
Ringkasan
"Ya Tuhan, kenapa ini terjadi padaku?! Kenapa, aku harus bertemu lagi dengannya?!" Setelah kejadian di malam itu, Linzy menutup rapat semua kenangan tentang Trista. Namun, takdir berkata lain. Sejauh apapun jarak memisahkan, sekuat apapun perasaan dipungkiri, tapi bila takdir mempertemukan kembali, apa bisa Linzy menolak?! Simak dan ikuti ceritanya sampai akhir! [ Thank You My Love, With You I'm Happy ,,, TA_EM ]
1. Terjebak Dalam Pertemanan
"Ku mohon, lepaskan aku ,,," pinta Mirna mengiba di antara suaranya yang tercekat menahan tangis.
Mirna bersimpuh di hadapan ketiga temannya yaitu Willy, Toni dan Alex. Air mata tak henti keluar dari mata sembabnya.
"Ha-ha-ha," tawa Willy membahana mengisi udara diruangan yang hanya bercahayakan lampu temaram.
"Kau ingin kami lepaskan?!" tanya Toni.
Mirna mengangguk penuh harap. Wajah lesu, mata sembab serta baju lusuh yang dipakainya terlihat kontras di antara ketiga pria yang berdiri di hadapannya.
"Ok," jawab Alex tersenyum lebar. "Tapi sebelumnya, he-he-he kau harus melayani kami bertiga terlebih dulu."
Mirna menggeleng lemah. Keinginan ketiga orang tersebut tidak mungkin bisa dipenuhi. Apa yang mereka inginkan adalah harta paling berharga bagi seorang wanita.
"Bagaimana?" tanya Alex.
Mirna menggeleng pelan. "Kalian temanku, kenapa tega seperti ini padaku?!"
"Ha-ha-ha. Naif sekali kau!" sergah Willy. "Siapa yang ingin berteman denganmu?! Kau hanya gadis kampung yang sok-sokkan ingin berteman dengan kami! Kau tidak selevel dengan kita bertiga! Bercerminlah kau!"
Mirna terisak, air mata tak bisa lagi dibendung. Tatapannya jatuh pada lantai kotor yang ada di bawah tubuhnya.
"Mimpi kau terlalu tinggi! Kita orang kota dan terpelajar, mana mau berteman dengan kau! Gadis dusun, bau lumpur!" sambung Alex ketus.
Mirna mendongak, menatap ketiga pria tersebut silih berganti. "Tapi bukankah, kalian sendiri yang minta aku menjadi teman kalian?"
"Ha-ha-ha. Dasar bodoh! Kami mendekati kau karena tertarik dengan tubuh mu yang aduhai itu!" sergah Toni memandang mesum tubuh Mirna.
"Kalian jahat," bisik Mirna lirih di antara isak tangisnya.
"Oh, tidak baby. Kami bertiga tidak jahat," sangkal Willy. "Justru kami sangat baik karena sebentar lagi, kami akan memberikan kenikmatan tiada tara padamu. Lebih nikmat lagi kalau kau mau bekerjasama."
Toni mendekati Mirna. "Ayolah, aku sudah tidak tahan. Layani kami dengan baik agar tenaga mu tidak terbuang sia-sia. Kau cukup menikmati saja, biar kami yang bekerja."
"Tidak, ku mohon, jangan," tolak Mirna mengiba saat Toni menarik tangan kirinya. "Jangan!"
"Lebih baik kau diam!" bentak Toni mulai kesal. "Turuti saja keinginan kita bertiga! Tugasmu hanya mendesah dan mendesah."
Mirna berusaha melepaskan pergelangan tangannya dari cengkeraman Toni. "Lepaskan! Jangaaan! Aku tidak mau!"
Willy dan Alex tidak tinggal diam. Tubuh Mirna yang lemah diangkat ke atas meja tua penuh debu.
"Jangan! Lepaskan aku!" jerit Mirna histeris.
"Diam kau!" bentak Toni paling garang di antara Willy dan Alex.
"Ayo, Ton! Cepat eksekusi sebelum ada orang datang!" seru Willy. "Atau gue duluan!"
Breeet!
Baju lusuh Mirna ditarik Toni sampai robek sehingga memperlihatkan tubuh bagian depannya.
"Aaaa ,,," jerit histeris Mirna. "Jangaaan!"
"Bukit kembar si Mirna ternyata besar juga. Gue jadi tidak sabar ingin menikmatinya!" seru Willy tak berkedip melihat dua bukit kembar Mirna yang tertutup kain hitam.
Breeet!
Toni kembali menarik satu-satunya penghalang yang menutupi bukit kembar Mirna.
"Aaaa,,,," Mirna semakin menjerit histeris. Hawa dingin langsung melingkupi kulit mulusnya. "Ku mohon, lepaskan aku."
"Wooow!" seru ketiganya bersamaan.
Mirna tidak berdaya, tubuh moleknya dipandangi ketiga orang yang telah dirasuki nafsu setan. Kedua tangan kiri dan kanannya dipegang erat Willy dan Alex. Lelehan air mata tak henti keluar dari sudut mata.
"Ck, ck, ck ,,, luar biasa body nya gadis kampung ini," puji Toni tak lepas menatap tubuh Mirna yang telentang di atas meja. "Body goals, alami. Kulitnya juga sangat mulus."
"Bro, itu bro!" tunjuk Willy pada tubuh bagian bawah Mirna. "Itu bagian paling penting."
Mata sembab Mirna melebar saat Willy menunjuk pada aset intinya. "Tidak! Tidak! Jangaaan!" teriaknya ketakutan.
"Ha-ha-ha," ketiganya tertawa terbahak.
Mirna teriak kencang. "Tolong! Tolooong ,,,"
"Diam brengsek!" bentak Toni sewot melihat ke arah pintu keluar rumah.
"Sumpal mulutnya! Jangan sampai ada orang yang mendengar teriakannya!" seru Alex panik.
Toni mengambil baju Mirna yang tergeletak di lantai untuk menyumpal mulut Mirna.
"Tolooong ,,, tolooong," kepala Marni bergerak kiri kanan menghindari kain yang akan menyumpal mulutnya.
"Diam kau!" bentak Toni menarik rambut Mirna agar tidak bergerak.
"Mmm ,,, Mmm ,,," Mirna berontak, mulutnya telah penuh dengan kain.
"Ha-ha-ha."
Ketiga orang tersebut tertawa terbahak setelah berhasil menyumpal mulut Marni.
"Siapa yang akan mulai duluan?!" tanya Alex tak lepas melihat tubuh telentang Mirna.
"Gue!" jawab Toni. "Gue paling demen anak perawan! Sensasinya luar biasa saat senjata gue berhasil merobek selaput dara anak perawan. Ha-ha-ha."
"Ha-ha-ha," Alex tertawa terbahak.
"Ya Tuhan, tolong aku," jerit hati kecil Mirna menutup aset intinya dengan kedua pahanya.
Toni meraih kedua kaki Mirna. "Bagaimana senjata gue bisa masuk kalau kaki lu seperti itu?!"
"Mmm ,,, mmm," Mirna berontak, kepalanya bergerak ke kiri dan kanan, teriakannya tertahan oleh sumpalan kain dalam mulutnya. Tapi Mirna tidak kehilangan akal, kakinya menendang Toni yang berdiri di antara kedua kakinya.
"Shit!" umpat Toni saat kaki kanan Marni berhasil menendang pergelangan tangannya.
"Biar gue yang pegang, bro!" seru Willy. Tangan besarnya langsung mencengkeram kaki kanan Mirna.
"Dan yang satu ini, biar gue yang pegang!" Alex tak mau ketinggalan, kaki kiri Mirna dicengkeramnya kuat-kuat sampai tak bisa bergerak.
Lengkap sudah penderitaan Mirna, kedua kakinya telah dipegang kuat serta dibuka lebar-lebar.
"Ha-ha-ha."
Tawa membahana mengisi udara di sekitar ruangan dari ketiga orang pria yang telah dirasuki nafsu setan.
"Cepat bro, nanti ada orang datang!" tegur Alex pada Toni.
Tanpa membuang waktu, Toni segera membuka risleting celana panjangnya. Benda pusaka yang sudah membumbung tinggi, segera dilepaskan.
"Ha-ha-ha."
Alex dan Willy tertawa terbahak saat melihat benda pusaka Toni telah berdiri tegak siap memporak-porandakan harga diri seorang Marni.
"Besar banget, bro!" seru Alex. "Sekali terobos, langsung jebol!"
"Cepat bro, gue juga sudah tidak tahan!" ujar Willy melihat asetnya yang juga sudah berontak di balik celana jeans-nya.
"Bagaimana bisa masuk kalau masih ditutup begini?!" ucap Toni melihat aset berharga Mirna masih ditutup kain berenda hitam.
"Banyak ngomong kau!" Alex mulai kesal pada Toni. "Tinggal tarik saja, apa susahnya!"
"Ha-ha-ha. Ok, bro!"
Kedua mata Mirna terbelalak lebar saat Toni menarik paksa satu-satunya kain yang menutup aset pribadinya.
"Mmm ,,, mmm ,,," ingin Mirna menjerit sekerasnya, tapi apa daya, mulutnya telah disumpal kain. Bahkan kakinya juga tidak berdaya dalam cengkeraman kuat Alex dan Willy.
Tatapan ketiga orang tersebut semakin liar saat melihat apa yang di inginkan terpampang nyata depan mata.
"Cepat bro!" tegur Alex. "Gue semakin tidak tahan. Miliknya si Mirna benar-benar membangkitkan gairah gue!"
"Sabar, sabar!" jawab Toni tak berkedip melihat surga dunia Mirna terbuka lebar depan matanya. "Gue ingin melihat bentuk anak perawan terlebih dahulu. Pegang kakinya kuat, gue tidak mau terkena tendangannya."
"Yaelah!" sungut Alex kesal, tapi tetap mengikuti apa yang diminta Toni.
"Sudah tidak ada waktu lagi, bro! Cepat eksekusi atau gue yang ambil alih!" bentak Willy mulai hilang kesabaran. "Banyak cing cong, kau!"
Mendapat bentakan dari Willy, Toni tidak terima. Tatapannya beralih pada Willy. "Lu berani bentak gue?!"
