Bab 12 Meninggalkan
Hana memungut hpnya yang telah basah. Berusaha untuk menghidupkannya. Namun, tidak berhasil. Sekuat apapun dia mencoba, hpnya tetap tidak bisa menyala. Layarnya tidak pecah, mungkin mesinnya rusak karena kemasukan air.
Kini dia mulai menyesali semua tindakan gilanya.
Dapat di tarik kesimpulan jika gegabah adalah suatu tindakan ceroboh yang bisa menyesatkan. Tetapi.. yang sudah terjadi, biarlah. Tidak ada yang perlu di sesali meski dia tidak bisa menghubungi Suster Feli sebagai akibatnya.
Tidak ingin berlama lama di sini, dia membuang hpnya begitu saja sebelum keluar dari kamar mandi. Lagi pula, itu hanya sebuah hp usang, tidak ada yang spesial selain foto foto dirinya sejak dua tahun yang lalu. Di tambah siapa yang punya banyak waktu untuk mengurusi hp ketinggalan jaman seperti itu? Dia sendiri bahkan malas memikirkannya apa lagi orang lain?
Hana mengambil koper yang tergeletak di atas sofa, membukanya sekilas, dan tersenyum masam kala melihat tumpukan uang pecahan Dollar di dalamnya.
Nominal yang jika di Rupiahkan setara dengan dua ratus lima puluh juta. Transaksi memang sengaja menggunakan Dollar cash agar identitas masing masing pihak tidak terlancak. Masih lebih aman dari pada menggunakan akun Bank.
Ini merupakan uang yang sangat banyak, namun.. untuk pertama kalinya Hana merasa jika uang bukan segalanya dan bukan juga yang terpenting. Karena sekalipun dia telah memiliki cukup uang di tangannya, Ibu masih tidak bisa di selamatkan. Ibunya tetap meninggal meski biaya operasi sudah di depan mata.
Hana menoleh ke arah pria tampan yang masih tertidur lelap di atas ranjang. Antara iya atau tidak, antara benar atau salah, dia ragu.
Seperti enggan untuk berpisah dengan Alex, namun, dia yang tidak bisa berpikir, merasa yang terpenting untuk saat ini adalah dia harus tiba lebih awal di Jakarta dari jadwal yang seharusnya, tidak boleh memikirkan seorang pria pada situasi seperti ini.
Menutup koper kembali, Hana mulai meyakinkan diri jika ini memang sebuah kesalahan sejak awal, dia juga tau jika ini tidak akan berakhir baik, namun ini tetaplah bukti bahwa dia pernah berkorban untuk Ibu. Setidaknya dia pernah berjuang meski perjuangan itu berakhir sia sia dan membuatnya kehilangan banyak hal.
Kehilangan Ibu serta kehilangan harga dirinya yang berharga pada waktu bersamaan. Rasanya seperti ribuan belati menusuknya, sakit sampai dia tidak bisa merasakan apapun lagi.
Nicolas Boiliau yang pernah berkata jika harga diri itu bagaikan pulau tak berpantai, sekali di tinggalkan maka tidak akan pernah bisa kembali, nyatanya itu benar. Sekarang hidupnya hancur, tidak hanya itu.. dia bahkan tidak berharga.
Mengucapkan selamat tinggal secara langsung kepada pria itu sangat tidak mungkin. Takutnya itu akan membuatnya kian rumit jika Alex sampai salah mengartikannya.
Hana meraih bulpoin serta sebuah tissu di atas meja, mencoret coretnya sebentar sebelum menyeret kedua kopernya menuju Bandara, dia akan pulang detik ini juga. Ini merupakan keputusan final yang tidak bisa di ganggu gugat.
〰〰〰
Begitu siluet cantik itu menghilang, Alex segera membuka matanya. Mengawasi pergerakan Hana dari awal hingga akhir, dan berdasarkan pengamatannya, bisa di simpulkan jika Hana tengah mengalami masalah serius. Jika tidak, tidak mungkin dia mendengar tangisan pilu gadis itu dari kamar mandi.
Gadis yang terlihat kuat, namun menyimpan sejuta rahasia yang tidak bisa di mengerti. Bahkan sampai detik ini, dia masih gagal mencerna tentang setiap kata yang gadis itu ucapkan kemarin malam.
Sebenarnya Alex merasa kecewa lantaran tidak mendapat ucapan selamat tinggal dari gadis itu. Tiga hari bersama, membuatnya terbiasa untuk berbagi. Berbagi cerita, berbagi pengalaman, berbagi pengetahuan serta berbagi kehangatan.
Dia merasa jika posisi Hana tidak hanya sekedar teman tidur belaka, tapi lebih dari itu. Sepertinya.. dia sungguh terpesona pada sosok itu. Sosok yang mampu mencuri perhatiannya dengan hal hal kecil dan sederhana.
Dia ingin Hana menemani di sepanjang hari harinya, menemaninya sampai tua.. dan.. cukup!!! Dia berusaha menghentikan perasaannya sendiri. Argumen gila yang akan membuatnya semakin gila jika di lanjutkan.
Sebuah harapan semu yang hanya akan terjadi dalam angan angan. Jadi apa lagi yang bisa di harapkan? Bahkan tidak bisa di percaya saat hal yang bias semakin bias saat perbedaan terlihat nyata.
Alex beranjak, membaca pesan yang tertulis dengan indah di atas selembar tissu, "kamu yang sekarang telah menjadi cerita yang ku simpan di dalam hati, yang mungkin hanya sebatas kenangan, sejenak membekas dan menenangkan". Dia membacanya keras keras. Gadis itu benar benar pergi meninggalkannya? Tega!!
Alex kembali murung. Dia segera menghubungi Radit, "atur penerbangan untuk sore ini, aku akan kembali!!"
Sebelum seseorang di balik panggilan menanggapi, Alex sudah menutup panggilannya.
〰〰〰
Hana tiba di Bandara. Mengawasi sekeliling, suasana Bandar Udara Ninoy Aquino ini cukup lengang. Hanya ada beberapa orang yang terlihat berlalu lalang. Tidak benar benar ramai seperti pada siang hari. Kebanyakan dari mereka juga penduduk pribumi yang sangat fasih berbicara menggunakan Bahasa Filipina.
Untung saja jadwal penerbangannya bisa di ubah, meski ada uang tambahan yang harus di bayarkan sebagai konpensasi, namun itu masih lebih baik dari pada harus menunggu beberapa jam lagi untuk take off, belum lagi perjalanan selama empat jam di udara. Di pastikan itu akan menguras tenaga serta waktunya.
Hana mendudukan diri di salah satu kursi yang tersedia. Melamun. Tidak tau apa yang dia pikirkan saat ini, juga tidak tau apa yang dia rasakan. Hidupnya terasa hambar sejak Suster Feli mengabarkan jika Ibu telah tiada. Dia tidak lagi bersemangat seperti saat keberangkatannya kemarin.
Kemarin dia begitu berambisi dengan uang, dengan kesehatan Ibunya. Namun semua rencananya tidak terealisasi dengan baik, bahkan melenceng jauh dari sederet daftar yang sudah dia susun jauh jauh hari.
Ini terlalu menyesakan.
Tubuhnya sakit, namun hatinya tidak jauh lebih baik. Bahkan hatinya seribu kali lebih sakit dari tubuhnya.
Hatinya sakit karena di tinggalkan, sedangkan tubuhnya sakit karena di gunakan. Meskipun Alex selalu melakukannya dengan lembut, namun pria itu melakukannya hingga berulang kali tadi malam. Membuatnya lupa berapa jumlah pastinya.
Namun, itu sudah berlalu. Kenangan menyakitkan seperti itu tidak boleh di ingat lagi jika tidak ingin tersakiti. Melupakan adalah inti dari semuanya. Dan pesan moral yang bisa di ambilnya adalah dia tidak akan jatuh ke lubang yang sama untuk ke dua kalinya.
Dia akan membentengi diri dengan anti gores yang tebal agar tidak lagi merasakan rasa sakit yang di ciptakan oleh makhluk mengerikan bernama jantan. Memang tidak semua pria seperti itu, namun tidak ada salahnya jika dia lebih berhati hati mulai dari sekarang.
