Pustaka
Bahasa Indonesia

Bukan Wanita Malam

71.0K · Tamat
Meta
61
Bab
254.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

(18+ area khusus dewasa. Bijaklah dalam membaca)Hana tidak menyangka akan mengalami beberapa hal tidak menyenangkan setelah pindah ke Jakarta. Juga tidak mengira akan bertemu kembali dengan pria itu di Universitas yang sama.Sosok itu.. seorang pria tampan bernama Alex yang pernah menghabiskan tiga hari bersamanya di Manila, membuat Hana tidak berkutik. Dia bahkan tidak bisa menghindar dari pesona Alex yang tanpa sadar telah memikatnya.

TeenfictionOne-night StandCinta Pada Pandangan PertamaKampusBaper

Bab 1 Prolog

Manila. Filipina.

Kota indah yang gemerlap. Riuh dengan sejuta kuliner, hiburan serta budaya. Semua mengagumi dan semua menikmati, kecuali seorang gadis yang tengah sibuk menata hidupnya. Memperbaiki kehidupan yang sudah kusut agar tidak semakin berantakan

Sampai detik ini, dia tidak pernah berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Menyalahkan kesialan beruntun yang menimpa saat roda kehidupan keluarganya berputar dengan cepat, berbalik lalu menjatuhkannya.

Kemarin dia masih anak manis yang tidak perlu pusing memikirkan masalah uang. Semua ada, semua keperluan yang dia butuhkan tersedia. Namun, sekarang.. semua kebahagiaan itu telah sirna.

Tidak hanya itu, dia bahkan harus mengais rezeki hingga ke Manila. Itupun bukan uang halal seperti yang dia harapkan, melainkan segepok uang haram yang sebenarnya tidak pantas untuk dia berikan kepada Ibu.

Hanazel Trisila , adalah nama seorang gadis berparas cantik berusia hampir delapan belas tahun. Seorang gadis yang mendapat Ijazah kelulusannya beberapa hari yang lalu, namun dia tidak bisa melanjutkan kuliah karena keterbatasan biaya.

Hidup dengan seorang Ibu yang sakit sakitan selama hampir satu tahun, telah membuat kondisi financialnya sekarat. Belum lagi hutang yang menumpuk.

Uang tabungan yang Ibu sisihkan selama ini bahkan habis tak tersisa lantaran di gunakan untuk membayar biaya cuci darah setiap dua minggu sekali. Belum lagi biaya obat obatan yang harus dia tebus setiap tiga hari sekali. Membuatnya tidak bisa lagi bernafas dengan leluasa.

Meski belum cukup parah, namun jika Ibunya tidak kunjung melakukan transplantasi ginjal, maka Dokter tidak bisa meyakinkan sejauh mana Ibunya masih bisa bertahan.

Gagal ginjal, bukanlah penyakit ringan yang bisa di sembuhkan dengan meminum obat obatan, namun.. ini penyakit kronis yang harus menggunakan operasi sebagai metode untuk penyembuhannya.

Sedangkan cuci darah hanya bisa meringankan gejalanya, tidak bisa menyembuhkan. Maka.. operasi adalah pilihan terbaik. Setidaknya, itu adalah sepenggal kalimat dari Dokter yang terus mengalun dalam pikirannya.

Ibunya sendirian.. tidak memiliki siapapun selain dirinya. Jadi sudah sepantasnya dia memberikan yang terbaik untuk kesembuhan Ibunya. Serta mengupayakan daya dan upaya yang masih bisa dia lakukan.

Sementara kabar baiknya adalah.. transplantasi ginjal akan di lakukan empat hari lagi. Kabar baik yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak selama beberapa hari terakhir.

Terlalu bahagia adalah kata yang paling tepat. Dia bahkan tidak sabar menunggu Ibunya kembali seperti sedia kala. Kembali seperti dulu saat semua masih baik baik saja.

Hana duduk menghadap jendela lebar dari lantai dua puluh. Melihat jalanan ramai Manila, menyaksikan gedung gedung tinggi pencakar langit yang menghiasi keindahan kota ini. Juga langit cerah yang membentang dari ujung ke ujung.

Entah apa yang dia kagumi, dan entah apa yang dia pikirkan. Baik itu cuaca, suasana, atau hiruk pikuk kota ini tidak ada satupun yang luput dari perhatiannya.

Dia tidak bergeming. Sama sekali tidak merasa lelah meski sudah satu jam menyaksikan itu, menyaksikan hal yang sama hingga berulang kali seperti tidak ada bosannya. Sesekali dia akan menggambar bentuk hati di jendela dengan jemari indahnya.

Dia tidak tau apa yang tengah Ibu lakukan di sana. Baru beberapa jam meninggalkan Ibu, namun perasaan rindunya sudah membuncah. Seperti tidak bertemu selama bertahun tahun.

"Hana."

Suara seorang pria dengan tepukan lembut di bahu membuyarkan lamunannya. Hana menoleh ke arah sumber suara. Dimana seorang pria paruh baya sudah duduk di sebelahnya dengan tenang. Mencoba untuk tidak peduli, Hana kembali membuang pandangannya keluar jendela.

"Kamu sedang memikirkan apa?"

Suara itu terdengar lagi setelah tidak mendapat tanggapan apapun dari gadis cantik yang duduk di sebelahnya.

Dia mengawasi gadis itu lekat. Meski gadis ini mengenakan kaos longgar dengan celana denim panjang, namun jangan remehkan kemampuannya karena bisa memprediksi sesuatu yang tersembunyi di dalamnya.

Bos Deni tau persis jika bentuk tubuh gadis ini sangatlah menggoda jika di buka. Dia bahkan berani bertaruh jika gadis ini memiliki sesuatu yang bisa memuaskan kliennya nanti.

Bos Deni adalah seorang pria tambun dengan kepala botak dan tato yang memenuhi lengannya. Pria tua yang selama beberapa tahun ini menjadi bos dari sahabat baiknya, Amira.

Bos Deni sendiri adalah seorang bandar yang sudah malang melintang selama bertahun tahun untuk menaungi anak anak asuh seperti Amira. Lebih tepatnya adalah mucikari andal yang lihai mencari mangsa kaya dengan uang gepokan yang rela mereka bayar hanya untuk mendapat belaian dari anak anak asuhnya yang muda dan cantik.

Hana menggelengkan kepalanya. Bukan karena dia tidak memikirkan apapun, namun karena terlalu banyak hal yang dia pikirkan hingga membuatnya bingung harus menjawab apa.

Bos Deni menghela nafas panjang, "aku bukanlah orang yang suka memaksa," Bos Deni menjeda kalimatnya.

"Ini pilihan yang kamu pilih sejak awal. Kamu juga tau kalau aku hanya perantara di sini. Aku mendapat komisi perantara dan kamu mendapat bayaran utuh dari klien penting yang akan membayar jasamu untuk tiga hari ke depan. Aku yakin Amira sudah menjelaskan ini sebelumnya, dan aku juga yakin kalau kamu sudah paham apa maksudku."

"Aku..."

Hana menelan kata katanya kembali. Dia sangat sadar dengan posisinya. Dia membutuhkan uang, dan klien itu membutuhkan belaian, bukankah itu pertukaran yang adil?

Tidak ada yang di rugikan di sini. Baik itu dirinya, Bos Deni ataupun klien itu sekalipun. Lagi pula, kesepakatan ini di buat dalam keadaan sadar, tidak ada pengaruh orang luar ataupun intimidasi dari pihak lain.

"Bilang saja kalau memang ada yang ingin kamu tanyakan." Ucap Bos Deni setelah melihat sekelumit keraguan yang menghiasi wajah Hana.

"Ini rahasia kan, Bos??"

Hana bertanya pula pada akhirnya. Dia tidak ingin di hantui rasa penasaran jika tidak memastikan ini sekali lagi sampai semua benar benar jelas.

Bos Deni mengangguk, "transaksi ini di lakukan secara rahasia. Aku sendiri juga tidak tau orang macam apa yang membutuhkan jasamu. Jadi kamu tenang saja, baik identitasmu ataupun klienmu nanti, sudah di samarkan. Pokoknya.. akan menjadi rahasia mutlak yang di jamin keamanannya."

"Baiklah, aku mengerti."

Hana bisa bernafas lega sekarang. Meski sedikit ragu, tapi.. setidaknya dia tidak perlu pusing memikirkan hal yang selama ini dia takutkan. Karena semua yang Bos Deni katakan adalah kebenaran.

Jika Bos Deni mengatakan itu aman, maka itu memang aman. Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Lagi pula, ketakutannya selama ini tidaklah berdasar. Di tambah, kerja tua bangka itu juga cukup profesional dan bersih, sampai tidak terlacak pihak berwajib meski telah bertahun tahun bergelut dengan pekerjaan haram ini. Bukankah itu cukup?