Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11

Kini otot lehernya terasa kaku. Terkadang nyeri dan rasanya sangat tidak nyaman. Pandangannya juga melemah karena kelelahan. Sesaat ia hentikan pekerjaannya dan barulah terlihat olehnya, dari balik dinding kaca, tampak matahari tengah berpamitan. Langit pun berubah menjadi orange dan di sisi lainnya kegelapan mulai membaur hendak mengambil alih.

Tok! Tok!

Manager Ji masuk kedalam ruang kerjanya beserta sebuah box berukuran besar yang ada di pelukannya. Melihatnya saja Sehun sudah bisa menduga bahwa box itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya. Box berdisain kotak-kotak kecil berwarna merah dan coklat itu diletakkan diatas meja didepan barisan sofa—untuk para tamu diruangan itu.

“Apa itu?” tanya Sehun yang sudah melangkah menghampiri Manager Ji. Ia duduk disebuah sofa panjang menghadap kotak tersebut.

“Tadi seorang kurir yang memberikan ini padaku.”

“Kurir?” karena Sehun tidak merasa sedang menunggu paket apapun.

“Kalau begitu saya keluar dulu.”

“Mereka masih bekerja?” tanya Sehun sebelum Manager Ji membuka pintu ruangan itu.

“Belum, kenapa?”

“Suruh mereka pulang dan lanjutkan lagi besok.” Intruksinya membuat Manager Ji tersenyum lalu keluar dari ruangan itu dengan perasaan senang. Senang karena akan memberikan kabar gembira untuk rekan kerjanya—yang beberapa dari mereka sudah terkantuk bahkan ada yang tertidur diatas dokumen yang sedang mereka kerjakan.

Kini Sehun fokus pada kotak itu. Ia merasa ragu untuk membukanya. Ada sebersit naluri mengatakan bahwa kotak itu akan membawanya ke masa lalu. Tetapi jika ia terlalu banyak berpikir, rasa penasaran akan semakin mengganggunya. Sembari menepis keraguan, Sehun paksa tangannya untuk membuka tutup kotak itu.

Sorot matanya tetap tenang. Namun garis wajahnya memperlihatkan bahwa kini dirinya tengah merasa bingung. Terdapat banyak barang didalam kotak itu—yang sepertinya milik seorang wanita—dan tentunya ia tidak mengenal barang-barang tersebut. Sepucuk surat terselip disana. Betapa kagetnya ketika ia menemukan sebuah nama. Ya, surat itu dari Eujin. Mantan isterinya.

Isi surat itu lumayan banyak. Mungkin sekitar 3 lembar. Isinya ditulis dengan tangan dan tulisannya sangat rapih—membuat Sehun mendadak merindukan wanita itu. Mulanya tidak ada reaksi apapun ketika ia membacanya. Tetapi ketika ia lanjut ke lembaran lainnya, keningnya mengerut. Ia tampak kaget dan tak percaya dengan apa yang ia baca.

‘Semua ini miliknya. Seperti yang kau ketahui. Selama ini aku mencarinya, tetapi selalu gagal dikarenakan hampir seluruh waktuku dihabiskan dirumah sakit. Aku benar-benar berharap bisa bertemu lagi dengannya. Kau tahu, tanpanya mungkin dulu aku sudah tiada. Dia seperti malaikat kecil untukku. Ini harapan terakhirku padamu. Kumohon, temukan dia dan berikan kotak ini padanya. Dan juga, menggantikan aku. Bisakah kau menjaganya? Hidupnya sangat menyedihkan. Aku hanya ingin kau berada disisinya dan membahagiakannya. Sebagai balasan dari pengorbanannya kepadaku selama kami bersama.’

Tanggal yang tertera di surat itu menunjukkan bahwa surat itu ditulis 1 tahun yang lalu—sehari sebelum kematian Eujin. Sesaat Sehun amati satu persatu isi dari kotak itu. Terdapat jaket musim dingin, syal dan kalung. Ia sadari itu, jaket musim dingin berwarna coklat itu sangat kecil, menunjukkan bahwa itu milik seorang gadis kecil. Sesuatu membentur ingatannya. Ia tampak terguncang. Merasa harus mencari kejelasannya, dengan sangat terburu-buru Sehun berlari keluar dari ruangannya lalu menghampiri Manager Ji yang masih berada di meja kerjanya.

Para karyawan yang ternyata masih berada disana pada kaget melihatnya. Mereka sama sekali tidak pernah melihat Sehun dalam kondisi seperti itu. Sehun berlari disana dengan ekspresi cemas diwajahnya, sungguh pemandangan yang asing. Dan juga, matanya memerah? Dia menangis? Membuat semua karyawan yang ada disana semakin bertanya-tanya. Manager Ji yang melihat kedatangannya langsung berdiri dari duduknya.

“Direktur, ada yang bisa saya—“ sorot mata Sehun yang dipenuhi kecemasan dan penyesalan menghentikan perkataannya.

“Penculikan itu terjadi 14 tahun yang lalu?” suaranya terdengar pelan namun mendesak.

“Iya, tapi kenapa—“

“Apa dia tidak sendiri?” kini Manager Ji yang tampak kaget.

“Ba-bagaimana anda bisa mengetahui itu?” lutut Sehun melemas hingga membuatnya terduduk dilantai. Manager Ji dan para karyawan yang berada disana reflek ingin menolongnya, namun Sehun memberi isyarat bahwa dirinya baik-baik saja.

Usai itu, barulah ia mempercayai cerita yang dulunya pernah mantan isterinya ceritakan padanya. Cerita yang dulunya sama sekali tidak pernah ia percaya dan beranggapan itu hanyalah khayalan Eujin saja. Cerita yang selalu membuat Eujin berapi-api ketika menceritakannya. Dan juga, cerita yang membuat Eujin bersemangat untuk menjalani segala pengobatan hanya untuk bisa bertemu dengan malaikat kecilnya itu.

Lalu mengapa dulunya Sehun tidak mempercayai cerita itu? Pertama kalinya mereka bertemu ketika mereka berumur 29 tahun—ya, mereka seumuran dan Eujin sudah dalam kondisi yang lemah. Ketika itu Eujin sudah dalam pengawasan dokter. Mengenai Cerita masa lalu yang sering Eujin katakan, tidak ada yang mempercayainya. Banyaknya macam obat yang ia konsumsi dapat meningkatkan khayalan pada dirinya. Maka itu, mereka berangapan bahwa semua itu hanyalah efek dari obat. Tetapi disamping itu semua, hal yang memperkuat bahwa perkataannya hanya khayalan semata. Nama Eujin tidak masuk kedalam kasus penculikan itu. Lalu apa yang sebenarnya telah terjadi?

--

Pagi itu jauh lebih dingin dari kemarin. 3 lapis pakaian yang ia pakai tidak juga menghangatkan tubuhnya. Mengesampingkan kesehatannya pada saat itu, pagi itu memang jauh lebih dingin. Berdasarkan info cuaca yang tengah ia lihat di layar televisi, pagi itu temperatur udara sekitar 5 derajat celcsius.

Penginapan itu tentu memiliki penghangat ruangan. Tetapi kehangatan itu hanya bisa dirasakan jika berada didalam ruangan saja. Niat awalnya ke Kyoto adalah untuk berlibur. Dengan begitu, bukan berlibur namanya jika hanya berdiam diri di penginapan. Karena itu dia berusaha membujuk ibu dan ayahnya agar di ijinkan untuk berjalan-jalan keluar dari sana.

“Eujin-a, bukannya eomma tidak mengijinkan kamu. Tapi suhu udara saat ini—“

“Eomma, kita disini hanya 3 hari. Bagaimana jika besok, dan besoknya lagi udara tetap seperti ini? Apa dengan begitu kita akan tetap di penginapan ini selama 3 hari penuh? Apa aku harus menyia-nyiakan liburan yang sangat aku nanti-nantikan ini?”

“Kami bukannya tidak mengijinkanmu. Tetapi—“

“Appa! Kapan lagi aku bisa menikmati salju di Kyoto?!! Setelah kembali ke Seoul, aku akan segera menjalani perawatan yang tidak jelas kapan akan berakhir. Apa kalian benar-benar tidak peduli denganku?” suara kerasnya melemah diakhir kalimat. Kedua orangtuanya diam beberapa saat. Merasa sulit membiarkan anak satu-satunya itu untuk melangkah keluar dari penginapan itu.

Jika kondisi kesehatan Eujin dalam keadaan normal, mereka tidak mungkin melarangnya. Tetapi, mengingat perkataan dokter. Sebisa mungkin mereka harus mengawasi aktivitas putri mereka itu, untuk mengurangi dampak buruk yang telah diprediksi.

“Hanya satu jam. Kembalilah sebelum malam tiba.” Kata ayahnya. Senyum Eujin langsung mengembang. Buru-buru ia mengenakan syal dan sarung tangan, lalu berlari keluar dari penginapan seakan itu adalah pertama kalinya ia menghirup udara di luar ruangan untuk yang pertama kalinya.

-

-

-

-

Continued..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel