Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10

Dalam tidurnya dapat Yoona dengar suara rintik hujan yang menghantam jendela kamarnya. Ia buka sedikit matanya yang masih menempel erat. Masih sangat gelap. Tapi, suara berisik para pekerja diluar kamar juga terdengar olehnya. Sesaat ia baru tersadar. Pantas saja gelap, diluar sana kan sedang hujan. Sembari menguap lebar, ia singkirkan selimut yang ada diatas tubuhnya. Tubuhnya mendadak menggigil.

“Hujan membuat udara menjadi sedingin ini.” Dengan terbatuk-batuk ia berlari kecil menuju lemari pakaian. Diambilnya sebuah sweater sepanjang lutut berwarna hijau muda—sama dengan warna piyama yang sedang ia kenakan. Sebelum keluar dari kamarnya, ia lebih dulu masuk kedalam kamar mandi. Mencuci wajah dan menyikat giginya. “hmm, cukup menyegarkan.” Senyumnya kini menghiasi wajah manisnya. Kesegaran itu menggerakan kakinya untuk melangkah keluar dari kamar.

Benar sekali. Para pekerja harian sudah pada berdatangan dan sudah melakukan tugas masing-masing. Yoona yang sedang menuruni anak tangga dapat melihat Bibi Kim yang sedang menyajikan sarapan di meja makan. Oo? Langkah Yoona terhenti sejenak. Ada Sehun di meja makan. Ia baru mengingat itu. Ini masih libur chuseok. Tentu suaminya itu masih libur. Apa aku kembali kekamar saja? Belum juga ia selesai memikirkan pilihannya, Bibi Kim melihat kearah Yoona dengan senyuman sumringahnya.

“Selamat pagi, Nyonya..” dan menyapanya dengan ramah seperti biasa. Dilihatnya, Sehun tak bereaksi sedikitpun.

“Selamat pagi..” balas Yoona. Tetapi belum bergerak sedikitpun dari posisinya. Ia masih berdiri di pertengahan anak tangga. Merasa ragu, turun atau naik kembali.

“Baru saja Paman Nyonya datang.”

“Ne?”

“Banyak sekali makanan yang dibawa.” Kata Bibi Kim sambil menunjukkan ke arah kotak makanan yang tersusun di atas meja makan.

“Maksud Bibi, Paman Ji baru saja datang kesini?” Bibi Kim mengangguk. Tanpa sadar, kaki Yoona sudah melangkah menuju dapur.

“Aa, dia juga memberikan Bokbunja. Katanya ini untuk Tuan.” Diletakkannya sebuah termos ke hadapan Sehun—yang masih serius dengan sarapannya. Pipi Bibi Kim memerah. Ia melirik termos dan Sehun bergantian. “tadi dia juga memintaku untuk mengatakan ini padamu, Tuan.” Sadar Bibi Kim sedang berbicara padanya, Sehun tahan tangannya yang hendak menyumpit lauk. “minuman ini mereka buat menggunakan raspberry terbaik. Rasanya mirip dengan anggur merah dan tentunya manis.” Sehun merasa penjelasan itu tidak terlalu penting dan hendak kembali menyumpit lauk yang ia inginkan, tetapi Bibi Kim kembali melanjutkan perkataannya. “minuman ini juga dapat meningkatkan kadar hormon sehingga dapat menambah kejantanan—“

“Hhemm!” Yoona berdehem ekstra dan syukurnya berhasil menghentikan kalimat berbahaya yang akan Bibi Kim katakan. Sorot mata Yoona memperlihatkan kegugupan. Tidak hanya Yoona, jika diperhatikan dengan teliti..

Ada ekspresi asing di wajah Sehun. Wajah datar itu kedapatan memperlihatkan sebuah ekspresi yang tak pernah terlihat sebelumnya—walau hanya sepersekian detik—tetapi itu adalah sebuah kemenangan untuk Bibi Kim, karena pada dasarnya dia memang berniat menggoda Tuannya yang kaku itu. Tampak tak lagi berselera. Sehun letakkan sumpitnya dengan sedikit hentakan hingga menghasilkan bunyi yang keras. Ia meninggalkan meja makan dengan wajah dinginnya. Tetapi bukannya merasa takut, Bibi Kim malah tertawa pelan. Yoona sampai tak habis pikir dengan tingkah koki bertubuh gempal itu.

--

Sehun tiba di perusahaannya dan disambut dengan tulisan Willis Group yang terpampang jelas di depan pintu masuk. Setiap karyawan yang berada disekitarnya langsung menepi untuk memberi jalan, dan tentunya tak lupa membungkuk memberi hormat padanya. Pintu lift sudah lebih dulu terbuka tanpa sempat membuatnya menunggu. Seperti itulah yang terjadi padanya setiap ia tiba di perusahaannya.

Mungkin ada sedikit perubahan dibandingkan pertama kalinya ia mendapatkan jabatan tertinggi itu. Dulunya ketika ia turun dari mobil, Manager Ji akan segera berdiri disampingnya dan setia mendampinginya hingga tiba di ruangannya. Tapi kini tidak. Ia tidak ingin diperlakukan seperti itu. Dengan begitu, ia meminta Manager Ji untuk tetap berada di meja kerjanya saja. Bagi Sehun, melangkah seorang diri bukanlah hal buruk—lagi pula gedung itu miliknya.

Dirinya kini sudah tak sabar untuk segera mengecek segala macam kerjaan yang tiga hari belakangan ini dengan terpaksa harus ia tinggalkan. Sehun bukanlah lelaki yang terlalu menggilai pekerjaannya. Melainkan terpaksa harus bekerja lebih keras. Karena ia tahu, tanggung jawabnya kini jauh lebih besar dari yang sebelumnya.

Ia tiba di lantai teratas—dimana kantornya berada. Melewati lorong panjang yang di setiap sisi kanan dan kirinya tersusun meja kerja para karyawannya. Tahu mengenai kedatangannya, semua karyawannya yang berada disana langsung berdiri menyambutnya. Ia hanya mengangguk singkat membalas salam hormat para karyawannya.

“Selamat pagi Bapak Presdir.. | Yak, dia tidak suka dipanggil seperti itu! | Loh, kenapa? Dia memang Presdir kita! | Dia lebih suka dipanggil Direktur saja! Kau lupa?!! | Aa, selamat pagi Bapak Direktur!” begitulah tingkah karyawannya yang hingga kini masih tak terbiasa memanggilnya hanya dengan sebutan Direktur saja—karena kenyataannya jabatannya kini merupakan Presiden Direktur.

Lalu mengapa Sehun tidak suka dipanggil sesuai dengan jabatannya saat ini? Jawabannya hanya tidak suka. Baginya, selagi ayahnya masih hidup, perusahaan ini masih milik ayahnya, sang Presdir yang sesungguhnya.

Sehun tiba di ruangannya dan sudah disambut dengan beberapa folder berisikan dokumen yang harus segera ia cek satu persatu. Seperti biasa, hari ini dia pasti akan lembur. Berselang setelah ia duduk di kursi kerjanya, Manager Ji masuk kedalam ruangannya. Membawakan sebuah nampan berisikan secangkir kopi dan setoples roti kering.

“Direktur, ini kopi anda dan ini cemilan dari isteriku.” Ujar Manager Ji sembari meletakkan nampan di meja terpisah—karena meja kerjanya sudah penuh dengan dokumen.

“Terimakasih banyak.” Sahutnya singkat seperti biasa.

“Kalau begitu saya keluar dulu. Hubungi saya jika anda membutuhkan sesuatu.” Sehun mengangguk pelan mengiyakan dan memulai pekerjaannya dari folder dengan dokumen terbanyak.

Mungkin sebagian orang berpikir bahwa Sehun adalah lelaki yang sangat menggilai pekerjaannya. Itu salah besar. Mulanya dia sama sekali tidak menginginkan semua itu. Tetapi kondisi membuatnya dengan terpaksa harus mengisi posisi itu dan mau tidak mau bekerja dengan ekstra agar perusahaan yang sudah ayahnya bangun sejak lama tidak mengalami penurunan.

Karena sudah terbiasa dengan tugas-tugas yang tak ada habisnya. Masalah besar pun sudah tidak mengagetkannya lagi. Ia terkenal teliti dan tidak bisa menerima data yang menurutnya belum sempurna. Karena itu karyawan di perusahaannya harus siap mental disaat berhadapan dengannya.

Tanpa istirahat bahkan melewatkan jam makan siangnya. Sehun terus melanjutkan pekerjaannya. Meskipun Manager Ji memintanya untuk istirahat sejenak, ia tidak akan menghiraukan permintaan Managernya itu. Tapi setidaknya, kopi dan cemilan yang Manager Ji bawa sudah tersentuh olehnya—begitulah yang terlihat oleh Paman isterinya itu.

Kini otot lehernya terasa kaku. Terkadang nyeri dan rasanya sangat tidak nyaman. Pandangannya juga melemah karena kelelahan. Sesaat ia hentikan pekerjaannya dan barulah terlihat olehnya, dari balik dinding kaca, tampak matahari tengah berpamitan. Langit pun berubah menjadi orange dan di sisi lainnya kegelapan mulai membaur hendak mengambil alih.

-

-

-

-

Continued..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel