5. Kalung Liontin Ruby
"Hai, Dewa!"
Senyum lebar mengukir bibir Dewa. "Ku kira, kamu sudah lupa padaku."
"Hehehe. Tidak mungkin aku melupakan orang ganteng seperti mu."
"Tapi buktinya, kamu menolak ku," ujar Dewa.
"Aishhh,,, kamu membahas itu lagi." Linzy pura-pura merajuk.
"Hehehe. Maaf. Aku hanya rindu padamu." Dewa menatap lekat wajah Linzy. "Ngomong-ngomong, bagaimana kabar mu? Ku dengar kamu menghabiskan waktu libur mu di kampung."
Linzy mengangguk. "Iya, aku pergi ke rumah nenek. Tapi maaf Dewa, aku tidak bisa ngobrol lebih lama. Masalahnya, aku banyak pekerjaan."
"Iya, aku mengerti. Sebagai sekretaris dan tangan kanan bos, tentu saja waktumu sangat berharga."
"He-he-he bukan begitu. Kamu tahu sendiri, Mr. Robert orangnya seperti apa," bantah Linzy mengecilkan volume suaranya.
Selagi mereka berdua asyik ngobrol, ponsel Linzy bergetar. Nama Mr. Robert tertera di layar ponsel.
"Aku harus segera naik. Mr. Robert memanggil ku." Linzy cepat-cepat menyelesaikan sarapannya. "Sampai jumpa lagi, Dewa."
"Sampai jumpa, Linzy. Lain kali, kita sambung obrolan kita."
"Iya, tentu saja!"
***
Waktu terus berlalu, hari yang dinantikan Linzy akhirnya tiba. Hari di mana merupakan hari paling spesial dalam hidup Linzy.
"Sayang," panggil Nyonya Mela, ibunda dari Linzy.
Pintu kamar berhiaskan gantungan Hello Kitty dibuka dari dalam, Linzy baru selesai mandi masih mengenakan bathrobe. "Ada apa, ma?"
"Kamu tidak kerja?" tanya Nyonya Mela.
"Mr. Robert mengijinkan aku libur, katanya sih sebagai hadiah ulang tahun ku."
"Baik sekali bos mu itu," puji Nyonya Mela.
"Mama ada apa mencari ku?" tanya Linzy membuka pintu kamarnya lebar-lebar untuk memudahkan ibunya masuk.
Di dalam kamar, Nyonya Mela memberikan sebuah kotak kecil pada Linzy. "Ini hadiah ulang tahun dari papa dan mama."
Kedua bola mata Linzy berbinar saat melihat kotak kecil di telapak tangan ibunya. "Waaah ,,, apa ini ma?"
"Bukalah."
Sebuah kalung emas berliontin ruby sebagai hadiah ulang tahun langsung membuat Linzy kegirangan. "OMG! Indah sekali. Sudah lama aku menginginkannya. Terima kasih ma." Linzy memeluk ibunya erat.
"Kamu suka?!"
"Tentu saja aku suka! Sangat suka!" jawab Linzy tak lepas menatap liontin di tangannya.
"Pakai kalung itu nanti malam," pinta Nyonya Mela.
"Akan ku pakai kalung ini dan ku pamerkan pada teman-temanku!" seru Linzy kegirangan.
"Tapi nak, nanti malam, mama dan papa tidak bisa menemani kamu sampai acaranya selesai."
"Kenapa?!" tanya Linzy.
"Papa mu harus bertemu klien ditempat lain. Tidak apa-apakan, nak?"
"Apa tidak bisa dibatalkan saja?!" pinta Linzy. "Malam nanti acara istimewa buatku."
"Tidak bisa sayang. Klien ini sudah jauh-jauh hari membuat janji dengan papa mu. Kalau dibatalkan, papa mu tidak enak. Kamu mengertikan?!"
"Iya," jawab Linzy berat hati.
Setelah itu, Nyonya Mela pergi meninggalkan kamar putri semata wayangnya.
Dreet ,,, dreet ,,, dreet!
Ponsel di atas nakas bergetar. Linzy melihat nama sahabatnya tertera di layar ponsel.
Silvy :
"Hallo, Linzy!"
Linzy :
"Hallo."
Silvy :
"Nanti malam acaranya tidak berubah?!"
Linzy :
"Tidak! Jangan lupa loe datang!"
Silvy :
"Tentu saja gue akan datang. Tidak akan aku lewatkan makan malam gratis!"
Linzy :
"Ok!"
Sambungan telepon ditutup. Linzy kembali melihat kalung liontin ruby. Senyum lebar menghias wajahnya. Sangat terlihat jelas kalau Linzy sangat menyukainya.
***
Di tempat lain, Tuan muda Trista sedang dirayu sahabat sekaligus tangan kanannya.
"Come on, loe ikut dengan ku nanti malam," ajak David.
"Gue malas datang ke acara seperti itu," tolak Trista. "Membayangkannya saja gue malas apalagi harus datang."
"Yaelah. Nanti di sana akan banyak cewek-cewek cantik. Loe bisa pilih, cewek mana yang loe mau," rayu David tidak patah semangat. "Tinggi, pendek, kurus, gendut, loe bisa pilih."
"Yang ulang tahun siapa?" tanya Trista. "Apa gue kenal?!"
Sesaat David diam, mengingat Trista mengenal Linzy atau tidak. "Sepertinya kalian berdua belum kenal. Saudaraku itu belum pernah kumpul dengan kita."
Trista bangun dari duduk. "Ok! Kalau begitu gue tidak ikut!"
"Eh, eh, jangan begitu Trista!" David ikut bangun dari duduk. "Loe harus ikut! Gue tidak mau dengar alasan apapun! Pokoknya loe harus ikut dengan gue!"
Trista tidak menghiraukan rengekan David. Kaki panjangnya melangkah pergi keluar dari ruang kerjanya.
***
Waktu terus berlalu, Linzy sudah berada di restoran, tempat dimana acara ulang tahunnya akan berlangsung.
Ruangan yang tidak begitu besar, tapi ditata sangat apik berhiaskan pernak pernik warna-warna cerah serta bunga-bunga segar di setiap tempat.
"Lin, ruangannya bagus banget," puji Silvi di samping Linzy. "Simple tapi elegant."
"Gue yang mengaturnya sendiri. Secara gue sekarang sudah besar, umurku duapuluh tiga tahun. Gue sudah dewasa, jadi gue mengatur ruangan ini tidak seperti ulang tahun umur tujuh belas."
"O ya, umur duapuluh tiga tahun, tapi belum tahu rasanya pacaran," ledek Silvi. "Gue sangat yakin, loe belum pernah merasakan apa itu ciuman."
"Yang bisa menyentuh bibir dan tubuh gue adalah laki-laki yang nantinya akan jadi suami gue. Jadi, gue tidak akan sembarangan memberikan bibir yang sangat berharga ini kepada setiap lelaki. Memangnya loe yang doyannya main sosor sana sini!"
"Hehehe," Silvi terkekeh. "Sembarangan tuduh gue sosor sana sosor sini. Gue hanya ciuman dengan pacar gue, bukan dengan sembarang cowok!"
"Sama saja! Sudah berapa puluh kali loe ganti-ganti pacar."
"Ha-ha-ha," tawa Silvi makin terbahak. "Itu tandanya gue laku. Daripada loe, umur dua puluh tiga tahun belum tahu rasanya pacaran."
"Gue bukan tidak laku, tapi gue pilih-pilih. Untuk mendapatkan gue tidak semudah membalikkan telapak tangan. Secara gue itu masih perawan, cantik, pintar, tidak sombong dan baik hati."
Selagi Linzy panjang lebar memuji dirinya sendiri, tiba-tiba wajah Silvi menegang saat pandangannya menangkap wajah pria yang baru saja masuk lewat pintu utama.
"Lin ,,, Lin, lihat itu!" tunjuk Silvi pada orang yang baru saja masuk.
"Apa?!" tanya Linzy, namun tiba-tiba ponsel di tangannya bergetar sehingga tidak melihat apa yang ditunjuk Silvi.
"Si Alex, si Alex. Coba lihat itu!" seru Silvi.
Linzy tidak menghiraukan Silvi. Fokusnya malah menerima panggilan telepon dari ibunya.
"Eh, eh, kemana si Alex?!" Silvi kehilangan orang tersebut di antara teman-temannya. "Lin ,,, Lin, si Alex hilang!"
Linzy telah selesai menerima telepon. Bertanya pada Silvi. "Ada apa sih, heboh banget! Barusan yang telepon nyokap gue!"
"Loe undang si Alex?!" tanya Silvi cemas.
Linzy mengernyitkan alis, "Alex? Maksud loe, si Alex yang ,,,"
"Iya, si Alex itu!" potong Silvi kesal. "Si Alex yang mau perkosa si Mirna!"
"Hah!" Linzy kaget.
"Barusan ada di sana!" tunjuk Silvi ke arah depan. "Gue melihatnya!"
"Mana?!" tanya Linzy penuh kekhawatiran.
"Tadi si Alex berdiri di sana!" Silvi melihat ke arah kerumunan teman-temannya. "Bahkan melihat ke arahmu!"
Kecemasan menghinggapi hati Linzy. Berbagai macam pikiran buruk muncul satu per satu dalam benaknya.
