Bab 10 Malam Terakhir
Untuk sebagian orang, mungkin semua yang Hana lakukan tidak tampak seperti sebuah perjuangan. Karena memang ada sisi lain dimana kehidupan seperti ini di anggap sebagai hal yang wajar bahkan di jadikan sebagai gaya hidup.
Namun, Hana berbeda. Ini adalah bukti perjuangannya. Saat harga dirinya di pertaruhkan, maka saat itu pulalah perjuangannya untuk tetap hidup baru saja di mulai.
Dia tidak mengatakan ini sebagai kehidupan kotor. Dia tidak sedang menghakimi kehidupan orang lain, karena saat ini dia juga menjadi bagian dari apa yang mereka sebut kotor.
Dia tengah menjalaninya sekarang. Kehidupan sulit dimana dia harus menggoda seorang pria demi setumpuk uang. Meski dia malu dengan dirinya sendiri, namun dia masih tidak mempunyai pilihan.
Asal dia segera berhenti dan tidak terjerumus lebih jauh, mungkin Ibu masih bisa memaafkannya. Lagi pula, dia melakukan semua ini juga untuk Ibu. Semoga saja Ibu tidak marah saat mengetahui jika biaya untuk operasinya menggunakan uang haram.
"Sedang memikirkan apa?"
Alex memeluk dari belakang serta meletakan dagunya pada bahu Hana.
Hana menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya tengah menikmati keindahan Kota Manila. Kota dimana aku tidak pernah bermimpi bisa datang ke sini."
Hana melihat kerlap kerlip lampu yang sangat indah. Mungkin ini adalah malam terakhirnya bisa menikmati keindahan ini. Dia akan melihat ini banyak banyak, sengaja agar dia bisa menyimpannya dalam ingatan. Menjadikannya kenangan yang tidak akan pernah dia lupakan.
"Ini akan mejadi malam terakhir kita." Alex berbisik pelan pada telinga Hana. Dia ingin gadis itu tau jika dia akan sangat kehilangan jika gadis itu benar benar pergi.
Hana berbalik, menatap wajah Alex, kemudian membelainya.
"Aku tau. Tetapi.. ada satu hal yang harus kamu tau.. tidak semua yang hadir bisa menetap. Ada yang hanya sekedar singgah, dan beberapa kepergian selalu terencanakan, agar hati bisa menjadi lebih kuat untuk melepaskan."
"Apa kita masih bisa menikmati malam ini sebelum kamu pergi??"
Hana menundukan kepalanya. "Tentu."
Hana cukup sedih saat mendengar Alex mengatakan kata kata itu. Namun, kesedihan itu hanya sementara. Mau tidak mau dia memang harus kembali. Lagi pula, hubungan selama tiga hari yang telah mereka jalin, tidak lebih hanya sebuah permainan. Dimana hanya ada ditinggalkan dan meninggalkan sebagai penyelesaiannya.
Alex menempelkan kedua tangannya pada wajah Hana hingga tatapan mereka bertemu, dan saling beradu selama beberapa detik sebelum Alex menekan tengkuk Hana dan mencium bibirnya.
Ciuman yang lembut, namun semakin lama semakin liar. Menggairahkan saat Alex menekan tubuh Hana ke dinding kemudian membuatnya terpojok.
Pria itu bahkan tidak segan menekan lututnya hingga mau tidak mau Hana harus membuka sedikit pahanya. Menimbulkan perasaan aneh saat dia merasakan gesekan gesekan ringan yang Alex lakukan.
Pria itu.. selalu saja menggodanya. Tidak pernah kehilangan akal jika itu untuk membuatnya jatuh dalam pesonanya. Tapi.. Hana menyukainya. Sangat banyak.
Tidak hanya diam. Hana mulai melucuti pakaian Alex satu persatu hingga Alex sepenuhnya telanjang. Menampilkan adik kecil Alex yang sudah berdiri tegang. Dia memberanikan diri untuk membelai kejantanan Alex lebih jauh.
"Na.."
"Ehm.."
"Kamu mau memakai posisi yang bagaimana?"
"Terserah kamu, aku menyukai semuanya."
"Kalau berdiri?"
"Aku suka juga."
"Kalau di kamar mandi?"
"Boleh."
Alex menggendong tubuh Hana ke kamar mandi. Tubuh yang sama sama telah telanjang membuat hasrat mereka berdua naik seketika. Mereka saling menggoda, saling menjamah, saling bertukar saliva, dan berbagi kenikmatan bersama.
Hana terhimpit ke dinding dengan membelakangi Alex. Membuatnya mudah untuk memasukan adiknya ke dalam Hana melalui belakang.
"Ah... Lex.."
Hana mengerang saat Alex memasukan adiknya dengan satu kali hentakan. Membuat Hana mendesah tidak terkendali. Sangat nikmat hingga membuatnya lupa pada dunia tempatnya berpijak. Dia seakan melayang saat Alex terus saja memasukan kemudian memundurkannya dengan tempo cepat. Membuatnya kehilangan akal.
"Lex.. pelan pelan.."
Hana merasa tidak berdaya meladeni nafsu besar Alex.
"Bukankah kamu suka yang seperti ini?"
"Ah.. Lex.. jangan menggodaku lagi."
Alex semakin mempercepat tempo hentakannya. Dia senang membuat Hana kelimpungan menahan kenikmatan. Rasa nikmat yang juga dia rasakan. Dia hanya ingin memanfaatkan waktu yang berharga sebelum gadis itu pergi, jadi setidaknya dia harus membuat segalanya lebih berkesan.
〰〰〰
Dengan nafas memburu, akhirnya Alex mencapai puncak kenikmatannya setelah berhasil mengeluarkan cairan hasil percintaannya dengan gadis tersayangnya.
Alex membalik tubuh Hana, mengusap keringat yang membasahi dahi Hana, kemudian mengecupnya sekilas. Itu merupakan kebiasaan setelah mereka selesai berhubungan seks.
Alex segera membawa Hana ke bak mandi. kemudian berendam bersama. Setelah beberapa saat, Alex mengangkat tubuh Hana, membawanya keluar dari kamar mandi dan meletakannya dengan hati hati di atas ranjang.
Alex membaringkan diri di samping Hana. Menyelimuti tubuh mereka berdua dengan selimut yang sama. Yang jika di buka, akan menampilkan tubuh telanjang mereka dengan Alex yang mendekap Hana erat.
"Na.."
Hana menoleh, "Em."
"Kamu pernah di cintai?"
"Di cintai?"
Hana memikirkan sebentar. Kembali mengingat kejadian sewaktu dia masih SMA. Banyak lawan jenis yang menyatakan perasaan padanya. Namun sepertinya itu bukan cinta, melainkan rasa kagum.
"Sepertinya tidak, kalau di kagumi mungkin banyak."
"Sombong sekali."
"Bukan sombong, Alex, tetapi itu.. FAK-TA."
"Kalau mencintai seorang pria, pernah?"
Hana menggeleng, "tidak. Aku tidak pernah mencintai orang lain selain diriku sendiri." Dia tersenyum lembut. Memang, selama beberapa tahun hidup di dunia, dia tidak pernah sekalipun ingin mencintai ataupun menjalin hubungan dengan seorang pria. Fokusnya, hanya dirinya sendiri dan juga Ibu. Jadi dia tidak pernah berpikiran jauh ke arah itu.
"Kenapa?"
"Karena mereka merepotkan dan sangat berisik."
"Kamu hanya berasumsi, buktinya aku tidak seperti itu. Aku tidak merepotkan dan juga tidak berisik, jadi seharusnya kamu merekomendasikanku sebagai calon suami idaman yang paling di buru wanita."
Alex tersenyum simpul. Dengan tangan yang sibuk memainkan ujung rambut Hana kemudian memilin milinnya penuh rasa sayang.
"Untuk apa? Itu tidak ada manfaatnya untukku. Aku tidak ingin menikah, aku hanya ingin hidup dengan damai dan bahagia bersama Ibu. Sudah itu saja." Hana menjelaskan secara singkat, padat dan jelas.
"Kenapa??"
"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya mempunyai seorang Ibu, dan kebahagiaan Ibu adalah prioritas utamaku, jadi kebahagiaan untuk diriku sendiri menjadi hal yang tabu."
Alex melebarkan matanya, "apa kamu bercanda??" Dia tidak percaya jika ada gadis yang tidak mengharapkan untuk dia nikahi. Dia tampan, pintar dan kaya, bisa bisanya gadis ini hanya menganggapnya mainan? Bahkan lebih mengutamakan kebahagiaan Ibu dari pada kebahagiaannya sendiri?
Semua ini sungguh melenceng dari skenarionya, seharusnya gadis ini memohon padanya untuk di nikahi setelah keperawannya dia renggut. Namun, gadis ini masih sangat santai, bahkan menganggap seakan ini bukan masalah besar, apakah dia masih wanita?
"Apa aku terlihat seperti tengah bercanda? Aku bahkan tidak pernah seserius ini dalam hidupku."
Jawaban Hana membuat Alex kecewa. Itu bukan jawaban yang ingin dia dengar. "Aku tidak akan membiarkan kamu tidur malam ini."
Hana merengut. "Memangnya kamu pernah membiarkan aku tidur nyenyak?"
Hana kesal karena ucapan Alex tidak sesuai kenyataan. Karena pada nyatanya, sudah dua malam dia begadang karena Alex tidak mengizinkannya tidur, di tambah satu malam ini, maka akan menjadi tiga harinya tanpa tidur malam.
"Bagus, jika kamu menyadarinya. Sekarang kamu tau apa kesalahanmu?"
"Kesalahan?" Memangnya dia melakukan kesalahan apa? Hana memikirkannya hingga berulang kali, namun semakin di pikirkan, semakin dia tidak menemukan jawaban. Dia merasa tidak melakukan apapun yang telah melanggar norma.
"Sudah, lupakan! Anggap aku hanya asal bicara."
Alex merapikan rambut Han yang berantakan, kemudian mengelusnya ke belakang. "Aku mau lagi."
