Bab 4 TERPESONA
Alex merenggangkan otot ototnya yang kaku karena duduk terlalu lama di pesawat.
Bagaimanapun, waktu empat jam bukanlah waktu yang singkat. Cukup membuatnya lelah hingga membuat penampilannya tampak lusuh dan sangat menyedihkan.
Namun, meskipun dengan penampilan seperti itu, dia masih sama. Tidak ada yang berubah. Sama sekali tidak menghilangkan ketampanan yang Alex miliki. Kharisma serta ketenangannya tetap melekat erat dan selalu mendampinginya sehari hari.
Radit mengangkat tangannya setelah melihat kedatangan Alex, menunjukan jika dia yang datang menjemput, bukan Aline. Rencana awal tidak terealisasi dengan baik, mendadak ada rapat virtual yang mengharuskan bosnya untuk ikut serta, hingga berakhir dengan menggunakan opsi B atau rencana cadangan.
Alex tidak mempersulit, siapa yang datang menjemput, dia sama sekali tidak mempermasalahkan. Dia tau jika kakak perempuannya akan sangat sibuk dalam perjalanan selama beberapa hari ini.
Alex sangat mengerti itu. Aline memang telah di cetak sedari kecil untuk menjadi seorang penerus perusahaan. Lebih tepatnya adalah seorang pemimpin yang harus menaungi beberapa anak perusahaan di bawah kendalinya.
Tidak mengherankan jika Aline memiliki jiwa kuat dan tahan banting yang memang telah di asah langsung oleh kakeknya. Untuk keseluruhannya... good job.
Lagi pula, bagian terpentingnya adalah semua harus sesuai pada tempatnya bukan?
Alex mengikuti Radit menuju mobil, dan duduk di belakang setelah Radit membuka pintu mobil untuknya. Dia melihat keluar jendela setelah Radit melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Melihat langit Manila.
Kapan terakhir dia ke sini?
Sudah sangat lama sejak dia dan Aline bisa mengunjungi tempat yang sama di luar negeri. Itupun karena Aline ada maunya, bukan karena liburan atau apapun itu. Jika tidak, tidak mungkin wanita itu menyuruh Radit untuk menjemputnya di bandara dan memperlakukannya dengan sangat serius.
Menggelikan. Alex mencoba tidak peduli. Dia mengalihkan pandangan ke jalanan Manila.
Hiruk pikuk kota ini sangat terasa, tampak nyata saat jalanan begitu ramai, lalu lalang kendaraan serta pejalan kaki membuktikan jika kehidupan malam di sini tengah booming. Menjadi trend manakala beberapa kios di pinggir jalan juga ramai oleh pengunjung.
Alex tersenyum simpul. Sampai detik ini, dia bahkan masih tidak percaya jika Aline akan memimpin perusahaan dengan Radit sebagai assistantnya.
Dia akui, sepak terjang Aline di dunia bisnis memang cukup mumpuni, tapi dia hanya tidak menyangka jika Aline sampai menyuapnya agar bisa menduduki kursi CEO di Jakarta.
Berbanding terbalik dengannya, dia adalah orang yang santai dan tenang. Tidak ingin berebut kekuasaan dengan siapapun. Dia bukan seorang ambius, namun karena Aline adalah saudaranya, jadi dia akan membantu Aline sampai wanita itu mendapatkan posisi yang di inginkannya.
"Sudah sampai, Tuan."
Suara Radit membangunkannya dari lamunan. Lamunan panjang yang jika di pikir akan semakin rumit. Alex menatap Radit selama beberapa detik, pria yang masih muda ini sangat cocok jika bersanding dengan Aline sebagai boss dan assistant. Namun, Alex tau lebih dari siapapun jika Radit menyimpan sebongkah perasaan rumit untuk kakaknya. Semacam love in silence or admire from afar. (Mencintai dalam diam atau mengagumi dari jauh).
Alex mengangguk, memberi instruksi agar Radit hanya bisa mengantarnya sampai di sini dan pria itu boleh pergi sekarang.
Dia segera turun dari mobil, dan naik ke lantai dimana unit yang dia tinggali berada. Membuka pintu dan masuk begitu saja, namun.. dia cukup terkejut saat melihat seorang gadis berambut pirang tengah berdiri di sana dan melihat keluar jendela.
Gadis itu menoleh saat menyadari pintu terbuka. Alex dan Hana berpandangan selama beberapa detik. Karena nyatanya bukan hanya Alex yang terkejut, Hana juga tidak jauh berbeda.
Hana mengawasi Alex dengan seksama. Dia membatu di tempatnya saat melihat ketampanan di depan mata, bukan si anjing gendut seperti bayangannya.
Mereka berbicara dengan Bahasa Inggris.
"Aku Nana."
Hana mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Alex. Tersenyum lembut.
Jika ini adalah pria yang akan dia temani, maka dia adalah wanita paling beruntung. Tidak hanya mendapat uang, tapi juga mendapat pria setampan Tuan Reynand untuk pengalaman pertamanya.
Alex membalas uluran tangan Hana, "Alex."
Alex menggunakan nama aslinya, merasa tidak perlu untuk menyembunyikan identitasnya. Dia memperhatikan gadis yang mengaku bernama Nana dengan seksama. Gadis bermanik biru dengan rambut pirang, dan bahasa Inggris yang baik, pasti dia bukan gadis asli Manila.
Gadis itu berparas cantik, mata yang indah, bulu mata lentik, hidung mancung serta bibir tipis yang tertata rapi sesuai porsinya.
Tidak hanya cantik, tetapi juga seksi dan memiliki lekuk yang menggoda. Namun, meskipun dia mengenakan pakaian seperti jalang, tapi tidak menghilangkan aura polos yang melekat padanya. Pertanda jika gadis itu adalah gadis baik baik, bukan gadis nakal yang berasal dari lingkup dunia malam.
Merasa kepalanya pusing, juga pandangan sedikit kabur, Alex memijit ruang di antara alisnya. Mungkin efek dari jetlag yang telah membuat tubuhnya menjadi begini.
"Apa kamu baik baik aja??"
Hana refleks mendekat ke arah Alex, mengajaknya duduk di sofa. Merasa khawatir dengan wajah pucat pria itu.
Alex mengangguk, "aku baik, mungkin hanya jetlag." Jawabnya datar. Dia tersenyum simpul saat melihat raut wajah yang Gadis itu tunjukan padanya, mengandung banyak kekhawatiran.
"Sini!"
Hana meminta agar Alex membaringkan kepala di pangkuannya. "Biarkan aku memijatnya!" Hana mulai memijat pelan kepala Alex dengan telaten.
Alex tidak menolak, dia justru sangat menikmati pijatan Hana. Tangan lembut yang menyentuh kulitnya, membuat pandangannya semakin buram.
Ada semacam perasaan kagum yang tidak terlukiskan. Gadis ini.. tidak hanya cantik, tetapi juga mengagumkan.
"Apa kamu sering melakukannya?" Alex memberanikan diri untuk bertanya.
Hana menaikan sebelah alisnya, "apa?"
"Memijat."
"Oh," Hana menggelengkan kepala, "tidak sama sekali."
Hana hanya sering melihat Ibu memijat Ayah dahulu. Memori masa kecilnya berhasil merekam itu dengan baik. Tidak ada yang tidak teringat, semua bahkan masih terasa nyata dalam penglihatannya.
"Tapi.. kamu melakukannya dengan baik."
Hana terkekeh. "Tentu saja, banyak hal yang bisa aku lakukan."
"Em.. apa kamu warga asli?"
Alex mencoba mencari tau tentang asal muasal gadis ini. Merasa tertarik, jadi dia memutuskan untuk mencari tau. Namun, gelengan kepala yang Hana tunjukan, cukup membuatnya berhenti untuk mengetahui lebih jauh.
Jelas jika Hana tidak menyukai identitas aslinya di ketahui olehnya. Mungkin gadis itu memiliki semacam alasan khusus untuk tidak membocorkan hal privacy tentang dirinya sendiri. Jadi mau tidak mau dia harus memaklumi keputusan gadis ini untuk tidak mengusiknya.
"Merasa lebih baik??"
Alex mengangguk dan dia membuka matanya. Pemandangan pertama yang di lihatnya adalah wajah cantik Hana dengan tatapan teduh. Mata birunya sangat indah, cocok dengan rambut pirangnya. Gadis perawan yang Aline siapkan untuknya, sama sekali tidak mengecewakan.
Alex cukup puas dengan kinerja Aline yang tidak tanggung tanggung. Itu sebabnya dia juga tidak boleh mengecewakan kepercayaan Aline agar tidak ada istilah air susu di balas dengan air tuba.
