4. Oh, God! That Shit CEO! (4)
Chapter 4 :
Oh, God! That Shit CEO! (4)
******
DIA ke sini? Well, pantas saja semua orang jadi tercengang. Ada seorang pria tampan yang tiba-tiba masuk ke divisi marketing! Looking for a girl? Apa yang sedang Justin katakan?
Tiba-tiba mata Justin mendapatkanku. Aku sontak membuang wajahku. Sial, apa dia sedang mencariku?!
"Ahh... I got you. Violette, ikut aku." Dia berbicara dengan tegas, lalu saat sudah sampai di dekatku, dia menarik tangaku. Megan dan aku membelalakkan mata karena kaget, tetapi Megan tak bereaksi sama sekali untuk menolongku. Mungkin saking terpesonanya dengan Justin, dia jadi lupa. Aku terus meminta tolong padanya, tetapi dia tak menghiraukanku. Semua orang terlihat kaget melihat Justin menarikku, padahal aku yakin kalau tak semua orang tahu bahwa yang menarikku ini adalah CEO di sini. Namun, mereka pasti bisa mengambil satu kesimpulan: orang ini mirip dengan ciri-ciri CEO Alexander Enterprises Holdings yang selalu mereka dengar. Ya, soalnya aku juga mendengar informasi itu di hari pertama aku bekerja. Ciri-cirinya memang agak mengingatkanku pada Justin, tetapi aku sama sekali tak menduga bahwa itu memang benar-benar Justin.
Selain itu, orang ini hampir tidak pernah terlihat—sesuai dengan informasi yang sudah tersebar di antara para karyawan—jadi pasti orang ini adalah CEO yang sering dibicarakan. Ciri-ciri yang mereka tahu tentang CEO di perusahaan ini sebenarnya cukup spesifik, yaitu berambut spike dengan warna cokelat keemasan dan beriris mata lelehan karamel. Soal muda dan tampangnya, mereka tidak tahu. Namun, aku yakin sekarang mereka tahu!
Justin menarikku terus hingga kami sampai di dekat lift. Saat keluar dari ruangan tadi saja semua orang sudah tercengang. Melihat orang yang kelihatannya penting di perusahaan ini tiba-tiba menarik seorang karyawan bak menyeret anak kecil di sepanjang jalan. Sebenarnya, apa yang dia lakukan, sih? Apa dia tak malu menarik-narik karyawan biasa sepertiku? Atau mungkin dia sudah gila? Atau mungkin...dia itu menganggapku sebagai Violette yang dulu adalah rekannya, makanya dia bersikap biasa saja?
Ya, mungkin seperti itu. Well, aku bersyukur jika itu memang benar. Aku tak mau berhadapan dengan Justin yang kejam.
Setelah masuk ke lift, pintu kubikel lift itu langsung tertutup dan dia melepaskan pegangan tangannya dariku. Dia menekan satu tombol di sana dan merapikan jasnya, kemudian menaruh kembali tangannya di dalam saku celananya. Aku berdiri sembari tertunduk di sebelahnya dan memaki diriku sendiri. What the hell. This is the worst day ever.
Justin hanya diam dengan ekspresi datarnya.
"Mengapa kau menarikku seperti itu?!! Apa kau tak malu? Kau itu CEO di sini! Kau bisa memanggilku lewat bawahan lain atau lewat bosku! Mengapa kau sampai datang ke divisi marketing segala? Apa kau sudah gila?!! Apa yang akan orang-orang katakan?!"
"Cerewet seperti biasa," balasnya dingin. Aku menggeram dan mengepalkan tanganku.
"Jika aku cerewet, biarkan aku cerewet kali ini di sini," ujarku, aku kini mendengkus tak keruan. Dia bahkan tak menatapku sama sekali; dia masih tenang dengan gaya santainya. Sialan.
"Justin—I mean, sir—ahhh!! Sudah cukup dengan semua itu. Begini, aku tak bisa menjadi executive assistant-mu jika kau bersikap seenaknya seperti ini! Ke mana Justin yang kukenal tidak serampangan dulu? Kau juga merokok sekarang dan kau tahu aku tidak tahan dengan asap rokokmu!"
"Jadi, kau pikir aku serampangan? Lihat dulu dirimu, Nona." Dia menjawab dengan santai. Aku menggeram, bersiap mengeluarkan bom protesku lagi. Dia lebih serampangan dariku dan dia menuduhku?
"Aku?! Kaulah yang—"
"Jangan membantahku lagi, Violette. You hear me?" ujarnya, masih dengan ekspresi santainya. Ia masih berdiri dengan tegap, tak bergerak, meskipun aku mengoceh padanya. Aku saja sudah nyaris berdiri berhadapan dengannya!
Setelah itu, ia melanjutkan, "dan lagi, kuharap kau konsisten antara kita yang dahulu dan yang sekarang. Sekarang kau adalah executive assistant-ku dan kau hanya mengerjakan apa yang kuperintah. Soal rokok, itu adalah kebutuhanku dan kau juga tak bisa melarangnya. Jelas?"
Aku mendengkus, memejamkan mataku kuat-kuat hingga menimbulkan kernyitan di dahiku. Akan tetapi, bunyi 'ding' dari lift ini menyadarkanku dan akhirnya aku membuka bola mataku.
…dan tahu apa?
Ternyata, Justin sudah berjalan duluan. Dia meninggalkanku!
Aku mengumpat lagi.
Aaargh—sial!
Aku mulai berlari untuk menyesuaikan langkahku dengan langkahnya. Aku agak heran, padahal dia berjalan dengan santai, tetapi dia tetap sulit untuk kukejar. Namun, sebenarnya aku memakai rok selutut yang tentu saja sempit untuk dipakai berlari. Aku juga memakai high heels. Jadi, langkahku agak terbatas.
Saat aku baru saja bisa menyamakan langkahku dengan langkahnya, dia mulai membuka pintu ruangan CEO, lalu masuk ke dalam ruangan itu. Aku berdecak, kemudian aku ikut masuk.
Dia langsung pergi ke mejanya dan jari telunjuknya menunjukkanku sesuatu yang ada di samping kirinya, berjarak sekitar dua meter di samping kirinya. Sebuah meja. Itukah mejaku?
"Itu adalah mejamu. Mohon kerja samanya, Ms. Violette Morgan," ujar Justin kemudian.
Ah. Ternyata benar.
Ergh. Aku menelan ludahku gugup. Setelah itu, dia mulai duduk dan kembali berkutat dengan laptopnya. Lama aku berdiri di depan pintu, memandangi mejaku, dan akhirnya aku pun berjalan dengan pelan—kelewat pelan—menuju ke mejaku. Aku lalu duduk di sana dan menaruh tasku di atas meja. Aku kembali menoleh ke arah Justin dan mulai merasa bingung. Apa yang harus kukerjakan?
"Jangan memandangiku. Bisakah kau menjaga matamu, Ms. Morgan?" katanya dengan santai, matanya bahkan masih memandang laptopnya.
Shit!!!
"Aku TIDAK MEMANDANGIMU!!!" bentakku dengan kesal. Dia hanya sibuk melihat ke layar laptopnya dan tidak memedulikanku. "Aku sedang membuat seratus peraturan untukmu serta lembar kerja untukmu. Jadi, bersabarlah."
Seratus? Dia gila! Mengapa banyak sekali? Oh Tuhan, apa mungkin ini yang menyebabkan dia kehilangan executive assistant-nya?
"Jangan berpikir bahwa seluruh peraturan ini membuatku kehilangan executive assistant-ku, Nona," ujarnya, dia seolah bisa membaca pikiranku. Aku membelalakkan mata, lalu dia melanjutkan, "Justru mereka semua betah. Mereka pergi karena sesuatu yang lain. Aku harus menambahkan peraturannya jika kau yang menjadi executive assistant-ku karena kau suka membantah."
Argh, siaaaal!! Aku tak tahan lagi. Aku langsung berdiri dari kursiku dan mulai berbicara sesuatu padanya sebelum aku ke luar.
"Dengar, Mr. Sok Mengatur. Kau. Bukan. Justin. Yang kukenal. Titik." []
