?”
“Hmm..” Yoona mengangguk. “dan selama itu aku menyuapi eonni dengan bubur ini. Karena itu, hari ini eonni harus menghabiskannya juga.”
“Kau menyuapiku selama 2 hari?”
“Hmm..”
Sebenarnya Eujin sangat membenci bubur. Makanan itu sudah menjadi santapan wajibnya ketika sedang terapi di rumah sakit. Tetapi saat ini buka itu yang ia permasalahkan. Gadis kecil ini merawatku selama 2 hari?
“Eonni demam tinggi hingga keringat dingin. Aa, eonni juga mimisan beberapa kali. Aku sampai berlari ke klinik untuk bertanya, dan syukurnya kakek pemilik klinik sangat baik dan memberiku 3 pil obat penurun demam.” Eujin tampak tak peduli mengenai apa yang terjadi padanya, tetapi ia masih tak percaya itu. Yoona merawatku selama 2 hari? Anak kecil ini? Oke, saat ini ada yang lebih membuatku penasaran. Eujin kembali menatapnya serius.
“Sekarang ceritakan padaku. Siapa pria itu dan apa yang sebenarnya telah dia lakukan padamu?” lagi-lagi Yoona memperlihatkan mimik keraguan di wajahnya. “ceritakan padaku.” Dan Yoona masih saja tutup mulut. “yak, aku sudah melarikan diri dari Kyoto hanya untuk menyelamatkanmu. Saat ini orangtuaku pasti sedang kesusahan mencariku. Ya.. Walaupun melarikan diri adalah kebiasaanku. Tetapi ini bukan Korea, kepanikan mereka tentunya akan lebih ekstra. Aku juga tidak bisa berlamaan disini, jadi sebelum aku menentukan kapan aku akan kembali ke Kyoto, cepat ceritakan padaku.”
“Jangan membenci paman.” Eujin mengerutkan keningnya.
-
-
-
-
Continued..
