Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Hadiah Terindah Dari Kakak Sepupu

"Apa loe yakin, itu si Alex?!" tanya Linzy.

"Gue sangat hapal wajah si Alex! Bahkan gue tahu berapa jumlah tahi lalat yang ada di wajah buriknya itu!"

"Si Alex datang dengan siapa?!"

"Yang gue lihat, dia masuk sendirian," jawab Silvi. "Lin, sebaiknya kita cari si Alex daripada kita hanya cemas menunggu seperti ini. Gue khawatir, si Alex akan mencari masalah di acara loe ini. Secara kita tahu kalau si Alex sangat dendam ke elu tentang masalah si Mirna."

Sementara itu, di jalan raya yang penuh kemacetan. David duduk di belakang setir membelah jalan raya besar mendahului kendaraan lain.

"Acaranya di mana? Lama banget, dari tadi tidak sampai-sampai," keluh Trista.

"Sebentar lagi sampai," jelas David. "Sabar, sabar."

Trista menguap. "Gue ngantuk."

"Loe tidur saja. Nanti kalau sudah sampai, gue bangunkan loe!"

Trista langsung menutup mata elangnya. Wajah tampannya terlihat sangat lelah, tak lama kemudian terdengar dengkuran halus keluar dari bibirnya.

David menambah kecepatan mobilnya. Jalan raya lengang membuatnya lebih mudah dalam membelah jalan raya mendahului kendaraan roda empat lainnya.

Sementara itu, di tempat lain. Linzy menyambut teman-temannya yang datang satu per satu.

"Rasanya baru kemarin loe merayakan ulang tahun yang kedua puluh dua, sekarang sudah yang kedua puluh tiga saja. Waktu cepat sekali berlalu," ujar Siska, teman Linzy dari SMP.

Linzy hanya menanggapi dengan senyuman. Sejujurnya, Linzy kurang suka dengan Siska yang bermuka dua, tapi karena rumahnya dekat, jadi Linzy mengundangnya.

"Tapi ngomong-ngomong, mana cowok loe?!" tanya Siska. "Jangan bilang kalau kau tidak punya cowok."

"Heh, apa urusannya dengan kau!" jawab Silvi. "Si Linzy sudah punya cowok ataupun belum punya cowok, tidak ada urusannya dengan kau!"

Siska tersenyum sinis. "Sayang banget, di hari spesial masih belum punya cowok."

Silvi terlihat geram, kedua tangannya mengepal disamping kiri dan kanan tubuhnya. "Apa maksud kau?!"

Linzy menyenggol lengan Silvi, memberi isyarat agar Silvi tidak terpancing emosi.

Teman Siska yang berdiri di samping ikut menimpali. "Ternyata cantiknya seorang wanita bukan jaminan bisa mendapatkan cowok. Sayang sekali, kecantikan yang mubajir."

"Tutup mulut kalian!" bentak Silvi geram.

"Ssst ,,, pelankan suara mu, semua orang melihat kita," bisik Linzy.

Beberapa pasang mata melihat ke arah mereka berempat.

"Lebih baik kita pergi," lanjut Linzy menarik tangan Silvi. "Gue tidak mau terjadi keributan."

"Awas kau!" ancam Silvi menatap galak pada Siska sebelum pergi ikut dengan Linzy.

Siska tersenyum penuh kemenangan. "Dasar perempuan bodoh!" umpatnya. "Lihat, apa yang aku lakukan selanjutnya pada kalian berdua."

Di tempat sepi, Silvi menepiskan tangan Linzy. "Ngapain sih, loe tarik-tarik tangan gue! Harusnya loe biarkan gue menghajar bibir wanita jahat itu!"

"Loe pikir gue tidak kesal pada si Siska?!"

Silvi cemberut. Garis kemarahan masih terlukis jelas di wajahnya.

"Tangan gue juga gatal ingin menghajar wajah si Siska," ujar Linzy. "Tapi kalau gue lakukan itu, acara ulang tahun gue bisa berantakan! Dan itu yang di inginkan si Siska, ulang tahun gue berantakan dan kacau!"

Silvi diam, apa yang dikatakan Linzy ada benarnya, mungkin saja memang Siska berniat ingin mengacaukan acara ulang tahun Linzy.

"Loe mengerti?!" tanya Linzy.

Silvi mengangguk. "Iya. Tapi jangan salahkan gue kalau wanita ular itu berulah lagi!"

"Gue serahkan wanita ular itu sama loe!" ujar Linzy tegas.

Akhirnya, keduanya terkikik saling melempar pandang. Kemudian kembali membaur bersama teman-teman yang lain karena acara sebentar lagi akan dimulai.

Orangtua Linzy datang hanya sebentar, walau berat meninggalkan putri semata wayangnya, tapi klien Tuan Darmawan mengubah jam pertemuan menjadi lebih awal.

Sementara itu, ditempat parkir hotel, David baru saja sampai. Mobil sport merah keluaran terbaru miliknya langsung parkir ditempat aman. Dilihatnya Trista baru saja membuka mata.

"Sudah sampai?!" tanya Trista serak.

"Baru sampai," jawab David.

Trista merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Melihat keluar. "Saudaramu ulang tahun di hotel?!"

"Bukan di hotelnya, tapi di restorannya," jawab David.

"Tapi ngomong-ngomong, kenapa gue tidak tahu loe punya saudara perempuan?!"

"Saudara sepupu. Nyokapnya si Linzy, adiknya nyokap gue. Kita memang jarang bertemu, apalagi kita semua sama-sama sibuk kerja. Loe tahu sendirilah, bagaimana ibukota tercinta kita ini kalau sudah berkaitan dengan pekerjaan. Pasti lupa semuanya," jelas David.

Trista membuka jas dan dasi yang dipakainya. Kemeja biru yang dipakainya, dibagian lengannya dilipat sampai pangkal lengan sehingga terlihat lebih santai. Begitu juga dengan David, melakukan hal yang sama.

"Setelah bertemu dengan saudara loe, kita langsung pulang."

"Kita lihat saja nanti. Secara si Linzy kalau sudah ketemu gue pasti tidak mau jauh," ujar David.

Trista keluar dari dalam mobil. Merenggangkan otot2nya yang terasa kaku.

"Come on, kita masuk," ajak David.

Trista mengikuti David dari belakang. Walau Trista bos sekaligus pimpinan perusahaan besar, tapi saat diluar jam kantor, tidak ada perbedaan antara bos dan anak buah. Trista memperlakukan David selayaknya seorang teman.

Dree ,,, dreet ,,, dreet!

Ponsel Trista bergetar.

"Gue terima telepon dulu, loe duluan saja, nanti gue susul."

"Ok," jawab David. "Jangan lupa, di restorannya."

Trista menerima panggilan telepon, sementara David melanjutkan lagi langkahnya yang sempat terhenti.

"Hai, lihat! Siapa itu?!" seru Silvi saat melihat ke arah pintu masuk.

"OMG!"

"Ehh,, eh, Linzy!" panggil Silvi melihat Linzy langsung pergi menyambut pria tampan yang baru saja masuk.

David merentangkan kedua tangan menyambut Linzy yang datang padanya. "Hallo, sayang."

"David!"

Keduanya berpelukan erat bak sepasang kekasih yang lama tidak berjumpa.

"Kamu sudah besar. Tubuhmu makin tinggi dan makin cantik."

"Ha-ha-ha," Linzy tertawa terbahak. Tangannya masih erat memeluk tubuh tinggi David. "Aku sangat senang kamu datang."

"Selamat ulang tahun saudaraku," bisik David. "Cepat dapat jodoh biar gue cepat punya keponakan."

Linzy melepaskan pelukan. "Enak saja cepat punya keponakan. Loe saja yang cepat kawin biar gue yang cepat punya keponakan."

"Memangnya loe tidak keberatan kalau gue yang cepat married?!"

"Enggak! Gue malah senang kalau loe cepat punya jodoh. Secara, orangtua loe tidak pusing lagi cari jodoh buat loe!"

"Ha-ha-ha," keduanya tertawa terbahak sampai mengundang semua mata melihat kearah keduanya.

"Ehm!" Silvi berdeham di samping Linzy.

"David, kenalkan ini teman baikku."

David menyalami Silvi. "Hai!"

"Hai," jawab Silvi tak lepas menatap wajah David. "OMG! Tampan banget saudaranya si Linzy ini," bisik hati kecilnya.

"Eh, ngomong-ngomong loe tidak bawa kado buat gue?!" tanya Linzy melihat tangan David kosong.

"Urusan kado saja, loe ingat!" David merogoh saku celana panjangnya. "Ini buat loe!"

"Wah, apa ini?!" mata Linzy berbinar melihat kotak kecil di tangan David.

"Eith! Tunggu dulu!" David menepuk tangan Linzy yang hendak mengambil kotak kecil di tangannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel