Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Perhatian

Hari sudah gelap, tetapi Alex masih belum kembali.

Hana mondar mandir menunggunya dengan gelisah. Meski dia jelas mendengar Alex mengatakan akan pulang di atas jam lima, tetapi entah kenapa dia masih saja khawatir. Di tambah dia juga bosan setengah mati lantaran tidak memiliki aktifitas lain selain tiduran sepanjang hari.

Suara deritan pintu cukup mengejutkannya, namun sesosok pria dengan pakaian lusuh, kemeja dengan dua kancing atas yang tidak di kaitkan, serta rambut yang berantakan membuat bibirnya mengembang.

Dia lega karena pria itu akhirnya pulang. Meski dengan keadaan semrawut yang membuatnya ingin tertawa, namun dia urungkan. Tidak sampai hati mentertawakan pria yang tengah kelelahan itu.

Bagaimana tidak lelah, jika Alex tidak tidur semalaman, namun masih saja kelayapan hingga hari gelap, itu adalah salahnya sendiri.

"Lelah?"

Alex mengangguk.

Hana berlalu ke kamar mandi, menyiapkan air hangat agar Alex bisa berendam dan santai sejenak dalam pusaran sabun aroma terapi yang dia teteskan pada bak yang hampir penuh terisi air hangat. Itu bisa merelaksasi pikiran yang kusut agar lebih santai.

Hana kembali menghampiri Alex, "airnya sudah siap! Mandi dan berendamlah sebentar!"

Hana membantu Alex melepas kemejanya, kemudian menarik tangan pria itu lalu mendorongnya pelan untuk masuk ke kamar mandi, dan menutup pintu setelah Alex sepenuhnya masuk ke dalam.

〰〰〰

Mereka duduk berhadapan di Finders Keepers di Makati. Sebuah bar berdesign interior kitsch yang menyenangkan serta nyaman. Terdengar musik retro dengan lagu for sweet memories yang mengalun merdu.

Seperti berada di tahun delapan puluhan, dengan pakaian kebaya, tahun dimana dia belum di lahirkan. Bahkan mungkin Ayah dan Ibunya belum bertemu satu sama lain. Dan sekarang dia di beri kesempatan untuk mendengarkan lagu ini di Negara asing, di tempat entah berantah dengan pria asing.

Meski dia terdampar di sini dengan cara yang salah, namun Hana sangat menghargai itu.

Hana memejamkan matanya. Dia menikmati musik ini, menikmati suasana ini, juga sangat menikmati tempat ini. Seakan dia telah menyatu dengan instrumen lagu itu serta larut dalam duka karena merindukan Ibunya terlalu banyak.

Dia rindu Ibunya, sangat.

"Kalau di Filipina, sebaiknya kamu memilih makanan dengan tulisan beef jangan meat." Ucap Alex seraya membolak balikan buku menu, dia masih sibuk memilih hidangan yang sekiranya cocok untuk di nikmati bersama Hana.

Hana membuka matanya, imajinasi kerinduan tentang Ibunya telah buyar, terganti dengan rasa ingin tau yang besar tentang ucapan Alex barusan. Dia menaikan sebelah alisnya, "kenapa?"

"Karena, kebanyakan meat adalah daging babi, sementara beef adalah daging sapi."

Alex menutup buku menu, kemudian memanggil pelayan, dan memesan makanan dengan bahasa Filipina yang fasih.

Hana membulatkan bibir, di sertai suara "Oh" yang terdengar. Penjelasan Alex sederhana namun masuk akal.

"Kamu sering ke sini?" Hana bertanya pada akhirnya. Dia penasaran lantaran Alex seringkali menggunakan bahasa Filipina saat berkomunikasi dengan orang lain selain dengannya

Alex meringis, "aku sering ke sini kalo lagi di sini."

Hana mendelik, ingin memukul kepala Alex tapi dia tidak bisa menjangkaunya karena terhalang meja bulat sebagai penengah antara dia dan Alex. Membuatnya kesal, namun kekesalannya hilang seketika setelah melihat beberapa piring makanan lezat yang tersaji di atas meja.

"Silahkan di nikmati! Ini adalah empanada." Alex menunjuk makanan ringan berupa pastel, dengan isian daging sapi dan sayur, "dan ini di namakan lekchon manok atau ayam panggang."

Hana mengangguk, melihat makanan enak di depannya, membuatnya hampir meneteskan air liur. Dia mulai memakan makanannya dengan lahap.

Sementara Alex hanya tersenyum. Dia sudah merasa kenyang saat melihat nafsu makan Hana yang luar biasa. Makan banyak namun anehnya tidak bisa membuat tubuh gadis ini gendut, luar biasa.

Merasa di perhatikan, Hana melirik sekilas ke arah Alex. "Kenapa? Jangan melihatku seperti itu! Aku takut kamu akan jatuh hati padaku."

"Kamu sangat percaya diri."

"Lalu.. ada apa? Heran karena aku makan banyak?"

Hana kembali memotong empanada dengan pisau, kemudian di tusuknya dengan garpu, lalu di lahapnya, tanpa memperdulikan tatapan Alex yang terheran heran saat melihatnya menyantap makanan. Terserah Alex mau mengatakan dia rakus atau apa, dia sama sekali tidak peduli. Lagi pula makanan ini sangat lezat.

"Mungkin itu salah satunya."

"Maaf, ini pertama kali aku makan makanan seperti ini di Negara orang. Tetapi.. kalau boleh jujur, ini sangat enak, kamu harus mencobanya!!"

Hana menjejalkan sebuah empanada ke mulut Alex, hingga memenuhi mulut dan membuat Alex tidak bisa berkata kata, pria itu hanya mengangguk sebagai gantinya.

"Berapa usiamu?" Alex bertanya setelah berhasil menghaluskan makanan kemudian menelannya.

"Akhir tahun ini delapan belas, kalau kamu?"

"Enam bulan lebih tua darimu."

Hana terperanjat, "oh ya?" Dia sungguh tidak menyangka jika Alex sepantaran dengannya. Bahkan bisa jadi mereka berada pada fase yang sama, yaitu fase akan memasuki perguruan tinggi.

Alex mengangguk. "Tipe pria idaman??"

Hana menunjuk dirinya sendiri, "tipe pria idamanku?"

Alex kembali mengangguk. "Iya."

"Em..."

Hana memikirkan sebentar, tampak tengah berpikir keras. Menjawab pertanyaan ini sama susahnya dengan mengerjakan soal Fisika yang membuat kepala pusing. "Yang paling penting.. kaya raya."

Mulut Alex menganga, tidak percaya dengan jawaban dari Hana. "Materialistis!"

Hana meringis, "aku hanya bercanda.. tipe pria ideal menurutku.. secara pribadi.. tidak ada spesifikasi khusus, yang paling penting tangannya enak di genggam, wajahnya enak di lihat, dan bodynya enak di peluk."

Alex tersenyum simpul, bisa bisanya gadis ini mengatakan hal seperti itu dengan frontal di hadapan seorang pria?

"Kalau.. tipe gadis yang bisa mencuri hati kamu, seperti apa?" Gantian Hana yang melayangkan pertanyaan serupa.

"Seperti kamu!!" Jawab Alex cepat tanpa berpikir. Dia sangat yakin jika tipe gadis seperti Hana yang bisa membuatnya terpesona hingga jatuh hati.

"Seperti aku??"

"Iya, memang kenapa?? Ada masalah?"

"Tidak apa, aku hanya merasa tersanjung karena menjadi perumpamaan gadis cantik berdasarkan standar ideal di mata kamu."

"Tidak tidak tidak!!"

Alex mengibaskan tangannya. Tidak terima dengan ucapan Hana yang di anggap terlalu meninggikan dirinya sendiri.

"Jangan besar kepala dulu, aku menjadikan kamu contoh bukan karena cantik atau tidaknya, tapi.. bisa saja karena sifat dan kepribadianya."

"Yah...."

Hana berpura pura kecewa. Menunjukan tampang lesu dan tidak berdayanya. Namun diam diam, dia sangat mengagumi kepribadian Alex.

Tutur kata serta tingkah lakunya sangat tenang dan juga lembut. Saat cocok menjadi kekasih yang nyata. Namun sayang seribu sayang, karena kebersamaan mereka di batasi. Ada batasan ruang, waktu serta tempat yang tidak bisa di lewati.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel